PROF. AGUS SUNYOTO : HANYA NU YANG MEWARISI TRADISI NUSANTARA : MENELISIK ISLAM NUSANTARA : (SUKSES MUKTAMAR NU KE-33)


WACANA MARZUKI ONLINE. Istilah Islam Nusantara ini makin booming ketika NU dalam muktamarnya yang ke-33 ini mengangkat tema berjudul Teguhkan Islam Nusantara. Di sisi lain Ketua umum PBNU dalam berbagai forum sering mengkampanyekan tentang peran pengawalan Nahdlatul Ulama` dalam memperjuangkan dan mengawal model Islam Nusantara, diantaranya disampaikan saat pembukaan acara Istighosah menyambut Ramadhan dan pembukaan munas alim ulama NU, minggu (14/06/2015) di Masjid Istiqlal, Jakarta.
Lantas apa maksud dan tujuan menggunakan istilah Islam Nusantara ini dan apa hubungan dengan Nahdlatul Ulama`?
Dalam sebuah forum, KH. Musthofa Bisri, yang lebih akrab dengan sapaan Gus Mus  menjelaskan bahwa Islam Nusantara adalah Islam yang ada di Indonesia dari dulu hingga sekarang yang diajarkan oleh Wali songo. Sekilas mendengar istilah Islam Nusantara ini memang menimbulkan polemik. Especially, bagi kawan-kawan saya yang diluar NU. Argumentasi mereka biasanya adalah, bahwa dalam Al-Qur`an Islam itu hanya satu. Islam itu Mufrod bukan jamak. Jadi, tidak ada Islam NU, Muhammadiyah, Persis, MTA dan seabrek lainnya, apalagi ada Islam Nusantara. Sebenarnya ini perdebatan santri-santri baru. Dulu, ketika saya masih di Pesantren teman saya dalam diskusi membantah argumentasi itu begini : Ya, memang Islam itu mufrod. Layaknya pelangi itu juga mufrod namun dalam pelangi itu kan ada merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, tapi pelangi itu tetap mufrod. Begitu pula halnya dengan Islam itu juga mufrod namun didalamnya ada NU, Muhammadiyah, dan lain-lainnya.
Dalam diskusi yang diselenggarakan NU dalam rangka Miladnya yang ke 87, pada 15 Oktober 2013 di kantor PBNU Jakarta kemarin Prof. Agus Sunyoto, seorang penulis buku Atlas Wali Songo menyampaikan bahwa Nahdlatul Ulama itu mewarisi tradisi dari Mataram kuno, Kediri, Singoshari, Majapahit sampai Demak dan seterusnya. Karena itu NU itu bisa dikatakan Jama`ah atau Jam`iyyah Pribumi. Kenapa? Karena perjalanannya adalah proses pribumi. Ada peneliti dari negara asing yang bekerjasama dengan UIN Malang yang meneliti tentang Pesantren. Para peneliti mengatakan: Bagaimana bisa di era global sekarang ini Pesantren kok  tidak berubah? Jadi, peneliti asing ini dibikin bingung  dengan budaya pesantren. Dilain sisi mereka melihat proses globalisasi sudah mengubah semuanya. Lha, ini ada unsur lokal tidak mau berubah. Pengajian tafsir Al-Qur`an di Pesantren, Kyai mengajar memakai bahasa Jawa padahal sekolah-sekolah internasional sudah bahasa Inggris. Pesantren di Jawa Barat memakai bahasa Sunda. Madura bahasa Madura. Itu kan bikin bingung skenario global. Ini fakta. Ini memang resistensi. Ini warisan Wali Songo. Lha, sekarang ini NU mau direbut kelompok-kelompok yang ingin mengubah itu karena globalisasi harus menyingkirkan yang lokal-lokal itu.
Nah, menelisik tentang warisan tradisi nusantara ke NU itu sebenarnya  bisa ditengok tentang bagaimana awal mula masuknya Islam ke Nusantara ini. Yang mana, ada apa dengan penyebaran Islam sebelum era Wali Songo, sehingga Islam belum bisa diterima secara massive? Padahal, menurut catatan sejarah Dinasti Tang China, Islam sudah masuk ke Nusantara pada tahun 670 M. Yakni, saudagar dari Arab yang datang ke kerajaan Kalingga, itu kira-kira masa pergantian kholifah dari Ali bin Abu Tolib ke Umayyah. Jadi semenjak awal Islam sudah masuk ke Nusantara. Tetapi sampai ratusan tahun kemudian Islam tidak berkembang secara massive. Islam hanya diikuti oleh orang-orang asing. Misalnya, kalau Dinasti Tang mencatat tahun 670 itu sudah ada saudagar Islam datang ke Jawa.  Tahun 1292, yang artinya 600 tahun kemudian, Marcopolo datang dari Cina lewat lautan ke teluk Persia ia singgah ke tempat namanya Perlak. Ia menyebutkan dalam catatannya: ada tiga kelompok masyarakat pertama, Cina yang semuanya beragama Islam. Kedua, orang-orang barat yaitu Arab dan Persia mereka juga beragama Islam. Ketiga penduduk pribumi, yang mana menyembah batu-batu, kayu-kayu dan ruh. Bahkan menurut catatan Marcopolo pula, penduduk pedalaman masih kanibal.  100 tahun kemudian, 1405 ketika Laksamana Cheng Ho datang ke Jawa, Rajanya masih Wikramawardana, dicatat oleh juru tulis Cheng Ho ketika singgah di Tuban mereka menemukan 1000 keluarga China semuanya muslim. Kemudian singgah lagi ketempat namanya Gresik, yang juga menemukan 1000 keluarga China semuanya muslim. Dan pula di Surabaya 1000 keluarga China semuanya muslim. Nah, ini menunjukkan kalau Islam belum dianut secara masal. Bahkan ketika Cheng Ho datang terakhir ke Indonesia  pada tahun 1433, dia mengajak juru tulisnya namanya Mahwan. Ia mencatat penduduk pulau jawa disepanjang pantai utara itu terdiri dari 3 kelompok masyarakat: Pertama Cina yang semuanya muslim, kedua orang-orang barat yaitu Persia dan Arab mereka juga muslim, ketiga penduduk pribumi yang rata-rata masih kafir. Jadi tahun 670 s.d 1433 Islam sudah datang ke Nusantara. Wal-hasil, ada 800 tahun Islam tidak diterima di bumi nusantara secara massive. Ini fakta sejarah.
Lantas, 7 tahun kemudian dari campa (sekarang Vietnam) datanglah rombongan sunan ampel. Ini adalah awal sekali wali songo datang. Sunan Ampel datang ke Majapahit, kemudian diangkat Majapahit menjadi Imam Besar di Ampel Surabaya. Putra-putra Sunan Ampel: Sunan Bonang, Sunan Drajat, menantunya itu raden Patah dan Sunan Giri dan lainnya berdakwah dengan membentuk Wali Songo kira-kira tahun 1470. Itu terjadi saat putra-putra Sunan Ampel sudah besar. Kalau dakwah wali songo terjadi mulai tahun 1970 an yang metodenya bersifat kultural kepada masyarakat. Kira-kira setelah wali songo lahir yakni tahun 1515. Seorang portugis bernama Tomy Pires, datang ke Jawa, itu masih ada sunan Kali Jogo, Sunan Giri 2. Sepanjang pantura pulau jawa penguasanya adalah adipati-adipati muslim. Ada kerajaan Jawa kafir dipedalaman nama rajanya Wijaya, yakni Majapahit. Jadi, setelah ada Wali Songo penguasa pantura adalah muslim semua. Artinya, dakwah itu dilakukan Wali Songo karena sebelum itu tidak ada. 1522 datang Antonio Pigapeta, dia masih melihat orang majapahit.
Beberapa hal yang menyebabkan Islam sebelum era Wali Songo tidak bisa diterima secara massive. Ketika awal Islam, Rosulullah pernah berkirim ke Raja Persia untuk memeluk Islam tetapi raja Persia menolak. Bahkan dengan marah-marah merobek surat itu sembari mengatakan,”Kita ini bangsa beradab yang sudah maju, bagaimana disuruh mengikuti orang-orang dari padang pasir”. Ketika Rosul berkirim surat lagi ke Romawi Heraklius, ia menerima surat itu namun juga menolak untuk masuk Islam karena merasa Romawi bangsa yang maju. Maju teknologi dan ilmu pengetahuannya.
Ternyata kasus diatas juga terjadi di Indonesia. Ketika saudagar-saudagar Islam mengenalkan Islam ke Indonesia. sebab Indonesia waktu itu sudah maju, teknologinya sudah maju. Contoh, pada abad ke-3, yakni tahun 270, ada seorang pegawai Bea Cukai namanya Whang Sen, dia menulis bahwa kapal datang dari selatan, dari Jawa berdagang ke Cina ukurannya 3 kali ukuran kapal Cina. Bisa dinaiki 700 orang awak kapal dan mampu memuat 10.000 ton barang. Ini abad ke-3 Masehi sudah seperti itu. Cina saja belum bisa. Belum lagi kemampuan-kemampuan masyarakat nusantara waktu itu seperti membikin bangunan-bangunan besar, candi-candi besar. Bahkan semenjak tahun 648 sudah memiliki KUHP. Namanya : Kalingga Darma Sastra. Itu disusun raja kalingga : Kartisea Shima. Yang istrinya sangat terkenanl yakni Ratu Shima. Kitab itu terdiri dari 119 pasal. Tahun 648 itu sama dengan masa kholifah Usman bin Affan. Jadi, nusantara sudah cukup maju.
Raja hanya sebagai kepala negara. Raja ini yang membawahi para hakim, para jaksa. Yang mengatur pemerintahan itu namanya Maha Patih (eksekutif). Sistem demokrasi waktu itu, raja mempunyai kewenangan menerima laporan langsung dari rakyat. Jadi, raja mempunyai tempat di alon-alon untuk duduk. Rakyat bisa menyampaikan protes terhadap kebijakan-kebijakan Maha Patih kepada Raja di alon-alon itu. “rumah saya digusur tanpa ada ganti rugi”, misalnya. Di situ ada petugas pencatat yang nanti akan disampaikan dan dimintakan pertanggung jawaban oleh Raja pada Maha Patih. Semakin banyak yang protes berarti semakin tidak becus si Maha Patih mengurus pemerintahan. Disitulah kewenangan raja untuk mencopot jabatan Maha Patih. Jadi tidak ada demonstrasi sebab mekanismenya langsung melapor pada yang punya kekuasaan.
Aturan waktu raja maupun pejabat kerajaan harus dari kalangan ksatria. Dalam kitab nawakita: kitab tatanegara dan sosial. Disitu disebutkan bahwa kalangan ksatria itu adalah orang yang tidak memiliki kekayaan pribadi. Semua kekayaan miliki negara. Jadi tidak ada istilah korupsi karena tidak mempunyai kekayaan pribadi. Nanti kalau ada orang mempunyai kekayaan pribadi status sosialnya turun menjadi golongan petani: sudah punya sawah, ternak itu rendah. Kalau mempuyai kekayaan lebih banyak lagi status sosialnya turun lagi menjadi sudra. Siapa itu sudra? Adalah saudagar, rentenir, semakin besar kekayaannya maka semakin rendah status sosialnya. Itu aturan sampai zaman majapahit. Wal-hasil, kalau zaman dahulu dikatakan kaya raya itu dikatakan rendah.
Jadi semenjak zaman mataram kuno hingga majapahit penduduk pribumi tidak boleh bekerja sebagai pelayan. Karena status pribumi adalah berstatus orang mulia. Dan yang boleh jadi pelayan itu harus orang asing. Pribumi lebih tinggi. Karena itu ketika saudagar-saudagar Arab datang ke sini sudah memiliki dua kriteria : orang asing dan saudagar atau sudro. Orang nusantara tidak mau mengikuti orang sudra itu. Sewaktu Kertanegara menjadi raja di Singosari, Kubilai Khan dari Cina berkirim surat padanya. Yang isinya : kamu harus tunduk pada kaisar. Raja Kertanegara marah besar sampai utusannya dilukai sama Kertanegara. Lha wong orang-orang Cina di Nusantara menjadi pelayan kok malah Nusantara disuruh tunduk pada Cina.
Lha, ketika Wali Songo datang ke Nusantara ia bukan dari golongan saudagar tapi Brahmana. Apalagi mereka akhirnya menjadi bangsawan-bangsawan disini. Jadi, dakwah Wali Songo bisa diterima salah satu sebabnya karena ada struktur sosial. Proses ini baru mengalami perubahan pada 1 Mei 1848 ketika belanda membuat aturan: Bahwa Belanda adalah warga kelas satu. Timur asing: Cina, Arab, Afrika golongan kelas dua. Sedangkan pribumi warga kelas tiga. Jadi dibalik oleh Belanda. Oleh karena itulah orang-orang pesantren melakukan perlawanan. Itulah di kolonial arsip ditemukan selama tahun 1800 s.d 1900 terjadi 112 kali pemberontakan dipimpin guru tarekat dan orang-orang pesantren. Maka kita mendengar orang-orang  NU dulu selalu mengatakan “man tasyabbaha biqoumin fahuwa minhum”,”barang siapa menyerupai suatu kaum maka ia dihukumi seperti kaum itu. Adalah bentuk perlawanan terhadap orang-orang belanda. Tidak mau orang-orang pesantren direndahkan oleh aturan mereka.
Dalam rangka melancarkan program Belanda itu orang-orang belanda mengenalkan secara sitematis hegemoni pemikiran melalui pendidikan. Yakni sekolah. Jadi, sekolah itu sebenarnya proses kolonialisasi penundukan masyarakat untuk mengikuti aturannya kolonial. Pesantren tetap tidak mau. Karena itu tidak diakui pesantren. Lha, ketika Indonesia merdeka Pesantren tetap tidak diakui lembaga pendidikan. Karena itu pesantren salaf tidak akan dibantu. Kalau pesantren salaf kepengen dapat bantuan ya harus bikin sekolahan. Disitulah hegemoni pemikiran barat terhadap orang Indonesia.
Jadi, Islam tidak mungkin berkembang tanpa Wali Songo karena sejarawan dunia itu mengatakan setelah Wali Songo cuman mereka tidak tahu mengapa begitu cepat. Ada proses yang lebih cepat dari  Wali Songo? Dalam waktu 50 tahun mengislamkan se Indonesia. Pasti itu mereka orang-orang luar biasa karena ilmu-ilmu barat tidak bisa menjawab.
MENGENAL DAKWAH ALA WALI SONGO
Bagaimana Metode dakwah Wali Songo sehingga melahirkan Islam Nusantara yang mendapat simpati dari seluruh dunia. Dimana, Arab saudi yang katanya menjadi “kiblat” Islam faktanya kini kurang mendapat simpati masyarakat Islam sendiri. Pertama, Wali Songo menyebarkan Islam dengan ajakan yang sesuai dengan ajaran Rosulullah Saw. Allah berfirman dalam QS. An-Nahl [16]: 125,
Ud`u ila sabili robbika bi al-hikmati wa al-mau`idhoti al-hasanati wa jadilhum bi al-lati hiya ahsanu
Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan berdebatlah dengan cara yang baik.
KH. Musthofa bisri waktu di Suluk Malemannya Habib Anis Ba`asyim , ketika menerangkan ayat ini mencontohkan bagaimana seorang calo terminal mengajak orang untuk naik bus yang ditawarkan. Calo terminal itu kalo mengajak orang biasanya dengan cara-cara yang halus. Atau mengiming-inging fasilitas bus yang nyaman. Tidak ada calo bus yang mengajak orang dengan cara-cara yang kasar. Lha, kalau orang Islam berdakwah atau mengajak orang pada jalan yang benar tapi menggunakan cara-cara yang keras tentunya kalah dengan calo bus itu.
Lebih lanjut Gus Mus menjelaskan bahwa harus dibedakan antara berdakwah dengan amar ma’ruf nahi munkar. Berdakwah itu ayatnya QS. An-Nahl [16]: 125 itu, maksudnya berdakwah itu mengajak dari orang yang belum masuk Islam menjadi Islam. Sedangkan amar ma`ruf nahi munkar itu mengingatkan pada orang-orang yang sudah masuk Islam tapi melenceng itu bisa dilihat di QS. Ali Imron [3]: 104. Sebab selama ini ada pemahaman yang rancu terhadap istilah-istilah itu.
Dakwah Wali Songo yang bersifat kultural itu tentunya juga meniru Nabi Muhammad Saw. Banyak contoh sebenarnya tentang budaya-budaya lokal yang tetap dipertahankan Nabi jika kita mau menggali sejarah. Namun contoh yang hebat adalah bagaimana Muhammad, meskipun seorang Nabi dan Rosul Allah, beliau tetap mempertahankan pakaian lokal Arab waktu itu. Nabi Muhammad Saw tetap menggunakan budaya Arab itu seperti sorban, jubah, jenggot itu yang padahal Nabi Muhammad bisa saja membuat pakaian baru khusus Islam. Jadi, model pakaian Nabi Muhammad Saw, itu juga dipakai oleh Abu Jahal, Abu Lahab dan masyarakat Arab saat itu. Nah, orang sekarang mengira jika jubah, jenggot, sorban itu adalah identitas Islam. Cuman bedanya Abu Lahab, Abu Jahal dengan Nabi Muhammad itu adalah raut muka. Kanjeng Nabi itu raut mukanya tersenyum sedangkan kalau Abu Jahal mukanya sangar. Jadi boleh memakai pakaian yang dikenakan Nabi Muhammad Saw, tapi mukanya harus tersenyum. Tidak hanya meniru pakaiannya saja.  
Wal-hasil, keberhasilan Nabi Muhammad dalam berdakwah selain karena hal lain seperti pecinta sastra seperti Umar yang masuk Islam karena keindahan sastra Al-Qur’an. Tapi banyak juga yang masuk karena pribadinya Nabi Muhammad Saw, yang mempunyai ruh al-dakwah. Dan, itu ditiru oleh Wali Songo.


KH. HASYIM MUZADI : PANCASILA SOLUSI INDONESIA SEBAB INDONESIA BUKAN NEGARA ATEIS DAN BUKAN NEGARA SEKULER DAN BUKAN NEGARA AGAMA : SUKSES MUKTAMAR NU KE-33


(Di adaptasi dari ceramah KH. Hasyim Muzadi)

WACANA MARZUKI ONLINE. Tulisan ini adalah catatan saya ketika mendengarkan orasi ilmiah beliau yang disampaikan disuatu forum yang membahas tentang PANCASILA  SOLUSI  INDONESIA. Ceramah ini diawali KH. Hasyim Muzadi dengan menceritakan tentang silaturohimnya kemarin dengan Bu Megawati. Dimana  Bu Mega curhat, “Pak Hasyim Pancasila ini sedang dipolemikkan tanggal kelahirannya, tanggal 1 juni atau 18 agustus? Pak Hasyim mengatakan, “Lha menurut Ibu bagaimana?”. Bu Mega menjawab,”Ya ndak usah dipolekmikkan, 1 Juni itu hari kelahirannya sedangkan 18 Agustus itu pembuatan akte kelahirannya”. (disambut gemuruh tawa dan tepuk tangan para hadirin). Jadi 18 agustus adalah penetapan konstitusinya. Pak Hasyim pun menambahkan bahwa Pancasila semenjak kelahirannya hingga sekarang belum terealisasi nilai-nilainya secara utuh baik secara filosofis dan praktis. Masih terus dalam proses. Nah, dari 17 Agustus 1945 sampai dengan tahun 1949 ada maklumat Wakil Presiden yang melahirkan Pemilu 1955, yang melahirkan demokrasi liberal yang tidak pas dengan konsep pancasila kemudian karena terancam perpecahan waktu itu dari tahun 1945-1999. Maka muncullah dekrit Presiden untuk kembali ke UUD 1945. Yang mukadimahnya berisi Pancasila. Nah, dari itu Bung Karno mendraff Pancasila dengan kenyataannya tetapi waktu itu terlalu pendek untuk merealisir Pancasila yang begitu filosofis begitu humanis, komprehensif dan sifatnya universal.
Namun belakangan malah masuk angin terjadi tarik menarik maka lahirlah orde baru. Yang ada P4 itu : Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila. Tapi sayangnya itu hanya artifisial. Orang-orang hanya disuruh menghafalkan butir-butit saja. Sehingga ia hanya mengira Pancasila itu butir-butir seperti telur itu saja. Manggala-manggalanya itu hanya sibuk membuat kursus-kursus tapi anehnya pada saat reformasi dimana UUD 45 diubah termasuk menabrak beberapa prinsip-prinsip Pancasila itu yang melopori manggala-manggala P4 di MPR itu. (disambut tepuk tangan riuh yang kemudian Mbah Hasyim menyambut dengan,”Yang tepuk tangan ini karena belum mendapatkan di MPR saja”).
Nah, begitu masuk reformasi ada adagium: tidak ada UUD yang tidak memerlukan perubahan pada proses zaman. Termasuk Amerika Serikat sendiri pernah mengamandemen beberapa pasal. Dari declaration of independent, tetapi perubahan undang-undang dasar yang begitu mendasar itu harus sesuai dengan kebutuhan ketika itu bukan sesuai selera yang mengamandemen. Nah, yang ada di Indonesia ini perubahannya sesuai dengan selera yang mengubah. Sampai 4 kali diubah lagi diubah lagi. Dan sifatnya lebih reaktif terhadap kondisi rezim sebelumya daripada filosofis bangsa Indonesia. (Disambut tepuk tangan riuh). Jadi, saya pernah mempertanyakan, reformasi ini rekonstruksi Indonesia atau revolusi Indonesia atau atau hanya reaksi dari rezim ke rezim. Sehingga apa yang dirasakan tidak enak pada zaman Pak Harto itu dibongkari semua sehingga dengan demikian, ketika Petani menyiangi tanaman padinya, kan ia harus mencabuti rumput-rumputnya bu, supaya padi ini bisa tumbuh subur. Tapi karena terlalu semangat padinya ini ikut tercabut. Akhirnya hingga saat ini Republik Indonesia tidak menikmati hasil panen. (Disambut gemuruh tepuk tangan). Kecuali panen masuk angin itu tadi.
Saya akan membagi pembicaraan saya ini dalam tiga bagian. Sebab sekarang pancasila kita dibandingkan dengan filsafat negara yang tidak berpancasila. Kedua, mengapa Pancasila tidak selesai-selesai menjadi kenyataan sekalipun didiskusikan terus, bahkan sekarang mendiskusikannya pun sudah mulai malas. Yang ketiga, kira-kira apa yang akan terjadi dibelakang. Kira-kira saja karena saya ini bukan dukun. Pertama, di Pancasila ini kan ada Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, Indonesia bukan negara ateis. Bukan negara sekuler. Dan bukan negara agama. karena kalau negara ateis tidak percaya dengan adanya Tuhan. Dia anti Tuhan. Aneh juga, sesuatu yang tidak ada kok dianteni. Bukan pula negara sekuler. Karena membiarkan orang untuk beragama atau tidak beragama. Tidak pula menjadi negara agama karena teks agama tidak menjadi konstitusi tapi universalitas nilai-nilai agama yang dikemas dalam konstitusi nasional itu sebagai payung untuk masyarakat Indonesia. Nah, sekarang mana contohnya, sekarang kita lihat negara Eropa Timur yang semenjak 70 tahun yang lalu menyatakan sebagai negara komunis, negara ateis dan agama tidak boleh hidup. Negara itu berumur 70 tahun. Komunisme di dunia mulai tahun 70 an, dan ambruk tahun 90 an, oleh Gorbachev. Padahal untuk mendirikan negara yang tidak bertuhan ini,  didalam catatan sejarah menulis bahwa tidak kurang dari 110 juta orang mati untuk revolusi. Ternyata setelah 70 tahun ambruk. Saya baru saja ke Moscow, di Sankt-Peterburg. Disana selama satu bulan itu rembulan hanya tampak satu minggu saja. Oleh karenanya saya ingin mengajak ulama-ulama Indonesia pergi kesana supaya mereka tahu, bagaimana menghitung rukyahnya disana. Karena bulannya tidak tampak padahal untuk merukyah itu membutuhkan pengincengan (peneropongan). Ya, ini hanya untuk memperluas wawasan saja. Tapi tiketnya yang mahal. Tapi manfaatnya besar, supaya mempunyai wawasan global daripada pemikir-pemikir agama kita. Nah, saya terus ke Chekoslowakia dan terus ke Hongaria.
Dalam kondisi reformasi negara komunis mulai berubah: pertama, mulai beragama. Kedua, mempunyai hak pilih. Ketiga, orang berhak untuk memiliki harta. Disana Kristen adalah nomor satu pemeluknya sedangkan Islam nomer dua. Sekarang 60.000 Masjid dibuka di Rusia sementara 170.000 Gereja dibuka. Tapi masyarakat ini masih mikir-mikir: Tuhan ini ada betul atau nggak? Kan, zaman komunis dulu negara mengatakan: Tuhan itu tidak ada dan tidak boleh diadakan. Setelah reformasi makanya masyarakat berfikir: ini sebenarnya Tuhan ada atau tidak ada. Jadi, antara ada dan tidak ada. Artinya apa, ateisme hanya bisa bertahan 70 tahun saja karena bertentangan dengan jiwa manusia yang paling dalam.
Sekarang masuk ke Eropa barat, yang menggunakan sekuler. Yakni: soft ateisme. Disitu antara agama dan negara dipisah. Jadi tidak boleh ada kebaktian Katolik di Istana, Kabupaten, dan tidak boleh dekat-dekat dengan konstitusi. Undang-undang adalah undang. Agama adalah agama. Tidak boleh dicampur adukkan. Dan itu diterima oleh bapak-bapak baik yang di Vatikan atau yang di Eropa barat. Lantas apa yang terjadi? Di negara-negara sekuler ini pelan-pelan agama itu dihancurkan oleh sekularisasi. Banyak norma-norma agama yang dihancurkan oleh undang-undang. Misalnya, kita masuk di Copenhagen, disitu ada Denmark, Norwegia, Austria, undang-undang perkawinan disana memperbolehkan  nikah sesama jenis. Padahal, tidak ada agama yang memperbolehkan pernikahan model seperti itu.
Sekarang ke Timur Tengah, masuk negara yang berdasarkan agama. Kenapa Timur Tengah menjadi negara agama? Pertama, karena agamanya mono agama. Berbeda dengan di Indonesia ini multi agama. Makanya, ketika di Timur Tengah konstitusinya berdasarkan Islam mereka menerima karena semuanya Islam dan selain Islam mereka menolak. Tetapi harus diingat, agama itu suci dan negara tidak yang suci. Karena negara dibuat oleh orang. Makanya, pasti ada jarak antara agama yang suci dengan negara sekalipun ia mengklaim sebagai negara agama. Saya sudah sampai Saudi Arabia, Turki, itu umumnya mengatakan negara Islam. Namun faktanya ada yang tenang ada yang ribut. Seperti di Afganistan itu banyak yang saling membunuh. Saya masuk Pakistan, di Islamabad yang disitu ada suatu tempat ditempati orang sunni dan syiah sekaligus untuk haul, jadi bergantian. Mereka juga saling bunuh, apakah mereka saling membunuh itu diajarkan dalam Islam atau dibenarkan dalam Islam? Tidak!  Menuju ke negara Irak ada Saddam Husein, disana ada Sunni, Syiah, Kurdi juga terjadi saling membunuh padahal berada dalam negara Islam. Apakah Islam membenarkan saling membunuh itu? Tidak! Wal-hasil, orang Islam yang tidak paham Islam kemudian menggunakan Islam secara tidak baik sehingga antara orang dengan Islam ada jaraknya.  
Saya pernah disuruh menengahi konflik antara sunni dan syiah di Timur Tengah, Lebanon. Di forum itu saya menyampaikan: Bapak yang sunni atau syiah. Kita lahir sunni atau lahir  syiah itu setelah Rosulullah Saw, setelah sahabat disitu baru ada perpecahan sunni dan syiah. Lho, kalau surga itu hanya ditempati orang-orang sunni saja atau orang-orang syiah saja, maka Rosulullah Saw yang hidup sebelum era itu tempatnya dimana? Wal-hasil, bedakanlah antara dogma agama dengan dogma orang terhadap agama.
Nah, Indonesia memakai Pancasila, yang sila pertama berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, negara ini muti agama ada Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan lain sebagainya maka yang dinaikkan jangan teks salah satu agama tetapi nilai universal dari seluruh agama dikemas dalam ideologi negara Republik Indonesia, sedangkan intinya pada Ketuhanan Yang Maha Ini. Tapi penjabaran Ketuhanan Yang Maha Esa dalam ritual dan aksi tentu berbeda tapi semua percaya pada Tuhan. Sholat dan ibadah bisa beda tapi keinginan masyarakat yang plural terhadap kesejahteraan, kedamaian, gemah ripah loh jinawi adalah sama. Semua agama mempunyai cita-cita yang sama. Maka yang berbeda tidak usah dipaksa sama tetapi yang sama jangan sekali-kali dibedakan. (gemuruh tepuk tangan). Negara berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa, jadi Indonesia bukan negara sekuler. Semua agama dilindungi di negara Indonesia. Kalau ada yang merusak tempat-tempat Ibadah harus diproses hukum. Artinya negara tidak apatis dengan agama namun negara tidak mengatur sebab agama adalah urusan peribadatan pribadi, ritual dengan Tuhannya.
Melihat Indonesia ini sebenarnya luar biasa. Lantas, mengapa kita harus minder menjadi bangsa Indonesia? ini karena kita lama dijajah belanda sehingga kita melupakan kehebatan kita. Orang Indonesia yang mukim di Arab, belum sampai dua bulan itu lebih Arab dari orang Arabnya. (Gemuruh tawa). Memakai pakaian yang menutupi semua tubuhnya kecuali kedua matanya. Ini kan melanggar HAM. Karena dia bisa melihat kita, sedangkan kita tidak bisa melihatnya. (Gemuruh tawa). Itu kan budaya Arab bukan syariat. Karena budaya Arab lebih dulu lahir dari Islam. Begitu pula yang pergi ke Amerika. Belum sampai dua tahun mukim di Amerika, itu pulang sudah lebih koboi dari Josh Bush. Gayanya, pikirannya seakan-akan tidak ada yang lebih baik dari Amerika. itu disebabkan kita minder menjadi bangsa Indonesia. Dan itu melanda pemikir-pemikir kita, intelektual-intelektual kita, pemimpin-pemimpin kita. Sehingga konsepsi ke Indonesia ini dicampakkan begitu saja. Jadi Pancasila bukan negara agama, bukan negara ateis, bukan negara sekuler. Wal-hasil, Indonesia adalah negara yang bukan-bukan. (Disambut gemuruh tawa yang riuh).
Mengapa yang digunakan bukan teks agamanyanya? Karena teksnya ini harus berjalan dicivil society bukan pada nation state. Nation state ini umbrela all , kalau ingin melakukan sendiri silahkan melakukan di jam`iyah yang disebut dengan civil society. Silahkan di NU, silahkan di Muhammadiyah, silahkan di PGI
Persatuan Indonesia. Mengapa Persatuan? Karena Al-Qur`an bilang Persatuan itu kebangsaan. Intenasionalisme itu ta`aruf. Saya tidak memakai dalil karena tidak semuanya mengerti dalil. Tapi yakinlah karena saya kyai pasti saya mengerti dalil. (Gemuruh tawa)
Ya ayyuha al-nasu inna kholaqnakum min dhakarin wa untsa wa ja`alnakum syu`uban wa qobaila lita`arofu inna akromakum `inda llahi atsqokum inna llaha `aliimun khobirun (QS. Al-Hujuroot [49]: 13).
Hai manusia, sesungguhnya Kami mencipatakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertakwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Jadi bangsa dan kabilah itu dibuat dengan identitasnya sendiri. Internasionalisme itu adalah ta`aruf. Artinya, interdepedensi tetapi masing-masing mempunyai depedensi sendiri-sendiri dan harus dihargai. Jadi, hanya negara yang berkebangsaan yang bangkit menjadi negara besar tidak menjadi negara kuli termasuk Indonesia.
Siapa bilang Amerika itu tidak nasiolisme egois? Lha wong 2 orang warga negaranya yang hilang di Papua aja ributnya bukan main kok. Tapi kita yang warga negaranya digantung dimana-mana tenang-tenang saja. (Gemuruh tepuk tangan). Jadi Persatuan Indonesia bukan anti internasionalisme. Karena persatuan kebangsaan itu adalah azali secara filosofis.
Kemanusia Yang Adil dan Beradab. Coba perhatikan, bahwa seluruh agama mulai dari teologi bergeser ke ritual bergeser pada pengabdian sosial ujungya mesthi kemanusiaan. Agama yang berhasil itu jika sampai pada kemanusiaan.
Aroaita al-ladzi yukaddibu bi al-dini (QS. Al-Ma`un [107]: 1)
Ini yang nggak ngerti santai saja ya. (gemuruh tawa). “Kamu pengen tahu ya, orang yang mendustakan agama?”. Beragama tapi dusta. Yaitu mereka yang beragama namun tidak sampai pada kemanusiaan. Nah, di Pancasila ini malah ditambah adil, beradab. Kalau tidak berpakaian masuk facebook itu beradab apa tidak. Sedangkan, adil inilah maka posisi Indonesia harus Non Blok. Tidak boleh pro barat, tidak boleh pro timur. Dia harus menegakkan kebenaran. Maka, Indonesia harus memperkuat yang benar. Bukan membenarkan yang kuat. Hari ini kita sedang terkesima dengan memperkuat yang kuat dan kurang memperkuat yang benar. Dan itu bukan hanya salah kita karena hukum kita masih begitu. Kalau orang korupsi sedikit, gampang tertangkap. Karena tidak bisa diratakan. Kalau korupsi yang besar sulit tertangkap karena semuanya kebagian rata, jadinya aman. (Gemuruh tawa dan tepuk tangan). Dulu, semua bicara century sampai DPR. Ayo buka kasus ini seterang-terangnya akhirnya kasusnya ditutup segelap-gelapnya. (Gemuruh tawa dan tepuk tangan). Ini yang tepuk tangan karena belum kebagian aja, coba kalau kebagian.
Nah, kata berikutnya menarik, yakni “Kerakyatan” bukan keelitan. Kerakyatan yang dipimpin artinya kita ini membutuhkan bimbingan. Tidak hanya dibiarkan atas nama demokrasi. Yang dipimpin tapi pemimpin ini dalam hikmat kebijaksanaan itupun masih dalam permusyawaratan dalam perwakilan.
Apa itu hikmah? Saya pernah belajar filsafat, yang namanya hikmat itu adalah inti dari sebuah fenomena. Jika ada hukum itu hikmahnya adalah keadilan. Kalau ada hukum belum sampai pada keadilan maka ia baru sampai teks hukum, informasi hukum, ilmu hukum tapi bukan hikmah hukum. Hikmahnya ekonomi adalah kesejahteraan yang merata. Nah, ketika ahli ekonomi Cuma memelaratkan rakyat kemudian menghisap dari bawah ke atas atau atas ke bawah maka teori ekonominya tidak sampai pada hikmat ekonomi. Hikmatnya politik adalah penataan kenegaraan dalam sebuah sistem sehingga melahirkan ketertiban toto tentrem kerto raharjo. Tapi ketika politik ini menjadi politisasi dipolitisir akhirnya politik artinya ngakali. “saya dipolitiki”, ini berarti artinya diakali. Wal-hasil, kalau politik itu sampai pada hikmat ia adalah pahlawan.
Dulu, saya ingat ketika masih kecil ada anggota parlemen datang, semua orang desa mengelu-elukan. Sekarang kalau ada politisi datang ke desa paling dimintai uang. Ini dua-duanya adalah politisi. Namun ada politisi yang sudah sampai pada hikmat tapi juga ada politisi yang hanya sampai sebatas aksi saja. Hikmah itu besar.
Kebijaksanaan, jadi harus bijaksana jangan hanya semaunya sendiri. Pemimpin harus bertanggung jawab. Jangan lempar batu sembunyi tangan. Jangan bilang “saya bersih”, biar masyarakat yang bilang bersih. Nah, antara pemain dan pemimpin itu cuman sedikit saja perbedaannya. Kalau pemimpin itu memimpin kita semua. Kalau pemain sedang mempermainkan kita semuanya.
Hikmat kebijaksanaan dalam perwakilan. Saya pernah usul ke Presiden, tapi berhubung saya yang usul ya tidak mendapat respon apa-apa. “Pak Presiden, Indonesia ini yang pilihan langsung asalnya kan cuman parlemen, kalau ditambah ya pilihan Presiden saja yang lain-lain itu perwakilan aja, untuk memasukkan kata-kata “Hikmat Perwakilan”. Coba lihat, sekarang pilkada dimana-mana akhirnya menyibukkan MK saja. Kata Pak Mahfudz: 67% Pilkada bermasalah. Dan masalahkanya tidak hanya politik tapi juga ekonomi karena sedotan dana baik di KPU dan kandidatnya. Belum kalau orang-orang itu tidak mau milih kalau tidak 50 ribuan. Itu saja kalau dinaiki orang pindah Pak. Ini bukan pengalaman lo pak. Ada yang nerima sana, nerima sana, nerima sana akhirnya ndak milih. (Gemuruh tawa dan tepuk tangan). Ini kan sebenarnya kita mengingkari diri kita sendiri.
Keadilan Sosial. Ini komprehensif. Karena sosial itu meliputi pendidikan, hukum, perlindungan, ekonomi, luas segala macam. Jadi yang namanya keadilan sosial adalah keadilan komprehensif. Perkara orang kaya atau miskin jangan ditentukan adil atau tidak tapi disebabkan kapasitas dia dalam menjalankan kehidupan. Saya selalu katakan: orang-orang Islam, orang-orang yang beragama, orang-orang Indonesia sudahlah jangan ragu-ragu terhadap pancasila.
Hari ini kita sudah ragu terhadap pancasila. Alasannya, ternyata dari hari kehari Pancasila tidak bisa menyelamatkan Indonesia. Padahal, bukan pancasilanya yang salah tapi pengamalan pancasilanya yang belum sempurna. Cuma setiap filosofi bangsa tidak bisa selesai dengan sendirinya tanda diwadahi sistem kenegaraan yang menjamin terselenggaranya filosofi itu. Lha, yang menjamin terselenggaranya ini UUD. Kurang banyak kasih undang-undang, lha yang diubah itu yang diperlukan saja jika kondisinya sudah mendesak. Lha yang dimainin ini hanya tingkat undang-undang bukan UUD. Sayangnya, dulu P4, Pancasila, UUD 45 yang di P4 kan itu hanya artifisial, tidak dihayati apalagi dilakukan. Karena yang memberi ceramah dengan yang diceramahi sama bohongnya. Tapi karena ada dananya, ya ndak papa. Mari kita bohong bersama-sama. Tiga partai waktu itu PPP, Golkar, PDI itu sebenarnya bagus, namun karena tidak diberi wewenang maka seperti hanya menjadi legislator saja. Dan yang mempunyai wewenang pusatnya diatas sehingga terjadilah reformasi itu.
Disinilah pentingnya belajar sejarah. Negara-negara besar itu selalu mempelajari sejarah supaya ia mengetahui karakter bangsanya dan tahu kemana ia akan memimpin bangsanya.  Sementara hari ini kita tidak diajarkan sejarah bangsa atas dasar demokrasi. Dan demokrasi sekarang sudah menjadi industri, namanya industri demokrasi. Kenapa? Karena ia lahir ketika rakyat sedang miskin. Sebenarnya kalau rakyat cukup pangan, papan, sandang, cukup ekonomi, cukup pendidikan, cukup kesehatan, cukup pelindungan hukum, demokrasi itu akan datang dengan secara natural pelan-pelan. Tetapi ketika demokrasi datang ketika susah makan maka demokrasi akan ditukar dengan sembako. Wassalamu`alaikum warohmatullahi wabarokatuhu.
Garuda Pancasila. Akulah pendukungmu. Patriot proklamasi. Sedia berkorban untukmu. Pancasila dasar negara. Rakyat adil makmur santosa. Pribadi bangsaku. Ayo maju. Ayo maju. Ayo maju-maju.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   







Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.