Wacana Marzuki. Tipu daya adalah berbagai daya upaya yang
bergerak secara halus dan bisa berakibat buruk. Tentu sebuah tipu daya yang
bergerak menyerang orang-orang yang beriman perlu diwaspadai. Kita sebagai
hamba Allah, yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya sudah seharusnya
memperhatikan hal-hal apa saja yang bisa menjadi tipu daya bagi orang yang
beriman. Maka kita perlu kita mengenali apa saja tipu daya yang bisa menjadi
virus ini.
Mengingat
tipu daya adalah bergerak sedemikan halusnya, maka mengenalinya juga membutuhkan
keteguhan iman yang baik. Dan sebagai mu`min kita sudah mengerti bahwa musuh
kita adalah syetan, yang mana ia telah mendapat rekomendasi dari Tuhan. Karena
kita sulit berkenalan dengan syetan seyogyanya kita mampu untuk mengenali sifat
dan produk-produk perilakunya. Tujuannya, supaya kita bisa mengatasi tipu daya
syetan dan mengalahkannya.
Di
bawah ini adalah 6 Tipu Daya Yang Paling Besar, yang seyogyanya menjadi bahan
perenungan bagi kita. 6 faktor ini saya nukil dari kitab Nashoihul `Ibad, Karya
Syeikh Muhammad Nawawi Ibnu Umar Al-Jawi.
1.
Terus menerus berbuat dosa dengan
mengharapkan ampunan tanpa disertai penyesalan.
Bagaimana
Allah mengampuni pertobatan tanpa penyesalan, sementara Allah berfirman; ”Yaa
ayyuhalladziina aamanuu tuubuu ila Allahi taubatan nashuha `asa robbukum an
yukaffiro `ankum sayyiatikum wayudkhilkum jannaatin tajrii min tahtiha al
anhaaru yauma laa yukhzii Allahu annabiyya walladziina aamanuu ma`ahu nuuruhum
yas`a baina aidihim wabiamaanihim yaquuluuna robbana atmim lana nuuronaa wagfir
lana innaka `ala kulli syai’in qodiirun”,”Hai orang-orang yang beriman,
bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan
Tuhan kamu akan menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam
surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai pada hari ketika Allah tidak
menghinakan Nabi dan orang-orang yang beriman bersama dengan dia; sedang cahaya
mereka memancar dihadapan dan disebelah kanan mereka, sambil mereka
mengatakan,”Ya Tuhan kami cahaya kami dan ampunilah kami; sesungguhnya Engkau
Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS. At-Tahrim[66]: 8).
Mengharapkan
ampunan tanpa disertai penyesalan adalah sama hal kita berharap hasil tanpa ada
sebuah usaha alias sia-sia. Sebab penyesalan merupakan bagian dari pertobatan
itu sendiri. Dengan penyesalan berarti kita sudah siap meninggalkan perbuatan
dosa yang telah kita lakukan. Penyesalan merupakan sebuah fase kedua dari
pertobatan. Setelah kita sadar akan perbuatan dosa yang telah kita lakukan,
selanjutnya adalah penyesalan lantas meninggalkannya.
Pertobatan
seseorang tentu saja harus dibarengi dengan upaya pendekatan diri yang maksimal
bukan malah kontinyu berbuat dosa. Apalah kata, sebuah permohonan ampun namun
tetap melakukan perbuatan dosa, bisa jadi itu malah mengejek tuhan?
Tobat
adalah sebuah aktivitas berhenti dari melakukan dosa dan berikhtiar untuk
mengikuti petunjuk Allah Swt. Jika yang terjadi adalah “mengejek tuhan” itu
bisa-bisa hati orang itu akan semakin keras dan sulit tunduk terhadap petunjuk
Allah Swt.
Esensinya,
permohonan ampun seseorang akan berhasil jika ia sungguh-sungguh dalam menjalankan
pertobatannya itu. Mulai dari menyadari dosa, menyesalinya, memohon ampun,
beramal saleh, lebih mendekatkan diri kepada Allah.
Al-hasil,
ia akan mendapat ampunan dan hidayah.
“Wa
innii lagoffaarun liman taaba wa aamana wa `amila sholihan tsumma ahdaa”,”Dan
sesungguhnya aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal
saleh, kemudian tetap di jalan yang benar”. (QS.
Toha[20]: 82).
2.
Menanti agar dekat kepada Allah tanpa
melakukan taat
Bagaimana
bisa mendekatkan diri kepada Allah tanpa sama sekali melakukan ketaatan kepada
Allah? Bagaimana kita bisa mengambil hati seorang pimpinan kita jika kita
selalu acuh dengan tugas-tugas yang ia berikan? Itu logika sederhana.
Kiat-Kiat
Meraih Cinta Allah Swt;
Sebab,
meraih cinta Allah adalah dengan mengikuti petunjuk-Nya. Kalimat itu bisa kita
temukan di Al-Qur’an suroh Ali Imron ayat 31, - qul in kuntum tukhibbunna allaha
fattabi`uunii yuhbibkumu allahu wayagfir lakum dunuubakum wa allahu gofuurun
rokhiimun”, - Katakanlah,”jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah
aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.“ Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.
Mendekatkan
diri kepada Allah adalah juga dengan senantiasa bersabar dalam menjalankan
perintah Allah dan dalam mengahadapi
segala problematika (QS Ali Imron[3]: 146). Sabar juga diartikan tangguh.
Sebagai mu`min harus tangguh bukan loyo. Itulah mengapa ayat kesabaran banyak
diturunkan dalam peperangan. “kam min fi’atin qoliilatin golabat fiatan katsiirotan bi’idznillahi wa
allahu ma`a al-shobirin”,”Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat
mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta
orang-orang yang sabar”. (QS. Al-Baqoroh[2]: 249).
Sebagai
mu`min dampak horisontalnya harus berbuat baik terhadap sesama. Suka menolong
(QS. Al-Maidah[5]: 93). Jangan sampai terjadi suka berdzikir namun apatis
terhadap lingkungan sekitar. Sebab dzikir hanya in put sedangkan out putnya
adalah beramal saleh.
Sebagai
pemimpin, untuk meraih cinta Allah Swt, ia lebih berpotensi untuk berlaku adil
terhadap yang dipimpinnya. Memang, semua orang adalah pemimpin. Namun pemimpin
yang mempunyai akses lebih besar ia lebih besar kemanfaatannya, jika ia berlaku
adil terhadap rakyatnya. “inna allaha yuhibbu al muqsitiin”,”Sesungguhnya
Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil”. (QS. Al-Mumtahanah[60]:
8).
Terpenting,
semua amal yang kita kerjakan diniatkan hanya mencari ridho Allah Swt. Sebab,
bagaimana bisa kita mendapatkan cinta-Nya jika sholat kita dan amal-amal
lainnya hanya diniatkan untuk mencari
perhatian manusia. Jika begitu, bisa-bisa kita bukan menyembah Allah namun
menyembah makhluk. Ikhlas tidak gampang namun niat murni kepada Allah harus
dilatih.
3.
Mengharap kesenangan surga dengan menyebarkan
benih neraka
Tipu
daya yang ketiga juga patut kita waspadai. Betapa kita sering berhayal
kehidupan yang baik di akhirat namun perbuatan kita menjauh dari nilai-nilai
ajaran Rosul Allah. Kita kerap menikmati dalam menebarkan benih-benih neraka. Maka,
pengaharapan itu adalah sia-sia. Memang, memasuki surga Allah adalah ketentuan
Allah, namun Allah tidak akan mengingkari janjinya. Bahwa surga diperuntukkan
bagi mereka yang memohon ampunan-Nya kemudia bertakwa dan mereka yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah Swt.
Wa
sari`uu ila magfirotin min robbikum wa jannatin `ardhuhaa al-samawati wal ardlu
u`iddat lilmuttaqiin. Alladzina yunfiquna fii al-sarooi wal dhorooi wal
kadhimiina al-ghoidho wal-`aafiina `ani al-naasi wa allahu yuhibbu al-muhsiniin
Dan
bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang
luasnya seluas langit dan bumi yang
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang berinfak,
baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat
kebaikan. (QS.
Ali Imron[3]: 133-134).
Bagi
mereka yang masih mengharap kesenangan surga dengan menyebarkan benih neraka,
ayat ini membangunkan tidur mereka supaya lekas memohon ampunan kepada Allah
Subhanahu wa Ta`ala. Allah menjanjikan surga yang lebarnya selebar langit dan
bumi. Apalagi panjangnya!! Surga ini disediakan bagi mereka yang bertakwa.
Semoga kita bisa masuk dalam surga itu.
Bagi
mu`min, amalan terpenting adalah sholat. Sebab, sholatlah yang membedakan
antara seorang kafir dan mu`min. Dengan sholat kita juga bisa menghindar dari
perbutan kerusakan dan kemungkaran. Tentu, sholat itu harus dijalankan dengan
sepenuh hati. Bukan hanya melakukan kewajiban saja. Maka, itulah kenapa dalam
Al-Qur’an perintah mengerjakan sholat dengan “aqooma-yuqiimu”, yakni
mendirikan. Bukan “fa`ala atau yap`alu”, mengerjakan. Sebab mendirikan sholat
berarti bukan hanya sekedar fornalitas itu namun juga mendirikan nilai-nilai
dalam sholat itu sendiri. Sholat mengajarkan kepada kita supaya tunduk dan
tidak sombong. Sholat mengajarkan kepada kita untuk menengok ke kanan dan ke
kiri. Yakni, sebuah sikap untuk peduli dengan sosial masyarakat.
Al-hasil,
ketika sholat tidak bisa memberikan dampak sosial yang baik, Al-Qur’an
menyebutnya sebagai pendusta agama, lihat QS. Al-Ma`un[107]: 1-7.
4.
Mencari
tempat orang yang taat dengan melakukan berbagai maksiat,
Maksudnya, menginginkan masuk surga tanpa
berusaha menelusuri jalan ke arah sana, bahkan berani melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan perintah Allah. Dalam hal ini tidak mungkin ia mampu
mendapatinya, sebab imbalan yang diperoleh seseorang adalah sesuai dengan amal
perbuatannya. “innamaa tujzauna maa kuntum ta`lamuun”,”Sungguh kamu akan dibalas
sesuai dengan apa yang kamu perbuat”. (QS. Ath-Thur[52]: 16).
Poin ketiga ini gimana ya, seseorang menuju
suatu tempat suci namun berbuat tidak suci. Misal, ia ke Masjid namun malah
pacaran misalnya. Sebab, sekarang banyak masjid yang bagus-bagus nan megah layaknya tempat pariwisata, sehingga
banyak muda mudi yang datang dan mereka bukan berniat untuk beribadah namun
malah sebagai tempat ketemuan memadu kasih. Ya, ini banyak terjadi di
Masjid-Masjid masa kini.
Lantas, bagaimana itu? Bukankah itu melanggar
norma-norma agama. Tipu daya! Ya tipu daya syetan. Mereka sudah melupakan
esensi Masjid. Mereka lupa Masjid adalah “rumah Allah”.
Kasus lain apa ya? O, ya bagaimana tentang
seseorang yang pergi ke Pesantren namun lupa tujuannya. Pesantren adalah tempat menuntut ilmu-ilmu
agama Islam namun malah menekuni hal-hal yang tidak baik. Gimana?
Trus, kampus adalah tempat menekuni ilmu-ilmu yang lebih
luas namun malah justru terjebak dalam hedonisme. Ayo pigimane?
Ee, saya rasa banyak ya contohnya di zaman
sekarang ini. Saya sendiri juga terjebak dalam tipu daya ini mungkin. Saya sendiri kadang merasa melakukan
sesuatu yang saya pikir penting namun saya kurang berpikir panjang atau malah
justru saya berpikir panjang dan mengindahkan berpikir pendek. Saya rasa ini
juga tipu daya ya.
Banyak memang, saya sendiri kerap terjebak dalam
tipu daya. Memang syetan itu musuh yang sangat lembut sehingga kita sering
tertipu dengan bisikan-bisikannya. Gimana ya, tipu daya memang sulit dikenali.
Mana prioritas dan mana sekunder. Apalagi pemuda, kita kerap merasa ini
prioritas namun kita tidak bisa memilah mana yang sohih dan mana yang sholih?
Al-hasil, mari kita berekstrem ria dalam
menghadapi tipu daya, meski harus anti mainstream… hehehe
5.
Mengharapkan pembalasan sesuatu yang
mengakibatkan kesenangan, tanpa melakukan amal saleh.
Ini
malah gimana ya. Mengaharap nikmat tanpa melalui usaha yang baik. Wah, ini
kalau dalam ilmu gramatika arab, seingat saya disebut tamanni. Ini haya sebatas
imaginasi yang tak rasional. Dan biasanya hal semacam ini kerap dilakukan orang
gila saja. Maksudnya, gila cara berfikirnya. Siang-siang di musim kemarau yang
panas berharap turun hujan. Ya, itu kan bisa dikatakan khayalan gila secara
rasional. Meskipun semua akan bisa terjadi kalau Allah berkehendak. Namun jangan
lupa kalau Allah menciptakan kausalitas. “wa atainaa hu min kulli syai’in sababaa fa
atba`a sababa”,”dan Kami telah memberinya kepadanya jalan (untuk mencapai)
segala sesuatu maka diapun menempuh suatu jalan”. (QS. Al-Kahfi[18]:
84-85).
Tipu
daya semacam ini bahaya. Sebab ini kerap menghampiri hampir semua orang-orang
yang beriman, including me. Saya kerap
membayangkan diberi nikmat Allah yang super namun saya sendiri sering lalai
menjalankan perintah-Nya. Membayangkan, diberi balasan rizki berlipat-lipat
oleh Allah. Namun kalau saya flashback,
kapan saya melakukan amal saleh dengan usaha yang optimal? Yang sering, saya
hanya membayangkan kapan datangnya rizki itu, namun saya tiada memperbaiki
aktivitas kaselehan saya. Ya, inilah tipu daya yang berbahaya. Pastinya, saya
harus merenungi dalam-dalam firman Allah yang berbunyi, “matsalu al-ladzina yunfiquna
amwalahum fii sabilillahi kamatsali khabbatin ambatat sab`a sanabila fii kulli
sumbulatin miatu khabbah wa allahu yudho`ifu liman yasyaa’u wa allahu waasi`un
`aliimun”,”Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang
menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat
gandakan (ganjaran) bagi siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas
(Karunia-Nya) Lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 261).
Firman
Allah ini begitu menjanjikan balasan yang berlipat-lipat bagi hamba-Nya yang
mau menafkahkan hartanya di jalan Allah. Janji Allah itu pasti. Berbeda dengan
janji teman, kerabat atau manusia lainnya. Al-hasil, imaginasi tentang
pengharapan kenikmatan dari Allah Swt harus dibarengi dengan amal saleh yang
murni karena Allah.
6.
Mengharapkan rahmat Allah, padahal
perbuatannya melampuai batas,
Seorang
penyair bersyair,”Dan mengharapkan
keselamatan, namun dia tidak menempuh jalan keselamatan. Sungguh perahu pun
tidak bisa berlayar di atas daratan.”
Rahmat
Allah itu kasih sayang dari Allah Swt. Dan, bagaimana seseorang yang
perbuatannya melampaui batas namun kesenangan kerap terlihat menghampiri orang
itu?
Pertanyaan-pertanyaan
serupa itu kerap saya dengar ketika saya masih di bangku madrasah. Misalnya juga,
bagaimana ya orang-orang cina itu, yang kelihatannya tidak menjalankan sholat tapi
ekonominya kelihatan melimpah? Dan, keterangan yang saya dengar dari guru saya
dulu adalah bisa jadi itu adalah istidroj,
atau panglulu dari Allah. Terserah Allah mau memperlakukan makhluknya seperti
apa. Bisa jadi, orang yang sholatnya khusu` lantas berdo`a meminta emas tidak
dikabulkan. Namun, orang yang tiap waktunya membangkang dari perintah Allah
kemudian orang itu berdo`a kepada Allah, meminta perempuan-perempuan dari
Sabang hingga Merauke. Dan, Allah mengabulkan permintaannya. Ya, itu hak Allah.
Bahkan,
Malaikatpun dibikin bingung oleh Allah. Lantas malaikat bertanya tentang hal
itu. Akhirnya, Malaikat baru mengerti maksud Allah setelah mendapat penjelasan.
Bahwa, Allah ingin kenikmatan orang yang sholatnya khusu` itu utuh di surga
tanpa terkurangi sedikitpun. Sementara Allah membiarkan orang yang selalu
membangkang itu siksanya utuh di neraka.
Dunia
ini kan bukan kelas final namun bisa jadi masih seperempat final. Jadi, orang
yang kelihatannya sengsara di dunia ini belum tentu di akhirat sengsara. Memang,
setiap orang mendamba kehidupan bahagia di dunia dan akhirat dan itu bagus jika
Allah menganugerahi. Namun jika tidak tetaplah berbahagia sebab dunia ini belum
final.
Ide
saya, tetaplah sebagai manusia menyadari kehidupan dunia ini hanya sementara. Tiada
lain visi dan misi kita adalah menjalankan ajaran Nabi Muhammad Saw. Ya, itu
saja. Mari kita renungi ayat berikut;
I`lamuu
annamaa alhayaatu al dunya la`ibun wa lahwun wa ziinatun wa tafaakhurun
bainakum wa takaatsurun fii al anwali wa al aulaadi kamatsali goitsin a`jaba al
kuffaaro nabaatuhu tsumma yahiiju fataroohu musfarroo tsumma yakuunu hutooman
wa fii al-khiroti `adaabun syadiidun wa magfirotun min allahi wa ridlwaanun
wamaa al-hayatu al-dunya illa mataa`u al-guruuri
Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang
melailaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam tanamannya mengagumkan para
petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhoan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu. (QS.
Al-Hadid[57]: 20)
PENUTUP
Sebelum
tulisan ini saya tutup, penulis mengajak kepada diri sendiri dan pembaca, bahwa
syetan tiada henti-hentinya membuat tipu daya kepada kita semua, maka sudah
seharusnya kita juga harus tiada henti-hentinya untuk selalu meminta
pertolongan kepada Allah Subhanau Wa Ta`ala dalam menghadapi tipu daya syetan. “innahu
lakum `aduwwun mubiin”,”Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu”. (Al-Baqoroh[2]:
208).
Kita adalah makhluk terbaik yang diciptakan Tuhan
(QS. Ali Imron[3]: 110). Maka tak layak jika tergelincir dalam perbuatan tipu
daya syetan;
Alam
ya’ni lilladziina amanuu an takhsa`a qulubuhum lidzikrillahi maa anzala min al-khaqqi walaa yakuunuu
kalladzina uutu al kitabi min qoblu fatoola `alaihim al amadu faqosat
quluubuhum wakatsiirun minhum faasiquun
Belumkah
datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka
mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan
janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al-Kitab
kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka
menjadi keras. Dan kebanyakan diantara mereka adalah orang-orang yang fasiq. (QS.
Al-Hadid[57]: 16).