BELAJAR JURUS UNTUK MENJAGA DIRI BUKAN MEMBELA DIRI

Esai - 3
Rabu, 29 November 2017
Oleh : Marzuki Ibn Tarmudzi

Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi

Malam minggu itu sungguh kelabu bagi Mas O’o. Apalagi hujan yang sedari pagi tiada putusnya membikinnya semakin membosankan. Kopi di rumah rasanya sudah tidak nikmat lagi. Dan, rokok kreteknya juga tinggal sebatang. Ia pun memacu motornya menuju Kafe Warrior, di jalan Bali gang VI. Ia hanya ingin menikmati secangkir kopi dan hisapan kretek sembari memecahkan beberapa permasalahan di tempat kerjanya.

Mas O’o suka menikmati kesendirian dalam keramaian. Di situlah ia biasanya mencari ide-ide segar tentang segala permasalahan. Terkadang, celintingan suara orang yang tak jelas, bisa menjadi ide terobosan. Begitulah memang Mas O’o, seperti halnya mendengar kata “knalpot”, biasanya imajinasi Mas O’o bisa berkembang layaknya balon yang kemudian bisa terbang. Ya, begitulah. Manusia diberi kelebihan sendiri-sendiri. Hal ini, konon juga terjadi pada maestro-maestro yang ketika mendengar suara yang terus menerus bisa menjadi instrumen musik.

Namun, tampaknya suasana Kafe tidak seperti yang diharapkan Mas O’o. Setiba disana selang beberapa menit ia mendapati perseteruan dua gang anak motor. Ia pun berusaha tidak melihat percekcokan kedua gang itu. Tapi makin lama tampaknya tidak makin redam malahan suara makian makin kerap terdengar. Bahkan suara gebrakan meja juga terdengar. Mas O’o baru ingat, dulu Pak De Waringin pernah membacakan ayat bahwa jika ada orang yang berseteru hendaklah mendamaikannya. “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujrot [49]: 12)

Mas O’o pun dengan pelan namun pasti mendekati kerumunan itu. Memang ia punya mental yang kuat kalau hanya sekedar mendamaikan dua gang saja. Pengalaman Mas O’o sudah malang melintang sebagai anak jalanan. Dulu, waktu mahasiswa ia adalah ketua BEM disalah satu Universitas ternama di Jakarta. Memimpin orasi demo adalah pakarnya. Dan bentrok dengan aparat adalah hobinya.

“Ada apa, Mas?” Ucap salah anak gang motor itu.

Mas O’o tampak tenang. Ia tahu orang-orang yang dihadapinya sedang dalam pengaruh minuman beralkohol. Pastinya mereka lebih mengedepankan emosi daripada mendahulukan akal. Namun, bagaimanapun mereka tetap harus dilerai sebelum semuanya lebih kacau. Memang ketika itu baru kursi dan meja yang menjadi korban. Lebih lama bisa-bisa tatanan Kafe itu bisa porak poranda. Yang tentu merugikan owner kafe dan merusak suasana pengunjung kafe yang lain.

“Mas-mas, tolong kalau ada permasalahan bisa diselesaikan dengan bicara yang baik, mungkin saya bisa membantu?”, ujar Mas O’o, dengan tenang dan berwibawa.

“Nggak usah ikut campur lo, sana!!”, dengan nada membentak

Mas O’o pun tersenyum tenang dan santai. Dan salah satu dari mereka tiba-tiba saja mendekati Mas O’o  dengan cepat  dan memukul. Tapi, Mas O’o menangkap tangannya dengan sigap, sembari berkata,

“Tenang Mas”

Namun karena mereka berada dalam pengaruh alkohol, teman-teman mereka mendekat dan membantu. Mengetahui ia dikeroyok segera saja ia lari ke halaman kafe yang luas itu. Dan malahan  Mas O’o sudah dikepung oleh dua gang itu di halaman kafe. Mas O’o mengamati mereka satu persatu dengan teliti. Entah, dimana mereka tadi menyembunyikan senjata tajam mereka. Yang jelas, kini mereka satu persatu telah membawa senjata tajam di tangan mereka. Ada yang membawa samurai, pisau, celurit, ikat pinggang ger, palu, dan lain sebagainya. Jumlah mereka kurang lebih 50 orang.

“Tenang Mas, saya nggak salah mas, maaf”, ucap Mas O’o dengan tenang.
Mas O’o masih ingat suatu lafadz yang telah ijazahkan gurunya dulu. Lafadz itu hendaklah dibaca ketika keadaan dalam bahaya. Dan bebarengan membaca lafadz itu dalam hati meminta kepada Allah Swt, karomah jurus. Terserah mememinta karomah jurus kepada siapa yang diminati. Mas O’o, biasanya meminta karomah jurus Sayyidina Ali atau Syekh Abdul Qodir Al-Jilani. Namun pada waktu itu Mas O’o meminta kepada Allah Swt, karomah jurus mabuk. Maka tiba-tiba saja ketika para dua geng anak motor itu menyerangnya, Mas O’o layaknya Jacky Chan yang bertarung melawan musuh-musuhnya dengan menggunakan jurus mabuk. Mas O’o merobohkan satu persatu dan senjata-senjata tajam mereka sama sekali tidak bisa menyentuh kulitnya. Dan kurang dari 10 menit mereka lari terbirit-birit ketakutan.

Ya, Mas O’o membikin mereka lari tunggang langgang. Menjaga diri adalah perintah Allah Subhanahu Wa’ta’ala. Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. Bahkan, Allah juga memerintahkan memerangi orang-orang yang menyerang kita. “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”.


وأنفقوا فى سبيل الله ولا تلقوا بأيديكم ءالى التهلكة وأحسنوا ءان الله يحب المحسنين

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqoroh [2]: 195)

وقتلوا فى سبيل الله الذين يقتلونكم ولا تعتدوا ءان الله لا يحب المعتدين

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (Al-Baqoroh [2]: 190).


Ya Allah, Aku sudah sampaikan. Saksikanlah!

Judul terkait
# hukum belajar jurus, # belajar pencak silat, # belajar tenaga dalam, # ilmu jalan mengingat Allah, # ijuma


Baca yang lain.



HIDUNG PESEK DAN BALANCING

Esai - 2


Senin, 27 November 2017
Oleh : Marzuki Ibn Tarmudzi

Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi

Mas O’o, terpingkal-pingkal mendengar pemberitaan seorang Ustadz yang menyebut seorang artis dengan sebutan hidung pesek dan si artis menanggapinya dengan serius. Bagi Mas O’o, ngapain juga si ustadz ngatain begituan, jelas itu dilarang dalam ajaran Islam. Dan Mas O’o pun heran, kenapa juga si artis menanggapi gituan dengan serius. Bukannya si artis udah terbiasa ngelawak. 

Kemunculan istilah “hidung pesek”, pastinya karena ada fakta lain, yakni hidung mancung. Kita yang hidup di Asia Tenggara, dimana rata-rata berhidung pesek, pastinya tidak perlu marah. Sebab yang ngejek biasanya juga berhidung pesek. Kalaupun orang yang ngejek mancung biasanya blesteran. 

Mas O’o tampak menyalakan kreteknya sembari berkata dalam pikiran:

“Lantas, perlukah mempermasalahkan ketidak seimbangan bentuk fisik hidung antara yang pesek dan yang mancung, yang jelas-jelas itu merupakan pemberian dari Allah Swt. Yang wajib disyukuri dan dzolim jika saling mengejek pemberian-Nya.”

Bagi Mas O’o, ada hal yang lebih penting untuk dipikirkan dalam kehidupan ini, yang tentunya juga disebabkan oleh peseknya sosial dan beragama.

Dalam kehidupan masyarakat sekarang ini ada tingkah laku yang tidak seimbang. Ketidak seimbangan itu berada pada dua substansi, yakni eksternal dan internal. Eksternal adalah ekonomi masyarakat, dimana biaya hidup semakin terasa berat sedangkan mayoritas pendapatan perkapita layaknya air yang menetes dari kran. Strata ekonomi masyarakat terlalu mencolok perbedaannya. Coba lihat, ada rumah gubug yang berada dibelakang gedung pencakar langit. 

Menata sistem ekonomi pastinya adalah peran pemerintah, yang tentu harus adil. Tentu, kebijakannya yang tidak hanya menguntungkan kapitalis saja. Hal ini mengingatkan Mas O’o tentang ekonomi kerakyatan, yakni ekonomi tradisional yang menjadi basis kehidupan masyarakat lokal dalam mempertahankan kehidupannya. 

Di bagian sisi otak yang lain Mas O’o bertanya, “lantas, apakah ekonomi kerakyatan bisa bertahan ditengah arus globalisasi ini?”

“Pastinya ekonomi kerakyatan tetap bisa bertahan jika mengadopsi teknologi informasi dan sistem manajemen yang paling canggih.”, gumam Mas O’o lirih.

Dan, tak terasa kopi Mas O’o sudah dingin, namun ia tetap tenggelam dalam pikirannya. Baru ia keingat kopinya dan menyeruputnya sembari bergumam dalam pelan,”Sabar itu nasehat kedalam diri saya, tapi kalau melihat sistem perekonomian yang amburadul begini, saya harus jihad”.

Juga kegelisahan Mas O’o, yang masuk faktor internal adalah banyaknya kid jaman now, yang hanya sibuk menekuni pengetahuan umum, tanpa diimbangi dengan wawasan agama yang cukup. Yang terjadi, adalak peseknya dalam perjalanan hidup ini. Kid jaman now seakan tidak perlu belajar agama, sebab cara pandang yang materialistik telah menghinggapi. Yakni, hidup ini prioritasnya adalah materi, materi dan materi. Bagi Mas O’o, kudu dicari tapi bukan materialistik

Faktor internal lain, yang sangat vital adalah keberagaman. Yakni mengamalkan agama namun tidak totalitas. Melakukan sholat namun belum bisa mencegah dirinya dari perbuatan keji dan munkar. Sebab, kurangnya penghayatan dalam mengamalkan agama. Ada jasmani dan rohani. Berapa banyak orang yang berwudlu namun hanya fokus pada pembersihan jasmani, sedangkan hatinya belum ikut dibersihkan. Berapa banyak orang sujud namun hanya hanya fokus pada meletakkan kepala di lantas namun hatinya belum benar-benar tunduk kepada Allah Swt. Padahal esensi beragama adalah ketundukan hamba pada Allah Sang Pencipta Alam Semesta. 

Mas O’o teringat bahwa Allah menjadikan umat Islam adalah umat pertengahan. ”Wa kadzalika ja’alanakum ummatan wasaton”, “. Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat pertengahan”. Dalam Tafsir Ibnu Katsir itu, Abu Sa’id memahami al-wasat adalah adil. Tentunya, adil adalah keseimbangan, yang tidak pesek tapi seimbang, yang tidak berat ke kanan atau memihak ke kiri.

وكذلك جعلنكم وسطا لتكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا وما جعلنا القبلة التى كنت عليها ءالا لنعلم من يتبع الرسول ممن ينقلب على عقبيه وءان كانت لكبيرة ءالا على الذين هذى الله وما كان الله ليضيع ءايمنكم ءان الله بالناس لرءوف رحيم 
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[95] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. Al-Baqoroh [2]: 143)

Ya, Allah aku sudah menyampaikan. Saksikanlah!
Judul terkait:  

# cara hidup yang seimbang, # yang sedang sedang saja, # ekonomi kerakyatan, # kid jaman now

Baca juga yang lain :



MENJADI MUSLIM JAMAN NOW, BUKAN MENIRU JEJAK AL-MUKAROM KYAI SETYA NOVANTO

Esai - 1

Ahad, 26 November 2017

Oleh: Marzuki Ibn Tarmudzi

NGOPI DAN NGAJI  :  BERGURU KEPADA SANG NABI
Pak De Waringin terlihat termenung di bawah pohon kelapa belakang rumah. Entah, apa yang membuatnya sedikit terlihat galau. Tampak ia sedang nyeruput kopinya dan,”hahh, asemm!!”, ia memuntahkan kopinya yang diseruputnya. Akupun mencoba mendekatinya. Yang sedari tadi aku memperhatikan dari pinggir jalan.

“Ngopo to, Pak De, kok ngelamun?”, tanyaku
“ah, ya mikirin bocah-bocah jaman sekarang 
iki lo le, kok yo pintere keblinger”, ujarnya.

Aku pun kaget bukan kepalang. Sebab tak pikir Pak De Waringin sedang menggelisahkan kondisi sawahnya yang gagal panen. Eh, ternyata ia menggelisahkan Kid Jaman Now. Wadah! menarik sekali ini kegelisahan Pak De Waringin.

“Keblingernya yang mana to, Pak De”, Pancingku

“Apa yo kamu ngga’ denger to, anak SMP udah mendem pake fitting bola lampu itu”

Aku hanya mengangguk saja tanpa menyahut. Dan ku coba menawari rokok kretek pada Pak De, supaya lebih gayeng ndongengnya. Dan supaya juga saya mempersilahkan imajinasinya melayang menggelisahkan kerusakan moral masyarakat. Bukan hanya menggelisahkan sejumput makan esok hari atau kegelisahan Pak De Waringin, yang kemarin punya ambisi mencalonkan kepala Desa. Saya rasa Pak De Waringin lebih tinggi levelnya di hadapan Allah, jika mau memikirkan, urun rembug membenahi akhlaq bangsa Indonesia ini. 

“lha yang aneh malah, kemarin ada insiden kecelakaan menabrak tiang listrik, tapi kok malah tiang listriknya yang disalahkan, tu gimana le, biasanya kan yang dipersalahkan makhluk hidup yang punya akal”, lanjut Pak De. 

Aku mulai nyinyir. Pak De Waringin rasa-rasanya mulai merambah ke dunia politik. Ia mencoba menyindir ulah Setya Novanto. Orang seperti Pak De Waringin, pastinya tidak punya cukup bahan untuk mengomentari Setya Novanto. Politisi bukan, ahli hukum bukan, pengamat bukan. Ia hanya petani kecil yang sesekali ndengerin berita. Maka, saya tidak mendebat apa yang ia omongkan. Ku biarkan saja ia mengungkapkan kegelisahannya. 

“udahlah! Saya yakin Setnov pasti akan dihukum, kalau kemarin lepas, itu kan memang fakta meteriil di persidangan tidak kuat. Kayaknya sekarang KPK udah punya fakta materiil yang kuat. Makanya udah berani nangkep”, Pak De melanjutkan.

Ngobrol politik bagi orang desa adalah hiburan. Bukan membangun gerakan untuk menjatuhkan pemerintahan. Orang-orang desa terlalu khayal berpikir tentang menjatuhkan pemerintahan. Orang-orang desa seperti Pak De Waringin itu, besok ada yang menyuruh kerja itu sudah bersyukur. Sebab petani yang hanya punya sawah tiga petak, tidak cukup bisa dihandalkan untuk makan sehari-hari dan membiayai dua anak. Anak pertama SMA, dan yang nomer dua SMP. Apalagi, jaman now bedanya sedikit dengan jaman doeloe. Jaman doeloe hanya butuh sedikit duit. Beda dengan jaman now, sedikit-sedikit duit, sedikit-dikit duit. Maka, untuk mencukupi kehidupan sehari-hari haruslah ditopang bekerja harian.entah, nguli batu, mencangkul di sawah atau makelaran. 

Dan tiba-tiba saja istrinya Pak De datang membawa secangkir kopi, dan diberikan kepada saya.

“Monggo mas, kopine, githel iki”, kata istri Pak De

“Lho, kok repot-repot bu’ ne”, kataku

“halah, lha wong cuman air aja kok”

Istri Pak De sudah berlalu. Dan Pak De, tampaknya masih mau melanjutkan perihal kasus fakta meteriil di persidangan itu.

“Dulu, Abu Nawas pernah disidang, dan hakim memutuskan memenjarakannya karena Abu Nawas ketahuan membawa pisau. Sebab membawa pisau itu dikhawatirkan membahayakan orang lain. Dan Abu Nawas mau dipenjara tapi harus dengan bersama Pak Hakim. Abu Nawas berargumentasi, bahwa Pak Hakim kemana-mana membawa alat kelamin dan itu dikhawatirkan memperkosa gadis-gadis perawan”, cerita Pak De. 

Aku hanya tersenyum geli. Rupanya Pak De berbakat stand up comedy. 


%%###%%


MENJADI MUSLIM JAMAN NOW

Keesokan harinya, Pak Lik Sumantri mengajak saya pergi ke pasar sapi. Ia berencana membeli sapi. Menurut dia, memelihara sapi bagi orang desa itu perlu, selain sebagai tabungan, di desa itu mudah sekali mencari makanan untuk sapi. Begitu juga mudah sekali mendapatkan dedek atau katul sebagai minumnya. Yakni dari hasil giling gabah pasti mendapat dedek. Tapi hari itu Pak Lik belum beruntung, ia belum mendapatkan sapi yang pas di angan-angannya. Entahlah, Pak Lik tidak bercerita perihal kriteria sapi pilihannya itu. 

Malahan, waktu pulang ia mengajak mampir di kedai kopi pinggir jalan. Ia mentraktir makan dan kopi. 

“Generasi sekarang ini, adalah generasi yang kurang kreatif”, Pak Lik Sumantri memulai pembicaraan.
“lho, bukannya anak sekarang justru tampak kreatif”, saya membantah.
“iyya, tapi kan hasil dari googling, bukan hasil pemikirannya sendiri. Generasi sekarang orang bisa saja membikin hasil karya, tapi kan hanya tinggal mencari di internet. Kelihatannya menciptakan mobil listrik, padahal itu sudah ada ide itu di luar negeri. Kemudian di jiplak sistemnya dan kemudia dirakit sendiri. Masak gitu disebut kreatif”. 

Pak Lik Sumantri, melanjutkan : “tapi itu juga nggak papa, daripada tawuran, minum-minuman keras, pacar-pacaran, lebih baik begitu. Pemuda perlulah mencari, dan mengembangkan bakatnya. Pentinglah memanfaatkan informasi di internet. Yang penulis bisa mencari referensi. Yang suka teknologi bisa mengembangkan dengan membaca hasil temuan orang dan dikembangkan. Yang lain juga, hobi matematika, fisika, biologi, sejarah, dan sebagainya. Tapi semua perlu disaring, jangan sampai hanya menjadi konsumen. Sesekali berpikir sendiri lalu menemukan lalu diupload”.

 “Menurut Pak De, apakah generasi yang seperti itu sudah cukup baik, untuk kelangsungan peradaban masa depan?”, aku belum jelas.
“Belum. Generasi yang baik membutuhkan dimensi yang lain, yakni kecerdasan emosional dan juga kecerdasan spiritual”, jawab Pak Lik Sumantri.
“Yang tadi itu baru kecerdasan intelektual. Membangun peradaban manusia yang lebih baik, manusia membutuhkan kecerdasan emosional. Jika kamu suka berdagang, etikamu terhadap pembeli itu diperlukan. Pembeli bisa lari terbirit-birit jika nada bicaramu keras dan kasar. Begitu juga, yang ingin belajar komputer tapi gampang ngambek ketika menemukan kesulitan, pastinya akan gagal menguasai pengetahuan tentang komputer. Sedangkan spiritual, lebih penting lagi sebab ketika manusia tidak mempunyai sandaran kepada Tuhan Sang Pencipta Alam, pastinya gampang tertekan. Dan, itu berbahaya bagi kelangsungan hidup manusia”, jelas Pak Lik Sumantri.

“nah, untuk itu manusia harus banyak belajar dari Nabi Muhammad Saw, sebab dia telahdiberi wahyu suci, yakni Al-Qur’an yang mulia”, lanjut Pak Lik.

Tak terasa sudah sejam kami mengobrol di kedai itu. Kami pun beranjak pulang. Adzan asar berkumandang ketika kami sudah sampai di kampung Kaligarung. Seusai sholat maghrib saya, Pak Lik Sumantri dan Ustadz Toha berkumpul di serambi Masjid.

“mengapa kita harus mengikuti dan percaya kepada ajaran Nabi Muhammad Saw, Pak Ustadz?”, tanya Pak De Sumantri kepada Pak Ustadz Toha.

“karena wahyu Al-Qur’an memang tidak mungkin itu buatan manusia. Salah ayat yang menerangkan tentang fungsi gunung sebagai pengokoh bumi diterangkan di suroh Al-Anbiya’ ayat ke 21. Ayat tersebut adalah fakta ilmiah. Mana mungkin, Al-Qur’an adalah buatan manusia, sedangkan ketika ayat itu turun ilmu pengetahuan belum pesat sebagaimana sekarang. Dan ilmu pengetahuan berbicara, bahwa gunung sebagai pengokoh bumi itu baru abad akhir-akhir ini. Masih banyak ayat-ayat yang lain, yang seseuai dengan fakta ilmiah”, jelas Ustadz Toha. 

“atau, bagaimana kamu punya bantahan untuk hal itu?”, tanya Ustadz Toha kepada saya dan Pak De Sumantri.

Kami berdua hanya diam. Hening.

“oh, ya maaf, saya harus ke rumah Mas Kelik, tadi disuruh njenguk embahnya, katanya greges”, Pamit Ustadz Toha.

“njih, njih Pak”

Pak Ustadz Toha berlalu meninggalkan kami. Saya dan Pak Lik Sumantri pun ikut menyusul pulang. Ustadz Toha ke arah barat, sedangkan saya dan Pak Lik Sumantri berjalan bareng ke arah timur, sebab rumah kami searah.

“Sekarang teknologi internet itu sudah berkembang pesat, le”, Pak Lik Sumantri memulai berbicara.

“Menurut Pak Lik, bagaimana orang Islam dalam memanfaatkan internet”, tanya saya.

“Ya, dipake ibadah to, kan malah memudahkan seseorang untuk menambah ilmu. Ingin menghafalkan Al-Qur’an misalnya, kan bisa download qiroat-qiroat dari imam-imam hebat itu. Meskipun dalam menghafal Al-Qur’an harus mencari guru, tapi internet juga bisa membantu. Yang memperdalam kitab kuning, kan bisa melihat maktabah syamilah itu to, le. Internet itu kan alat, jadi tergantung orangnya. Sebagaimana pisau, bisa kamu gunakan melukai orang tapi juga bisa digunakan sebagai pengupas apel”, jawab Pak Lik.

“kalau begitu, bedanya jaman now dengan jaman dulu, opo le?”, tanya Pak Lik.

“Yang dulu itu hitam putih dan yang sekarang berwarna, Pak Lik”, jawabku

Pak Lik hanya tersenyum dan ia belok kerumahnya sebab rumah Pak Lik lebih dekat Masjid. Sedangkan rumah saya masih 200 meter lagi. 

***##***

وجعلنا فى الأرض رواسى  أن تميد بهم وجعلنا فيها فجاجا سبلا لعلهم يهتدون 

Dan telah Kami jadikan di bumi ini gunung-gunung yang kokoh supaya bumi itu (tidak) goncang bersama mereka dan telah Kami jadikan (pula) di bumi itu jalan-jalan yang luas, agar mereka mendapat petunjuk. (QS. Al-Anbiya’ [21]: 31)

Ya Allah, ini tulisan adalah karena Engkau, saksikanlah!!
Judul terkait:

#KID JAMAN NOW,  #ORANG JAMAN NOW, #MENUMBUHKAN POTENSI MUSLIM, #MENJADI MUSLIM YANG UP TU DATE, 

BACA JUGA: 




Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.