HAVANA, OH NA..NA..AH SIT! FUCK YOU TRUMP

Esai - 6
Jum’at, 8 Desember 2017

Oleh : Marzuki ibn Tarmudzi


Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi

Hey..Havana, ooh na-na (ay) Half of my heart is in Havana, ooh-na-na (ay, ay) He took me back to East Atlanta, na-na-na All of my heart is in Havana (ay) There's somethin' 'bout his manners (uh huh) Havana, ooh na-na (uh)

Semenjak habis Maghrib tadi Mas Kelik tenggelam dalam lagu Havana. Lagu itu ia putar berulang-ulang. Namun, Bude Warsini pemilik warung itu hanya mendiamkan saja. Entahlah, ia begitu khusuk sekali menikmati lagu itu. Sesekali Mas Kelik memutar Havana yang versi Via Vallen. Ia serasa sudah tidak membutuhkan kenikmatan surga yang dijanjikan itu. Suara adzan Isya’ yang menggema dari Masjid tadi, yang hanya berjarak 300 meter itu tidak mampu membuatnya bergeming. Bahkan kedatangan dan teriakan Mas O’o, yang duduk di sebelahnya itu sama sekali tidak digubrisnya.

“Kalau kau berani duel sama aku, kesinio kau Donald Trump, duel satu lawan satu. Bajingan tengik kau!”

Mas O’o kelihatan tampak marah ketika berteriak itu. Padahal, baru saja ia duduk di warung Bude Warsini itu dan membuka gadgednya. Entah, angin apa yang membikinnya begitu. Padahal baru saja ia usai jama’ah Isya’ di Masjid. Suara itu terdengar keras dan memecah merdunya suara Camila Cabello – Havana Ft. Young Thug, sound di warung itu.

Mendengar teriakan Mas O’o itu, Ustadz Toha, Pakde Waringin, Paklik Sumantri, Kang Riyadi, dan Mas Bejo, yang kebetulan lewat di depan warung seusai sholat jama’ah Isya’ dari Masjid itupun langsung mampir warung sambil ngopi.

“Heh! Kamu itu lho kaya’ wong edan. Teriak-teriak sendiri. Kesurupan! Makanya, kalau selesai sholat itu wiridan dulu. Jangan lamcing. Salam plencing”, Kata Pakde Waringin kepada Mas O’o.

He didn't walk up with that "how you doin'?" (uh) (When he came in the room) He said there's a lot of girls I can do with (uh) (But I can't without you) I'm doin' forever in a minute (hey) (That summer night in June) And papa says he got malo in him (uh)
He got me feelin' like

Lagu Havana itu masih terdengar merdu sekali menyambut kedatangan mereka. Bagi, Ustadz Toha, Pakde Waringin, Paklik Sumantri, Kang Riyadi, dan Mas Bejo lagu seperti tidak berefek sama sekali. Mungkin, hanya terdengar berisik begitu saja. Kata Kang Riyadi kepada yang lain: Mas Kelik sedang menikmati indahnya long distance relationship, lagu itu membawanya terbang bernostalgia dengan kekasihnya itu, Yayuk. Yang sedang bekerja di Kuba. Mendem kangen.

“Ini lho Pakde, baca berita di detik.com, Donald Trump kok berani-beraninya, pidato resmi mengakui kalau Yerusalem itu ibu kota Israel. Ini kan juga jelas melanggar resolusi-resolusi PBB terkait konflik Israel-Palestina to, Pakde”

Mas O’o menjelaskan kepada Pakde Waringin, sembari menunjukkan gadgednya, tentang alasannya berteriak marah. Bagi Mas O’o, Donald Trump tidak pantas berkata seperti itu. Sebab, Yerusalem merupakan tempat suci bagi para penganut Islam, Yahudi dan Kristen. Wilayah timur itu direbut oleh Zionist dalam perang 1967 dan dinyatakan oleh Palestina sebagai ibu kota negara independen mereka kelak. Dan, baiknya pengakuan atas tanah sengketa itu harus melalui perundingan kedua negara. Bukan keputusan sepihak.

“Haalah, kamu itu Mas, gitu aja kok teriak-teriak. Lebih baik berdo’a di Masjid sana. Meminta kepada Sang Pencipta kehidupan, supaya zionist dan antek-anteknya itu tak berdaya”, Kata Pakde Waringin.

“Iyya betul Pakde, kita ini memang orang yang lemah, kita hanya bisa berdo’a. Tapi do’a dari umat yang terdzalimi pasti dikabulkan oleh Allah Ta’ala”, Ustadz Toha menambahi.

“Tenang aja Mas O’o, keputusan Trump itu tidak mengubah status hukum tanah Yerusalem yang disengketakan itu”, Kang Riyadi juga ikut menghibur.
Mas O’o tampak lebih tenang mendengarkan ucapan Pakde Waringin, Ustadz Toha dan Kang Riyadi itu. Mas Bejo hanya diam mendengarkan. Sadar jika pengetahuannya belum bisa mengimbangi mereka. Sedangkan Paklik Sumantri masih sibuk memesan kopi. Dan Mas Kelik, masih juga tenggelam dalam alunan lagu Havana itu.

 Ooh-ooh-ooh, I knew it when I met him I loved him when I left him Got me feelin' like
Ooh-ooh-ooh, and then I had to tell him I had to go, oh na-na-na-na-na

“iyya, pengakuan Trump itu kan memang janji waktu kampanye itu. Dan pengakuan yang katanya resmi itu, nantinya dijadikan alasan membantu secara besar-besaran pembangunan fisik di Yerusalem”, ucap Pakde Waringin sembari melihat Kang Riyadi.

“Dasar!! Trump memang boneka zionist”, gerutu Mas O’o.

“Tenang Mas, ketika bangsa Israel itu menampakkan kesombongan dan kedzalimannya, maka Allah akan mengutus satu kelompok kuat yang akan menghancurkan dan memporak-porandakan mereka. Betapa sejarah telah membuktikan bahwa perjalanan bangsa Yahudi selalu jatuh bangun akibat kesombongan mereka sendiri”

Paklik Sumantri tiba-tiba ikut andil menenangkan Mas O’o. Sedari tadi sebenarnya ia sudah tertarik dengan tema seperti itu. Diam-diam Paklik Sumantri sangat interest mengamati jejak-jejak konspirasi global. Bagi Paklik Sumantri, istilah konspirasi global bukan lelucon tapi memang ada. Dan koreografernya adalah zionits itu sendiri.

“Oh ya, betul itu. Coba bacakan ayatnya Ustadz”

Pakde Waringin membetulkan pendapat Paklik Sumantri. Sebab keterangan itu memang sudah ada dalam Al-Qur’an. Dan Ustadz Toha pun membacakan dan mengartikan ayat yang diminta Pakde Waringin itu. Yakni, suroh Al-isro’ ayat 4-6:

“wa qodloinaa ila banii isroila fi al-kitabi latufsidunna fi al-ardli marrotaini wa lata’lunna ‘uluwan kabiron. Faidza jaa a wa’du ulahuma ba’atsna ‘alaikum ‘ibadan lanaa uli ba’sin syadidin fajaasuu khilaala ad-diyari, wa kana wa’dan maf’ulan. Tsumma rodadna lakum al-karrota a’laihim wa amdadnakum biamwalin wa banina wa ja’alnakum aktsaro nafiro. Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". (5). Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (6). Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar. [1]

“Yang dimaksud bani israel membikin kerusakan dua kali itu apa, Ustadz?”, tanya Mas O’o

“Menurut Al-Maroghi, yang pertama adalah menentang hukum Taurat, membunuh Nabi Syu'ya dan memenjarakan Armia. Dan yang kedua membunuh Nabi Zakaria dan bermaksud untuk membunuh Nabi Isa a.s. akibat dari perbuatan itu, Yerusalem dihancurkan”

Havana, ooh na-na (ay, ay) Half of my heart is in Havana, ooh-na-na (ay, ay) He took…

Dan Mas Kelik, tanpa disadari orang-orang sudah tertidur pulas di kursi warung itu bersama Havana. Ya, Havana. Sesuai liriknya yang berbunyi :

Half of my heart is in Havana. He took me back to East Atlanta. All of my heart is in Havana. There's somethin' bout his manners. Oh, Havana, 

Separuh hatiku telah menjadi milik Havana. Meski ia telah membawaku ke Atlanta Timur, namun hatiku tetap di Havana. Ada sesuatu dalam tindak-tanduknya, oh, Havana.

Oh, Trump. Dulu kau memang sempat menjadi separuh hatiku. Ketika itu aku masih polos. Ketika itu aku masih bergumul dengan bangku sekolah dan aku mengagumi karya-karya tulismu. Kini, hatiku lebih mencintai saudara-saudaraku seiman di Palestina yang dibantai oleh zionist dan kau anteknya.

[1] وَقَضَيْنَا اٍلَى بَنِى اٍسْرَاءِيلَ فِى الكِتَبِ لَتُفْسِدُنَّ فِى الأرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوّا كَبِيْرَا [] فاٍذا جاء وَعْدُ أولَهُمَا بَعَثْنَا عَلَيْكُمْ عِبَادا لنَا أُولِى بَأسِ شَدِيد فَجَاسُوا خِلَلَ الدّيَارِ وَكَانَ وَعْدَا مَفْعُولا [] ثُمَّ رَدَدْنَا لَكُم الكَرَّةَ عَلَيْهِم وَأمْدَدْنَكُم بِأَمْوَالِ وَبَنِينَ وَجَعَلْنَكُمْ أكْثَرَ 
نَفِيرا []
Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam kitab itu: “Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali[848] dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar". (5). Maka apabila datang saat hukuman bagi (kejahatan) pertama dari kedua (kejahatan) itu, Kami datangkan kepadamu hamba-hamba Kami yang mempunyai kekuatan yang besar, lalu mereka merajalela di kampung-kampung, dan Itulah ketetapan yang pasti terlaksana. (6). Kemudian Kami berikan kepadamu giliran untuk mengalahkan mereka kembali dan Kami membantumu dengan harta kekayaan dan anak-anak dan Kami jadikan kamu kelompok yang lebih besar


(Ya Allah, jadikanlah hambamu termasuk dalam golongan sebaik-baiknya umat, menegakkan amar ma’ruf nahi munkar)

Judul terkait:

# Donald Trump, # Jerusalem, # Yerusalem, # Havana, # Zionits, # Israel

Baca juga yang lain :





Fundamentalisme Badar

Esai - 05
Kamis, 7 Desember 2017
Oleh : Marzuki Ibn Tarmudzi


Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi

 “Lha trus, mau mu gimana to, Mas?” tanya Pakde Waringin kepada Mas Bejo.

Mas Bejo hanya diam tampak tidak semangat. Loyo dan pucat pasi. Mas Bejo bangkrut. Gara-gara gagal dalam percaturan pemilihan kepala Desa. Kemarian ia habis-habisan. Nekat jual sawah, sapi dan menggadaikan properti berharga lainnya.  Dalam kampanyenya, ia tak segan-segan membeli suara dengan harga yang fantastis. Bayangkan, jika satu desa penduduknya 3000 suara. Berapa yang harus dikeluarkan untuk memenuhi ambisinya? Sementara ia tidak mau mengaca bahwa ia bukan dari golongan yang banyak uang.

“Kamu itu lho, ditanya orang tua kok, nggak mau ngomong, mbok yo ngomong, apa rencanamu selanjutnya”, tanya Pakde Waringin lagi sembari tersenyum, namun Mas Bejo masih tampak tidak bersemangat.

Hari-hari sebelum pemilihan kepala Desa itu, Mas Bejo tampak positif thiking. Baginya, berpikir positif itu keharusan. Bahkan, ia tidak memperdulikan hasil survey dari orang-orang loyalnya tentang : popularitas, kapabilitas, dan kapasitasnya. Yang mengatakan : ia tidak cukup mampu mendulang suara, bahkan untuk mencapai prosentase 15%. Ia tidak menggubris. Malahan, ia menghalalkan segala cara : membeli suara, menyebar propaganda. Ya, Black campaign : menghina, memfitnah, mengadu domba, menghasut atau menyebarkan berita bohong kepada lawan politiknya.

Bahwa Mas Bejo tidak cukup pintar membaca masyarakat jaman now, yang cukup pandai beradu akting : masyarakat sih mau-mau aja diberi sejumlah uang, tapi itu bukan berarti harus taat untuk memilih si pemberi uang. Bagi mayorias masyarakat: Ini uang bukan soal demokrasi ya.

Pakde Waringin melanjutkan : “apa kamu ingin semua harta yang kau jual itu kembali lagi. Kalau iyya, berarti kamu memang orang yang bermental lemah. Orang seperti kamu memang belum siap menjadi pemimpin. Untung kamu tidak jadi lurah di sini, mau dibawa kemana desa ini?”

Mas Bejo sedikit tersentak dengan ucapan Pakde Waringin itu. Namun, karena ia datang kerumahnya untuk meminta pencerahan, ia pun harus menerima ucapan pahit getir orang yang diseniorkan di kampung itu.

“Trus, sebenarnya niat kamu mengikuti pemilihan kepala desa itu apa to, Mas?”, Pakde Waringin terus aktif berbicara supaya Mas Bejo bisa tergali.

Lagi-lagi Mas Bejo masih bungkam bicara. Namun, sebenarnya Pakde Waringin sudah bisa menebak arah pikiran Mas Bejo. Ia masih muda. Belum banyak makan garam. Semangatnya belum dibarengi dengan pemikiran yang matang.

Pakde Waringin melanjutkan : “Kalau niatmu mencalonkan diri menjadi lurah karena ingin dipuji-puji orang, maka kamu sudah selesai sampai di sini. Tapi kalau niat kamu ingin memperjuangkan masyarakat, maka jalanmu masih banyak. Apalagi, jika niat kamu dalam berjuang bertujuan karena berbakti kepada Allah, pasti Allah akan menolongmu. Apa yang kamu hadapi itu belum seberapa, Mas”

Mas Bejo memandang Pakde Waringin dengan serius gara-gara kalimat terakhir itu. Jelas-jelas sekarang sedang bangkrut malah dibilang belum seberapa. Pakde Waringin pun juga memandangi Mas Bejo dengan serius, sembari meneruskan ucapannya:

“Kau pasti pernah mendengar, semangatnya pemuda-pemuda Islam yang menuju bukit Badar untuk memperjuangkan Islam. Mereka menempuh perjalanan sekitar 130 kilo meter. Bayangkan, bagaimana loyonya mereka? pemuda-pemuda itu jalan kaki tidak naik sepeda motor seperti kid jaman now. Bagaimana tidak lecet-lecet kaki mereka sesampai di sana. Semangat, keikhlasan, kesabaran tetap bersama pemuda-pemuda Islam itu. Dan, secara perlengkapan militer pasukan Islam kalah 10 kali lipat dengan musuh. Namun pucuk pempinan mereka mengatakan : ‘Ya ayyuhannas innama tunshoruna wa turkhamuna wa turzaquna bidhu’afaaikum. Wahai umat Islam kalian akan diberi pertolongan oleh Allah. kalian akan diberi kemenangan oleh Allah. Kalian akan diberi rizqi oleh Allah.”

Mas Bejo mulai tampak aura semangatnya. Senyumnya sudah sedikit mengembang. Ia mulai menikmati pencerahan dari Pakde Waringin. Ia merasa sudah datang kepada orang yang tepat. Ia merasa sedang berada dalam kondisi yang gelap di tengah-tengah rawa. Jangankan untuk berjalan, untuk bergerak saja sulit. Jika bergerak bisa-bisa malah terpendam di rawa. Ia membutuhkan cahaya dan tali. Dan bagi Mas Bejo, Pakde Waringin sudah memberikan cahaya dan tali. Cahaya dan tali itu adalah meneguhkan keimanan kepada Allah Swt. Ia baru sadar bahwa ambisi politik telah mengotori keimanannya

Pakde Waringin melanjutkan kuliahnya : Dan secara analisa orang-orang modern yang suka membanggakan otaknya, mereka akan kalah dalam berperang. Lha wong militer Islam hanya terdiri atas 313 personel, dua orang diantara mereka berkuda dan tujuh puluh orang berunta, sedangkan lainnya adalah pasukan jalan kaki. Mereka tidak memiliki semua senjata dan perlengkapan yang diperlukan. Sedangkan pasukan musuh pada hari itu, terdiri atas kurang lebih antara 900 sampai 1000 personel. Semuanya memakai baju besi, bertopi baja disertai dengan senjata lengkap dan kuda-kuda yang terlatih dengan semua perhiasan yang berlebih-lebihan. Dan Allah Ta’ala memberikan kemenangan kepada muslimin. ‘Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, Padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (QS. Ali Imron [3]: 123)[1]

“Lalu, apa yang harus saya usahakan dalam menghadapi permasalahan yang terus bertubi-tubi ini, Pakde?”,

Mas Bejo mulai mau ngomong dan wajahnya tampak putih berseri. Ia sudah menemukan keteguhan keimanannya kembali. Ia bersemangat. Ia ingin lagi berlari menerobos mara bahaya. Ia ingin lagi memecahkan misteri kehidupan. Ia mendamba lagi menyelesaikan tantangan-tantangan hidup yang tak tertebak.  Ia merindukan lagi mendobrak tatanan-tatanan nyaman dengan kemungkinan-kemungkinan yang bereaksi satu sama lain. Ia berencana lagi memukul mundur iming-iming gemerlap kehidupan dunia yang menipu. Mas Bejo bangkit dengan cahaya iman.

“Balaa in tashbiruu wa tattaquu wa yaktuukum min faurihim hadza yumdidkum robbukum bikhomsati alafin mina al-malaikati musawwimiin.[2] Ya , jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allah menolong kamu dengan lima ribu Malaikat yang memakai tanda”, Pakde Waringin membacakan ayat 125 suroh Ali Imron itu dengan tartil yang merdu dan mengartikannya.

“Berlatihlah untuk sabar dan bersiap-siaga, Mas Bejo. Jadi, semangat perang badar adalah semangat ikhlas, tanpa pamrih. Maka meraih kemenangan. Meskipun jumlah muslimin lebih sedikit. Sedangkan perang uhud ada pamrih ghonimah, maka mendapat kekakalahan. Padahal jumlah muslimin lebih besar. Hadapi gelombang kehidupan dengan semangat perang badar, Mas. Oke! Cemungud!”, Ucap Pakde Waringin, sembari mengepalkan tangan ketika mengucapkan kata yang terakhir itu.




[1] وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللهُ بِبَدْرِ وَأَنْتُمْ أَذِلَّة فَاتَّقُوا اللهَ لَعَلّكُمْ تَشْكُرُوٌنَ


[2] بَلىَ اٍن تَصْبِرُوا وَتَتَّقُوا وَيَأْتُوكُمْ مِنْ فَوْرِهِمْ هَذَا يُمْدِدْكُمْ رَبُّكُمْ بِخَمْسَةِ ءَالَفِ مِنَ المَلَىٍكَةَ مُسَوِّمِين



(Ya Allah, jadikanlah hambamu sebagai hamba yang selalu menyampaikan kebenaran-Mu)

Judul terkait :
# CINTA KEPADA ALLAH, # KAPAN PERTOLONGAN ALLAH, # JERIH PAYAHNYA KEHIDUPAN DUNIA, # BELAJAR DARI PERANG BADAR, # SEJARAH PERANG BADAR, WACANA MARZUKI : PERANG BADAR

Baca juga yang lain :














Indonesia dan Khilafah

Esai - 04
4 Desember 2017
Oleh : Marzuki Ibn Tarmudzi

Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi

Pakde Waringin tampak sekali sumringah. Sebab calon lurah yang digadang-gadangnya sejak itu akhirnya terpilih. Ia begitu keukeuh dengan kandidatnya. Maka, ia ngotot ketika ada yang ngebom atau memberinya sejumlah uang untuk memilih calon yang lain. Tegas ia katakan,

“Uang begituan nggak barokah!”

Begitulah memang Pakde Waringin ketika punya prinsip. Kokoh. Sama hal, ketika Ustadz Ziyad mengajaknya diskusi tentang ide penegakan khilafah di negara Indonesia. Pakde Waringin lantang mengatakan,

“Kau pikir Indonesia ini bukan negara khilafah?”

Ustadz Ziyad pun bingung. Sebab, ia berpikir negara khilafah itu negara yang berdasar syariat Islam. Sebuah negara yang total memanifestasikan Al-Qur’an dan Hadits dalam sistem negara. Tentu, jika itu yang difahaminya ia tidak bisa membenarkan pendapat Pakde Waringin itu. Maka, Ustadz Ziyad pun dengan hati-hati menjawab,

“Belum, Indonesia belum fis silmi kaffah

“Lalu, apakah kekhalifahan ottoman itu adalah ejawantah dari ayat Al-Baqoroh 208 itu, Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”, Pakde Waringin menimpali.

Pakde Waringin memahami ayat itu bukan dibelokkan dalam pembentukan sistem negara. Ia memahami ayat itu sesuai dengan asbabun nuzul ayat, dimana khitobnya adalah Abdullah ibnu Salam, dimana ia, Asad ibnu Ubaid, dan Sa’labah yang konon pernah meminta izin kepada Rasulullah Saw, untuk melakukan kebaktian pada hari sabtu dan membaca kitab Taurat di malam hari. Jadi, Kecenderungan pemahaman ayat itu lebih pada ketaatan pribadi pada agama bukan pada pembentukan sistem negara. Meskipun mungkin, orang semacam Ustadz Ziyad berpendapat bahwa pembentukan khilafah itu bertujuan lii’lai kalimatillah, menegakkan Kalimah Allah.

“Kamu jangan memonopoli pemahaman kata khilafah, Ustadz”,  Pakde Waringin menambahi.

Pakde Waringin sama sekali tidak menolak ide khilafah. Lha wong manusia diciptakan di bumi memang sebagai kholifah. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." (QS. Al-Baqoroh [2]: 30). Kholfun, artinya belakang. Kholifatullah artinya membuntuti Allah Swt, membuntuti secara nilai supaya manusia kembali kepada Allah. Membuntuti Allah, pastinya mengikuti Nabi Muhammad Saw, sebab Nabi yang diberi kabar oleh Allah Swt.

Dan Indonesia tidak ada masalah dengan khilafah sebab Pancasila itu produk Islam. Bung Karno mencamtumkan,”Ketuhanan Yang Maha esa”, pastinya itu adalah mengambil dari Al-Qur’an,”Qul Huwa Allahu Ahad”,”Katakanlah Tuhan itu Esa.

يأيها الذين أمنوا ادخلوا فى السلم كافة ولاتتبعوا خطوات الشيطن اٍنه لكم عدو مبين
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqoroh [2]: 208)

واٍذ قال ربك للملىٍكة اٍنى جاعل فى الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من يفسد فيها ويسفك الدمآء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال اٍنى أعلم ما لا تعلمون
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqoroh [2]: 30).

(Ya Allah, hambamu berusaha menyampaikan ayat-ayat Mu. Saksikanlah!)

Judul terkait :
# Islam Dan Khilafah, # Pandangan muslim tentang khilafah, # Khilafah Indonesia

BACA JUGA YANG LAIN:
Kunci Hidup Bahagia




Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.