6 MODAL MEMBELI TIKET SURGA : RELIGIOSITAS ISLAM

Kehidupan Surga

WacanaMarzuki. Mendengar istilah surga kita akan terbawa dalam suatu bayang ruang dan waktu yang penuh dengan kenikmatan, keselamatan, kesejahteraan, kebahagiaan dan kemuliaan. Semua fasilitas surga dalam sebuah hadits qudsi digambarkan sebuah kenikmatan yang tidak pernah ditemukan di dunia, mungkin serupa namun tak sama dan tak pernah sedikitpun terlintas di benak manusia. Maka, surga adalah tempat yang paling indah dan tempat istirahat yang paling indah (diadaptasi dari: QS. Al-Kahfi [18]: 31).

Di dunia ini saya berpikiran tempat yang nyaman dan nikmat itu hotel. Berkeinginan makan dan ngopi tinggal pesan, tidur nyaman tanpa gangguan, tempatnya kinclong, bisa melirik lawan jenis yang menarik namun itu semua harus diganti dengan uang. Lagi-lagi uang. Namun, apapun penawaran yang diberikan hotel adalah kepalsuan dan kenikmatan semu dan sekejab. 

(Mengingat ajaran Bung Karno : JAS MERAH)

Surga milik Allah Swt, menawarkan kenikmatan yang sejati dan abadi (QS. An-Nisa` [4]: 122). Al-Qur’an membocorkan tentang kehidupan para penghuni surga yang membuat saya berdecak kagum sehingga memacu adrenalin untuk pesan tiket kesana.

Mereka duduk berhadapan di atas dipan-dipan (QS. Al-Hijr[15]: 47-48). Mereka mengenakan pakaian berwarna hijau yang terbuat dari sutra halus dan sutra tebal (QS. Al-Kahfi[18]: 31). Mereka mendapat perhiasan berupa gelang-gelang dari emas dan mutiara (QS. Al-Hajj[22]: 23). Mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan (QS. Al-Furqon[25]: 16). Mereka tidak pernah berduka serta tak pernah merasa lelah dan tiada merasa lesu (QS. Fathir[35]: 34-35). Mereka selalu bersenang-senang (QS. Yasin [36]: 56-57). Mereka bersuka ria (QS. At-Thur[52]: 17-78). Mereka selalu dikelilingi anak-anak muda yang selalu siap melayani mereka. Rupa mereka seakan-akan mutiara yang tersimpan (QS. Ath-thur[52]: 24). Mereka bertelekan pada bantal-bantal yang hijau dan permadani-permadani yang hijau (QS. Ar-Rohman[55]: 74-76).

Seumpama kita penduduk surga, apakah bisa melakukan dendam yang belum terbalas?

Pertanyaan ini saya paparkan sebab Al-Qur’an telah memberikan jawabannya. Yakni, seluruh penghuni surga itu berhati bersih tanpa menyimpan dendam dan dengki. Sebab ketika manusia memasuki surga secara otomatis surga melakukan scan hati manusia untuk mencabut virus dendam sehingga di dalam surga semua penduduknya saling bersaudara tanpa ada sikut-menyikut (QS. Al-A`rof[7]: 43).

Al-Qur’an banyak memberikan kabar gembira terhadap orang-orang yang mentaati Al-Qur’an. Sebaliknya, Al-Qur’an juga banyak memberikan kabar buruk bagi para pembangkang ajaran Nabi Muhammad Saw itu. 

(Baca artikel saya tentang kiat mengelola waktu. Baca)

Bagi saya, tiket menuju surga adalah mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw, itu sudah cukup.

6 Modal Membeli Tiket Surga

Ali Ibn Abi Tolib memberikan 6 bekal untuk membeli tiket surga, ini juga merupakan hasil perenungan Ali Ibn Abi Tolib dari ajaran Nabi Muhammad Saw, untuk membuka kesadaran kita lebih dalam. Kesadaran manusia sebagai hamba Allah Swt, memang harus selalu di-recarge, yakni sadarlah bahwa Allah telah menciptakanmu dan memberimu rezeki. Lengkapnya begini menurut Ali Ibn Abi Tolib:

Barang siapa menghimpun 6 hal, berarti dia tidak membiarkan surga untuk dicari dan neraka untuk disingkiri: Pertama, mengenali Allah Swt, kemudian mentaati-Nya; Kedua, mengenali setan sebagai musuh Allah, kemudian mendurhakainya; Ketiga, mengenali akhirat, kemudian membekali diri untuk menuju ke sana; Keempat, mengenali dunia, kemudian meninggalkannya; Kelima, mengenali hak, kemudian mengikutinya; Keenam, mengenali batil, kemudian menyingkirkannya.” (Nashoihul `ibad, karya Syekh Muhammad Nawawi Ibnu Umar Al-Jawi)

(Faktor-faktor apa saja yang membuat hidup menjadi penuh kebahagiaan. Baca)

Pertama, Mengenal bahwa Allah yang menciptakan, yang memberi rezeki, yang menghidupkan dan mematikannya. Kemudian taat kepada-Nya dengan cara menyepakati dan mengerjakan segala perintah-Nya.

Membuka kesadaran itu penting, biasanya ini lakukan dengan mengajukan beberapa pertanyaan kepada diri kita sendiri dan merenunginya. Pertanyaan itu tentu harus bisa menggugah kesadaran diri kita terhadap eksistensi Allah Swt. Dulu, sewaktu saya masih bergumul di kusamnya bangku Ibtida`iyah, guru akidah saya biasanya bertanya kepada anak-anak didiknya,”Siapa yang membuat kursi ini?”, tentu saja kami pun bersama-sama menjawab,”tukang kayu”. Lantas, guru saya itu pun mengejar dengan pertanyaan lagi,”Siapa yang menciptakan tukang kayu”. Serentak kamipun menjawab,”Allah Subhanahu Wa ta`ala”.

Begitulah guru kami dulu membangkitkan keimanan kita pada Allah Swt. Pertanyaan-pertanyaan itu tentu harus terus diaktualisasikan terus dalam hati orang-orang yang beriman kepada Allah. Sebab Nabi Muhammad Saw sendiri pernah menyatakan bahwa kapasitas iman pada diri seorang mu`min itu bisa bertambah bahkan berpotensi berkurang. Mungkin salah satunya disebabkan lingkungan sekitar kita. 

(Hikmah putus dari calon suami atau istri. Baca)

Contohnya, bagi pedagang yang setiap hari dihadapkan pada warna pembeli yang beraneka ragam tentu cara berpikir seorang pedagang diharuskan berinteraksi dengan baik pada mereka. Saya sendiri dulu pernah berdagang di pasar, dengan sebuah lapak kecil di tengah pasar besar metropolitan, yang pernah kebakaran dua kali itu. Setiap hari saya harus ramah tamah pada pembeli saya, entah anak-anak, muda, dewasa, maupun orang tua. Harus sopan santun melayani pembeli dengan beraneka ragam karakter mereka, ada yang berwatak kasar, melambai, merayu, licik kita harus sama dituntut sama dalam melayaninya. Ada yang berwajah seram, cantik, melow kita harus sama melayaninya.

(Benarkah candi borobudur peninggalan nabi Sulaiman. Baca)

Saya yakin setiap profesi ada gelombang yang siap menghantam bagi orang yang telah menyatakan keimanan kepada Allah. Dan, memang Allah sendiri yang menghadirkan gelombang itu, sebagai ujian. Dalam Al-Qur’an suroh Al-Ankabut ayat 2 dan 3 Allah berfirman;

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan:”Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji oang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang berdusta

Interaksi dengan beragam manusia biasanya berefek pada kekhusukan manusia namun dengan selalu mengingat Allah yang mencipatakan manusia, maka ketika datang godaan yang melalaikan seketika juga kita bisa langsung terhubung dengan Sang Pencipta. 

(Benarkah diakhirat mbah hasyim lebih populer dari kyai ahmad dahlan. Baca)

Kedua, Mengenal setan sebagai musuh, kemudian membantahnya dengan cara menyalahi perintahnya.

Kita harus sadar bahwa Allah telah menjadikan syetan sebagai musuh yang nyata untuk manusia. Syetan tiada henti-hentinya membisikkan perkataan-perkataan yang indah sebagai tipu daya, membelokkan manusia dari jalan yang benar (Adaptasi: QS. Al-An’am[6]: 112). Jika kita sudah sadar tentu kita harus selalu waspada terhadap tipu dayanya. Syetan tidak hanya berwujud jin yang tidak kelihatan namun syetan yang tercantum dalam Al-Qur’an 6:112 itu juga berwujud manusia. Jangan heran jika yang menggoda kita adalah justru teman-teman dekat kita bisa juga keluarga kita. Maka, Ketika kita membaca Al-Qur’an, bukankah juga ada ayat yang mengingatkan kita bahwa anak-anak kita, isteri-isteri kita ada yang menjadi musuh kita dalam menjalani ketaatan kita kepada Allah Subhanahu Wa ta`ala. “Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah  kamu terhadap mereka”(QS. At-Taghobun[64]: 14).

Ada beberapa tips membentengi diri dari tipu daya syetan. Saya menulis ini juga sama-sama belajar, bagaimana cara membentengi diri dari godaan syetan. Namun, saya hanya akan menuliskan dua saja supaya lebih menancap di memori pembaca. Pertama, selalu mengingat Allah akan bisa membetengi diri kita dari tipu daya syetan. Bahkan, konon jika kita sedang berdhikir dihipnotis orang tidak akan bisa. Yang jelas, jika kita selalu berdhikir hati kita menjadi tenang.”Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang”(QS. Ar-Ro`du[13]: 28). Ketenangan hati kita berimbas dengan tenangnya dalam berfikir. Segala masalah yang kita hadapi akan terbawa lancar tanpa tipu daya jika dibarengi dengan ketenangan dalam berfikir.

(Cerita pendek di bangku sekolah. Baca)

Kedua, mari kita berusaha mentauladani segala aspek Sang Nabi kita, Muhammad Saw. Beliau mencotohkan kepada umatnya untuk makan jangan berlebih-lebihan. Nabi memberhentikan makannya ketika belum kenyang. Al-Qur`an mengajarkan,”makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”(QS. Al-A`rof[7]: 31). Dalam wacana kesehatan, jika lambung terisi penuh makanan yang terjadi adalah energi yang digunakan untuk mencerna makanan  atau sistemic dynamic action akan tinggi, dalam hal ini terjadi penurunan energi tubuh dan berimbas dengan penurunan kekuatan tubuh dalam menjalankan aktivitas. Al-hasil, orang akan semakin malas dalam mengerjakan aktivitas apalagi menjalankan perintah Allah Swt.

Ketiga, Mengenal akhirat sebagai tempat yang kekal, kemudian mencarinya dengan mempersiapkan bekal untuk akhirat.

Setiap kali melewati kuburan saya berusaha untuk mengucapkan salam kepada Ahl Kubur,”assalamu`alaikum ya ahlal qubur”. Saya sepenuhnya sadar disitulah saya nanti juga akan bertempat. Cepat atau lambat saya juga akan mati. Kehidupan ini hanya sementara dan kehidupan akhiratlah yang lebih kekal. Tiada nasehat yang paling baik kecuali mengingat kematian. Dalam Bulughul Marom tertulis,”kafa al-mautu bil mau`idhoh”,”cukuplah kematian menjadi nasehat yang baik”. Ya, kematian bisa mengingatkan kita kepada kehidupan yang lebih kekal, yakni kehidupan setelah mati nanti.

(Membaca sejenak tentang kisah Sang Ode. Baca)

Betapa banyak orang-orang yang tiap hari melewati kuburan namun nilai-nilai kebaikan tidak bisa menjadi tujuan kehidupannya. Ya, kalau memang Allah belum berkehendak memberikan hidayah terhadap seseorang, melewati kuburanpun mungkin bagi mereka biasa-biasa saja. Di adaptasi dari QS. Al-Qosos[28]: 30.

Namun yang terpenting adalah bagaimana sikap kita membekali diri kita menuju alam akhirot yang kekal itu?

Membekali diri menuju akhirat adalah tentu dengan menjalankan perintah-perintah Allah dan menjauhi semua larangan-larangannya, atau khotib Jum`at biasanya menyebut dengan istilah takwa. Dalam bahasa arab takwa merupakan berasal dari kata kerja waqo, yang kerap diartikan dengan menutupi, menjaga, berhati-hati dan berlindung. 

(5 Tips memilih bisnis. Baca)

Takwa merupakan ikatan kontrol kita supaya tidak lepas kontrol mengikuti hawa nafsunya. Ketakwaan seseorang harus bisa mengontrol terhadap budi pekertinya di semua waktunya. Hakekatnya, ketakwaan adalah mendekatkan diri kepada Allah dan berusaha keras untuk menghindari kemurkaan Allah Subhanahu Wa Ta`ala. Sebagaimana Shigorus shohabah, Ibn `Abbas mengatakan bahwa orang yang bertakwa adalah orang yang takut dari Allah dan siksaannya.

Ketakwaan itu sesungguhnya berada dalam hatimu. ”Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan syiar-syiar Allah maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS. Al-Hajj[22]: 32). Ketika hati seorang hamba telah terstempel takwa tentu hamba itu luarnyapun juga akan tampak ketakwaannya. Maka, inilah sebenarnya Al-Qur`an memberikan pengertian kepada kita supaya jangan melihat seseorang dari fisiknya saja. Sebab, betapa banyak orang-orang yang luarnya tampak baik secara sosial namun justru mempunyai visi dan misi buruk terhadap lingkungan dan kemanusiaan, apalagi ketuhanan.

Kapasitas ketakwaan orang satu dengan yang lainnya tentu bisa saja tidak sama. Kapasitas ketakwaan seseorang mungkin layaknya sekolah, ada yang kelas satu, kelas dua dan seterusnya. ”Maka bertakwalah kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta`atlah; dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya  maka mereka itulah orang-orang yang beruntung” (QS. At-Taghobun[64]: 16).

Keempat, Mengenal bahwa dunia akan hancur dan menuju tempat singgah di akhirat, kemudian meninggalkannya, dia tidak memikirkan dunia, melainkan sekedar bekal untuk akhirat.

Dan orang-orang yang kafir berkata: “Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami”. Katakanlah: “Pasti datang, demi Tuhanku Yang mengetahui yang ghoib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripada Nya seberat zarrohpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)” (QS. Saba`[34]: 3).

Ayat di atas menginformasikan kepada manusia bahwa hari kehancuran alam semesta ini pasti akan terjadi. Tentu sebagai orang yang beriman kita harus percaya terhadap apapun informasi dari Al-Qur’an. Pun, sebenarnya orang kafir yang tidak percaya terhadap hari kehancuran adalah orang yang tidak menggunakan akal pikirannya. Sebab tidak ada benda-benda di galaksi ini yang abadi. Lambat laun semua pasti akan menemui kehancuran.

Lantas, kapan datangnya hari kehancuran ini? Dalam hal ini Al-Qur’an menjawab:

Mereka menanyakan kepadamu tentang hari kehancuran: “Bilakah terjadinya?” Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang kiamat itu adalah pada sisi Tuhanku ; tidak seorangpun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya selain Dia. Kiamat itu amat berat (huru haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan kamu benar-benar mengetahuinya. Katakanlah: “Sesungguhnya pengetahuan tentang hari kiamat itu adalah di sisi-sisi Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (QS. Al-A`roof[7]: 187)

Kiamat pasti akan datang. Entah, kapan datangnya, yang jelas ketika hari itu terjadi mau tidak mau kita hanya bisa berseru meminta tolong kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala, sebab di hari itu semua orang pada sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri (Baca di Al-Qur’an suroh Al-An’am ayat 40 dan 41).

Saya terkadang berpikir,”Ah, mungkin hari kiamat itu masih jauh”. Pikiran seperti ini  justru merusak keimanan kita, sebab Al-Qur’an menginformasikan bahwa hari kiamat itu yang tahu hanya Allah saja. Sebab, bisa jadi kedatangan hari kiamat it sudah dekat.

“Allah-lah yang menurunkan kitab dengan (membawa) kebenaran dan (menurunkan) neraca (keadilan). Dan tahukah kamu, boleh jadi hari kiamat itu (sudah) dekat? Orang-orang yang tidak beriman pada hari kiamat meminta supaya hari itu segera didatangkan dan orang-orang yang beriman merasa takut kepadanya dan mereka yakin bahwa kiamat itu adalah benar (akan terjadi). Ketahuilah bahwa sesungguhnya orang-orang yang membantah tentang terjadinya kiamat itu benar-benar dalam kesesatan yang jauh. (QS. ASY-SYUURA[42]: 17-18).

Kelima, Mengenal hak atau kebenaran berbagai hukum, kemudian mengamalkannya.

Mengenal hak atau kebenaran. Lantas, apa itu kebenaran? Dalam Islam kebenaran adalah: (apa yang telah kami ceritakan), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu, (QS. Ali Imron[3]: 60). Ayat tersebut memberikan pengertian kepada kita bahwa kebenaran adalah ajaran yang datang dari  Allah Subhanahu Wa Ta`ala.

Kita sebagai muslim mengerti bahwa memakan daging babi itu tidak dibenarkan apapun argumentasinya. Kita bisa mengerti Informasi tentang benar dan salah, merupakan sebab kita diberi tahu oleh Allah Swt, melalui Al-Qur’an yang disampaikkan oleh Nabi Muhammad Saw. Betapa banyak larangan-larangan dari Allah Swt, dan perintah dari Allah.

(Menelisik sisi-sisi Madiun Sebagai Kota Gadis. Baca)

Bagaimana kita bisa mengetahui kebenaran yang datang dari Allah yang hak itu?

Itulah manfaatnya kita disuruh mencari ilmu. “Tolabul ilmi fariidhotun `ala kulli muslimin”, al-hadits. Puji Tuhan, kita hidup di zaman yang mudah mendapatkan informasi apapun. Tentu, ini memudahkan kita untuk bisa mengakses segala pengetahuan baik pengetahuan amaliyah maupun ilmiyah. Dalam hal informasi memang kita bisa bebas saja browser melalui internet namun dalam hal mempelahari ilmu-ilmu tentang Al-Qur’an, alangkah baiknya kita berguru dan bertanya kepada orang-orang yang ahli terhadap ilmu-ilmu agama, “Ulul Ilma”,(QS. Ali Imron[3]: 18) yakni ulama’. “Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (QS. An-Nahl[16]: 43).

Allah mengangkat derajat orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang beriman (QS. Al-Mujadilah[58]: 11). Allah sangat memotivasi sekali bagi orang-orang yang berpegang teguh terhadap kebenaran Al-Qur’an.”Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling  tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS. Ali-Imron[3]: 139).

Setelah kita mengetahui mana yang benar dan salah selanjutnya adalah menerapkan nilai-nilai kebenaran dalam perilaku kita sehari-hari. Allah Subhanahu Wa Ta`ala memberikan dua pilihan kepada kita dalam kehidupan yang sementara ini antara benar dan salah. Orang-orang yang mengikuti jalan kebenaran dan orang-orang yang memperturutkan hawa nafsunya, Allah Swt telah menyiapkan tempat masing-masing bagi mereka kelak di akhirat nanti (lihat QS. Al-Kahfi[18]: 29). Anda memilih yang mana adalah terserah anda.

Keenam, Mengenal kebatilan, yakni sesuatu yang tidak benar, kemudian tidak mengamalkannya.

Mengenali kebatilan adalah mudah jika kita sudah terbiasa mencari ilmu-ilmu agama Islam. Sebab kebatilan adalah larangan-larangan dari Allah Swt. Lantas, bagaimana nasib orang-orang yang berbuat kebatilan nanti? “Dan pada hari terjadinya kebangkitan, akan rugilah pada hari itu orang-orang yang mengerjakan kebathilan” (QS. Al-Jaatsiyah[45]: 27). Allah sangat murka terhadap orang-orang yang berbuat kebatilan. Bahkan dalam Al-Qur’an Suroh An-Nisa` ayat 29 itu, Allah mengecam keras terhadap orang yang berbuat kecurangan dalam interaksi sosialnya.

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”

Dalam ayat lain Allah mengungkap perilaku busuk para rahib-rahib yahudi dan nasrani yang gemar berperilaku tak baik, yakni mereka suka berbuat curang dalam mengambil uang orang lain. Kebusukan lain, mereka gemar mengintervensi urusan ibadah orang lain supaya jauh dari ajaran-ajaran yang benar. Dalam QS. At-Taubah[9]: 34 ini, Allah juga mengancam terhadap orang-orang yang suka mengumpulkan emas dan perak namun lupa terhadap kemanfaatan sosial masyarakat. Emas dan perak merupakan simbolisasi dari harta.

Kebatilan dalam Islam begitu luas pembahasannya, maka kita harus kritis terhadap ajaran-ajaran Islam yang kita dengar. Budaya tidak buruk namun juga tidak selamanya budaya itu harus kita ikuti, meski budaya itu dilakukan oleh orang-orang tua yang kita anggap mumpuni. Kita sebagai orang Islam dididik untuk memanfaatkan akalnya (begitu banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang menyuruh kita untuk memanfaatkan otak). Singkat kata, ketika suatu budaya telah kita terima dan telah membawa kebatilan kepada kita, bahkan menjadi racun bagi keimanan kita, maka kita tidak bisa mencari kambing hitam  kelak di akhirat. Dalam QS. Al-A`roof[7]: 173 menyebutkan: atau agar kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang tua kami telah mempersekutukan Tuhan sejak dahulu, sedang kami ini adalah anak-anak keturunan yang (datang) sesudah mereka. Maka apakah engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang sesat dahulu”

Al-hasil, “Dan janganlah kamu campur adukkan yang hak dengan yang bathil dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu sedang kamu mengetahui” (QS. Al-Baqoroh[2]: 42).

Tags; TIKET SURGA, KEHIDUPAN DI SURGA, 6 MODAL MEMBELI TIKET SURGA, DEFINISI TAKWA, TIPS MEMBENTENGI,  KEBENARAN ADALAH, KEBATILANADALAH

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.