Surau-surau didesaku



By: Marzuki Bersemangat

Tekuni satu ilmu sampai pada akarnya. Perdalami seluk beluk. Bahkan koridor yang terkecilpun. Dan sungguh Allah suka terhadap orang yang tidak putus asa.

Jangan pindah pada bab lain sebelum memahami satu ilmu. Niscaya akan lebih matang terhadap ilmu. Bukankah zaman sekarang profesionalisme lebih di tuntut. Fokus adalah hal yang dibutuhkan. Serius berarti mempelajari dengan responsibel.

Otak manusia yang terbatas membutuhkan; ketekunan, disiplin, istiqomah. Sekolah yang menekankan siswa terhadap ilmu tertentu lebih menjadikan siswa mudah mengusai ilmu, daripada siswa yang diceko’i beberapa fan ilmu.

Ketika sejak kelas satu SD sampai kelas lima. sulit aku belajar Al-qur’an, yang padahal sudah aku bisa menguasai iqro’. Pindah dari ustadz satu ke ustadz yang lain. Kusadari kurangntya konsentrasi; belajar pada guru, pengulangan pelajaran setelah sampai dirumah.

Akhir kelas V SD, kuputuskan temanku, Saji. Ia kujadikan Guru. Kupanggil Ustadz Saji. Beliau adalah alumnus UNMER Madiun, yang akhirnya menjadi Dosen disana. Sekolahnya dari kecil sekuler, namun ia adalah pribadi yang religi. Maka aku bangga karena Guru privatku membaca Al—qur’an adalah Dosen.

Setiap sore di Mushola Al-ikhlas, saya berusaha untuk aktif sholat jama’ah eko, temanku yang selalu bersama dimanapun dan terutama ngaji privat dengan ustadz Saji. Ngaji itu kami lakukan setiap ba’da Maghrib. Satu persatu kami membacakan maqro’ kepada Sang Ustadz, seperti sorogan dipesantren. Sampai menunggu isya’. Perhatian Guru, kenyamanan belajar, pengulangan pelajaran, istiqomah, kesabaran guru, dan tentunya dukungan serta anugrah Allah kami dapat menguasai iqro’ sehingga dengan mudah aku dan eko untuk naik sorogan Al-qur’an.

Selesai SD aku mondok di Tambakberas Jombang. kusudah enak dipesantren, karena Al-qur’an hanya tinggal melancarkan. Masuk MQ, Madrasah Al-qur’an, sistem pembelajarannya lebih menekankan pada Makhorijul huruf, bukan sorogan. MQ yang hanya dua tahun itu mempelajari 5 macam; tajwid, qiro’atul Qur’an, ghoroibul qur’an, hafalan surat-surat pendek, ”Attibyan” sopan santun membaca Al-qur’an.

Model sorogan seperti yang kulakukan saat privat pada Ustadz Saji, merupakan model belajar yang bagus. Siswa aktif dan guru hanya mendengarkan presentasi siswa dan menjawab pertanyaan siswa. Pembelajaran salaf namun dilisensi orang barat: inilah pembelajaran modern. Pesantren kuno atau salafi yang banyak ditemui di Kediri, ambil kewagean, Kyai tidak akan pindah kitab lain sebelum satu kitab itu khatam dan itu dibaca setiap habis sholat Maktubah.

Aktivitas ngaji privat itu, sudah 12 tahun lalu. Bagiku masih lekat dan terus teringat; Ustadzku, Eko temanku. Ustadz yang menancapkan erat pondasi untuk bisa membaca Al-qur’an, yang tetap kan terus dipakai sampai nanti. Kesabarannya mengajarkan “BA YA RO, TO RO KO, BU YA RO. Bukankah ini amal jariyah yang sesungguhnya? Eko, teman yang selalu bersama saat ngaji. Bukankah inilah ma’na sahabat yang sesungguhnya.

Guru kami yang di Aliyah, bisa lebih pandai dari guru ngajiku dulu di desa. Namun tanpa adanya guruku yang di desa dulu, mana mungkin aku dapat memahami pelajaran di Aliyah. Sungguh besar pahala bagi ustadz-ustadz (jama’: Asatidz) yang mengajarkan iqro’, Al-qur’an pada anak kecil-kecil. Keberadaan mereka termajinalkan dari mata orang-orang pengejar dunia. Keberadaan mereka mulia bagi Allah dan orang yang bertaqwa. Walaupun sekarang keberadaan mereka diperhatikan oleh pemerintah, itu tidaklah sepadan dengan pengabdian mereka.

Mushola Al-ikhlas di Kaligarung itu sekarang sudah berdiri megah. Berusaha menghilangkan sejarahku dulu. Ku ingat Mushola Al-ikhlas sangat sederhana sekali. Lantainya pun masih berupa ris, semen yang diaduk dengan pasir ditambah air, kemudian dihamparkan ke tanah, jadilah ris. Dinding kayu yang aku dapat mengintip dari luar, karena banyaknya celah, lubang. Pintu yang kalau ditutup sulit karena lantai dibawah pintu itu tinggi rendahnya tidak sama. Kalau dipaksa menutup bisa menimbulkan nada dering yang indah: “Graddhhakk!! Kreieeeek..Blaaak!!. lampu itupun kadang seperti lampu di diskotik, mati-nyala-mati-nyala-mati-mati-mati-mati, ganti saja dengan lampu pra kemerdekaan Republik Indonesia, Lampu Teplok. Tempat whudhu yang asyik, berupa genthong yang salah satu pojoknya dilubangi kecil sebesar bolpoin it name is Padasan . Atau kami biasanya memakai sumur yang manual biasa disebut oklek, yakni meng’oklek. Gantian satu dengan lainnya, ini yang menjadikan kehidupan kami gotong royong. Kamar mandinya pun sangat sederhana; berdinding ukiran tembus yang terbuat dari bambu atau ma’lum disebut gedhek, saluran air dari bak ke sumur hanya bambu, baknya terbuat dari seng yang sudah berlumut.

Sekarang keadaan Mushola itu, megah. Layaknya Mushola yang lain. Berkompetisi membangun “house” bukan “home” nya. Dalam bahasa inggris, rumah dibedakan menjadi 2, yaitu; house dan home. House lebih pada bangunannya, sedangkan home adalah rumah tangga, maka ada istilah ‘broken home’ artinya pecahnya rumah tangga. Kebudayaan pemuda lebih senang tidur di pos-pos pinggir jalan. Karena sudah tidak kuat lagi untuk pulang kerumah dalam keadaan mabuk.

Apakah Mushola sekarang yang megah lebih sakral daripada Mushola dulu yang reyot? Sehingga mereka enggan untuk mampir, dan lebih memilih warung kopi yang mereka harus mengeluarkan kocek. Al-qur’an yang tertata rapi seakan hanya sebagai ornamen Mushola, yang menyentuhnya dan bahkan mengamalkannya. Sedangkan Allah menurunkan Al-qur’an adalah sebagi petunnjuk bagi orang-orang yang bertaqwa. Al-qur’an bahkan tidak hanya untuk dibaca. RA Kartini dulu pernah mengkritik guru ngajinya, karena hanya diajari membaca Al-qur’an tanpa diajarkan artinya. Bagaimana orang islam bisa mengamalkan isinya kalau tidak tahu arti.

Aku dan Eko, sering menjelajah dari Ustadz Mushola satu ke Ustadz Mushola yang lain. Menjelajah dari dusun satu ke Dusun sebelah. Itupun kami lakukan setelah menguasai dasar-dasar membaca Al-qur’an. Kami hanya ingin merasakan belajar pada Ustadz yang lain. Merasakan luasnya pengetahuan, penjelajahan relegius. Aku teringat Gus Wahab berpesan “Dalam Guru syariat carilah Guru sebanyak-banyaknya dan carilah Guru hakikat satu saja”. Syariat hanyalah keilmuan yang bersifat pengetahuan, namun guru Hakikat adalah Guru yang bertanggungjawab pada kita, di dukia dan akhirot.

Penjelajahan relegiusku dan Eko, kami lakukan dengan senang hati. Sepeda ongkel federallah yang selalu kemanapun aku tumpangi setiap ngaji, begitu juga eko. Sholat Maghrib kami tetap berada di Mushola Al-Ikhlas, baru setelah itu kami bereksplorasi; menjelajah surau yang belum kami kenal. Mengeruk informasi dimana ada TPA ba’da Maghrib disitu akan kami singgahi. Berbekal semangat dan Al-qur’an yang kami pinjam dari Mushola Al-Ikhlas. Bahwa penjelajahan kami itu membuncah setelah kami menguasai dasar-dasar membaca Al-qur’an yang kami dapatkan dari Ustadz Saji. Beliaulah yang menanamkan pada kami dasar-dasar Al-qur’an melalui iqro’. Maka setelah iqro’ kami mencari guru lain. Aku dan eko tidak belajar pada Ustadz saji sorogan Al-qur’an kecuali hanya sebentar.

Hampir setiap RT didesaku ada suraunya. Sepuluh surau, itu hitunganku tahun 1997. sekarang bertambah terus, menjamur sejalan membludaknya manusia dan SDM yang meningkat. Bukti kongkret perkembangan Islam di desaku meningkat secara kuantitas dalam teori MLM, Multi Level Marketing, bahwa untuk mencapai kualitas, pertama kuantitas. Sehingga terdengar sahut-sahutan adhan surau satu dengan lainnya ketika waktu sholat maktubah tiba.

Dalam penjelajahan akhirnya kami menemukan seorang Guru yang sangat perlu kami teladani, Ustadz Santoso. Beliau alumnus salah satu Pondok Pesantren Salaf di Kediri. Dan ternyata beliau Maha Guru kami, karena Ustadz Saji adalah muridnya. Beliau sudah lama menjadi guru ngaji. Muridnya sudah banyak di desaku baik laki-laki, perempuan. Karakter beliau yang sabar, tegas, suaranya yang menggelegar, dan kumisnya ngelawir menambah kewibawaannya tampak. Beliau mengajar di surau kecil, dipenuhi suara-suara santri beliau. Surau yang hanya berdiameter ±7x5m2. Tempatnyapun sedikit tersembunyi, yang padahal berada di pinggir jalan itu karena hampir tertutup sumur didepan surau kecilnya itu. namun siapa menyangka surau itu menelurkan santri-santri didesa kami.
Penjelajahan kami tidak terasa sangat membuahkan hasil. Aku dan eko sudah lumayan lancar untuk membaca Al-qur’an pada kelas enam SD pada catur wulan ketiga dua. Yang waktu itu hanya 3 orang yang terkenal untuk membaca Al-qur’an; Ali, Ana, Bambang. Maka ketika Guru Agamaku menyuruh membaca suroh Al-baqoroh awal akupun membacanya dengan lancar. Pun karena ayat 1-6 Suroh Al-Baqoroh aku sudah hafal. Aku dan ekopun sudah berani untuk tampil ketika acara khotmil Al-qur’an di desaku.

Penjelajahan untuk tetap berkelana terhadap ilmu Allah terus membuncah. Maka ketika lulus SD dengan DANEM 42 yang seyogyanya itu DANEM bergengsi waktu itu untuk masuk SMP 1 Ngawi, aku tetap ngotot pada orangtua ku untuk berkelana ke Jombang. sebuah kota yang penuh dengan harimau berkeliaran. Aku ingin berupa-rupa hawa harimau. Aku mau sekali-kali bisa menjadi pelayan harimau. Aku berkeinginan merasakan ganasnya hutan yang penuh dengan harimau.


BUMI DAMAI GROWLRIVER
CAMPURASRI NGAWI

Rasa Sejati

By : Marzuki Bersemangat
Ketika sebuah inspirasi terbit tak terkebiri

Tinta-tinta ingin menyembur, meluap tak terkendali

Kertas-kertas putih menjadi korban suci

Bila tak tersalurkan semua menjadi rasa benci

Membara dalam hati membakar perasaan diri

Suara memicu mencuat jati diri gundah sepi

Ketika waktu memaksa memisahkan kami

Antara pencerahan inspirasi dengan kontemplasi

Hidup menjadi tidak tenang serasa duri

Inginku sekali berarti sesudah itu mati

Inspirasi merupakan emas yang murni

Karya besar berjalan dari inspirasi mini

Maka janganlah bermimpi hai ….pemimpi

Jika kamu ingin sukses tanpa berdiri

Bangunlah pemalas kamu pencipta esensi

Bila kamu berdiri angkat senjata dan lari

Kehidupan tak terselesaikan dengan ideologi

Sebuah ideologi akan berarti dengan bukti

Dan kehidupan lebih berarti dengan mengabdi

Menjadi makhluk yang sholeh pada Illahi Robbi

BUKAN BASA-BASI

Sebuah cuplikan Marzuki yang lupa dari mana asalnya


Suatu ketika Josh Washington

Pada saat-saat genting

Semua masalah berkecamuk

Semua anak buahnya bingung

Mondar-mandir, diam, membisu

Tapi mereka faham

Bahwa masalah tak akan selesai

Dengan hanya diam

Dengan hanya mondar-mandir

Masalah harus didiskusikan

Karena ini negara

Karena masalah masyarakat

Bukan masalah pribadi

Bukan negara individualisme

Ini negara demokrasi

Negara yang menghargai pendapat

Tapi mengapa semua diam

Tapi tunggu, disaat semua tutup mulut

Walau hanya tiga kata

‘’Bagaimana ini, Pak’’

‘’Jangan minta pada Tuhan

Untuk diringankan masalah kita

Tapi mintalah pada Tuhan

Untuk diberi kekuatan

Menghadapi masalah’’.

Kata Josh Washington

Oportunis Yang Idealist


By : marzuki bersemangat
Aku bangga sebagai warga negara indonesia, apalagi dengan datang kepadaku, surat pemberitahuan waktu dan tempat pemungutan suara Pilpres 2009. “aku pertama sek dewe “. Teriakku didepan rumah. Ku tak menyebutkan pertama dalam hal apa, karena aku malu. Malu aku karena sudah besar. Sudah besar aku malu. Malu aku karena sudah besar.
8 juli 2009, ku akan centang diriku sendiri, itu kalau nanti dikertas suara ada fotoku tertulis nama: “MARZUKI DAN IN..”, calon pasangan presiden dan wakil presiden rumah tangga periode tahun 2009 s.d 4 ever. Daripada harus bingung menyaksikan percaturan politik yang saling menyekak. Sudahku tidak menemukan dalam kamus bahwa poilitik itu bersih. Aku hanya menemukan kesimpulan dalam otakku yang penuh emosi ini, bahwa ‘poli’ berarti banyak, ditambah ‘tik’ enaknya ditafsiri trik. Politik benar yang lirikkan iwan fals “dunia politik dunia yang penuh intrik. Kawan, kata trik tersembunyi; 60 trik tersembunyi visual basic. Sebuah buku mengulas pemograman computer melalui jalan tak sewajarnya. Jalan pintas dianggap pantas it’s politic.
Salah satu vigur yang ku gadhang-gadhang continue dalam kepimimpinannyapun perlahan namun belum pasti aku menjadi lebih pasti bukti politik it’s kotor. System trik tersembunyinya dalam menyingkirkan lawan politiknya. Politik kotor namanya, itulah oportunis, dan itu aku. Kang muhtar waktu di pondok kyai mojo pernah mengatakan padaku:
“kamu oportunis yang idealist!”
Tepat. Gus david, putra kh. Jalil tulungagung pernah bilang padaku” kowe ora nakal tapi ndablek”. Ndablek atau oportunis adalah sama. Dipandang dari titik kesamaan. Santri yang waktunya harus masuk kelas malah lebih mengutamakan membaca buku diperpustakaan. Atau ndablek yajuzu nyusamma dholimun: makhallus syai’ fighoiri makhallih.
Perbedaan nakal dan ndablek. John, anak penurut. Ia sekolah di sltp bintang karya. Rajin, sekolah aktif, pr selalu mengumpulkan atau diselesaikan. Hobinya minta uang temannya, mudah memukul temannya, kalau frustasi minum pil lexotan. It ‘s example anak nakal.
Simon, ia sebenarnya anak pandai namun. Namun nasehat baik untuknya hanya bagai angin saja.
“mon, belajar”. Gertak ibunya.
“bentar”
Ia menonton tv, tidak memperdulikan tugas primer. Lebih mengutamakan sesuatu yang sekunder yang ia anggap penting daripada harus mengerjakan sekolah.
Simon ku sebut manusia oportunis yang idealist. Idealistnya adalah perhatiannya terhadap sejarah bangsa. Tv yang ditontton simon itu adalah film documenter tentang perjuangan para pahlawan. Mereka sungguh berjuang dengan tinggi. “ merdeka!!!, pahlawan yang berjuang melepaskan negara indonesia dari cengkraman para penjajah. Sedang simon dalam pahitnya ia mendengarkan omelan ibunya hanya berkata lirih pada dunia “bangsa yang baik adalah bangsa yang menghargai sejarah dan itu aku”.

Renungkan sang intelektual


By; Marzuki

Paradigma seakan hanya menjadi wacana

Padahal wacana diangkat dari realita

Lalu apa artinya paradigma

Bila tak mampu memecahkan

Problem-problem kehidupan

Lalu apa artinya wacana

Bila tak mampu mematahkan

Sendi-sendi kehidupan

Tuhan, Apakah dengan sujudku

Aku mampu memahami kehidupanku

Untuk Seniorku

Kegagahanmu memandang dunia

Merahnya matamu mencermati kehidupan

Bijaksananya karakter dalam menyikapi

Semua sistemmu

Langkahmu membawa ispirasi tersendiri

Dalam perjalanan hidupku, pun

Sampai bingung, siapa aku

Kau atau aku

Dimana aku

Sehingga kehilangan jatidiri

Mungkinkah kehilangan jati diri

Mungkinkah ini suatu transisi

Menyikapi………….

Kau menyinarkanku

Gerakan yang kecil tak ada

Selain mengubah cuatan-cuatan

Darah merah tenang kemudian naik

Burung Pipitku

By: Marzuki
Burung terbang mengepakkan sayapnya

Berjalan mencari cinta yang hilang

Setiap kepakan, ia mencari hikmah

Hikmah yang tersembunyi

Tapi ia terperosok dalam kesembunyiannya itu

Kesembunyian yang penuh dengan glamour……………. Westernisasi

Kesembunyian yang hitam, gelap dan memedihkan

Ia tak kuat dengan semua itu

Ia semakin lunglai, kala batu menamparnya

Emosi, pelampiasan, kegoncangan menghapirinya

Jatuh dan mencoba bangkit kembalikebangkitan mengeluarkan dari lorong itu

Mencoba mengepakkan sayapnya kembali

Diatas pasir yang putih nan lembut

Menuju sinar yang terang

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.