Wacanamarzuki. Lahir di sebuah perkampungan
yang sangat menjunjung nilai-nilai Islam merupakan takdir yang harus disyukuri.
Banyak orang-orang non Islam yang mencibir dengan keislaman masyarakat
Indonesia yang katanya Islam keturunan, bagiku cibiran itu sah-sah saja selama
tidak termanisfetasikan dalam perang urat syaraf dan berujung
anarkisme. Bagiku, cibiran mereka merupakan motivasi bagi umat Islam untuk
lebih mendalami lagi sumber ajaran Islam dan memperteguh keimanan.
(Awas! Pelacuran Merajelela : BACA)
Islam di
Indonesia mulai berkembang pesat ketika Wali Songo menyebarkan Islam di tanah
jawa, sekitar 5 abad yang lalu. Sekarang abad 21, telah lama Islam membumi di
tanah jawa khususnya. Banyak ajaran-ajaran yang campur aduk dengan kebudayaan
dan adat. Bagiku, kebudayaan memang tak akan terpisahkan dengan sebuah agama,
sebab agama memang dari langit yang diturunkan kepada manusia, dan kebudayaan
merupakan perwujudan dari reaksi akal manusia. Masalahnya keimanan
seorang muslim harus bersih dari kemusyrikan, sebab Islam tidak bisa mentolerir
bentuk-bentuk kemusyrikan. Nah, disitulah menurut saya
memperdalam Al-Qur’an itu penting, untuk memperteguh dan memurnikan keimanan.
RAMADAN DAN KEAGUNGAN AL-QUR’AN
Bagi
masyarakat di kampung saya secara umum, kedatangan bulan ramadan merupakan
berkah tersendiri. Misalnya bagi pedagang bakso, kedatangan bulan ramadan
merupakan berkah sebab dagangan baksonya bisa laris manis ketika tiba berbuka
atau seusai sholat tarowih. Pak Herno, pedagang bakso di kampung saya
mengatakan pendapatannya bisa tiga kali lipat dari hari-hari biasa. Makanya,
untuk bulan ramadan ia berbelanja bahan dan memasak lebih daripada bulan-bulan
selain ramadan. Dalam pandangan saya, Pak Herno pun tampak sekali senyumnya
berbeda dengan senyum biasanya, ia lebih cerah bak bola lampu yang kelebihan
voltase.
(Cara menulis buku harian: baca)
Bagi masyarakat
muslim di kampung kami, ramadan itu bak pasar murah yang penuh diskon. Banyak
sekali barang-barang murah namun berkualitas yang berjejer, diobralkan di
rak-rak, etalase-etalase bening nan mewah dan bertuliskan diskon besar-besaran.
Memukau mata dan hati. Mereka suka berdesak-desak di pasar yang ramai berjejal
itu meski tak semuanya membeli hanya berpartisipasi. Maka jangan heran ketika
para pengurus masjid seusai sholat tarowih malam pertama mereka berdiskusi
untuk pemugaran masjid. Mereka sama-sama merasakan kegelisahan melihat masjid
ternyata cukup sempit menampung para jama’ah di kampungnya, namun kegelisahan
mereka ternyata pudar setelah ramadan menginjak hari-hari kelima keatas,
ternyata masjid masih cukup longgar menampung para jama’ah di kampungnya.
Keagungan
ramadan memang tak terlepaskan dari sebab turunnya Al-Qur’an, sebab kitab itu
adalah petunjuk bagi umat Islam dan tentu saja perintah berpuasa di bulan ramadan
merupakan perintah yang tercantum di dalam Al-Qur’an itu. Bagaimana mungkin
kita mengenal bulan seribu ampunan itu tanpa Al-Qur’an?
Al-Qur’an
yang telah diajarkan Nabi Muhammad Saw, kepada kita merupakan petunjuk arah
jalan, halatuju langkah-langkah kita. Al-Qur’an adalah peta kehidupan yang
menuntun kita selamat
dengan jalan terjal nan berliku-liku ini. Membuka
Al-Qur’an akan membuka kesadaran kita tentang kebahagiaan yang sejati, sebab disitulah
kita diajarkan bagaimana mengelola properti dan keluarga kita. Al-Qur’an itu
menyejukkan sebab disitulah kita akan mendapatkan informasi bahwa kita akan
kembali ke dunia bermensi lain dan mempertanggungjawabkan semua perbuatan kita.
Al-Qur’an mendebarkan hati sebab ada
kabar baik bagi manusia-manusia yang taat terhadap ajaran Islam namun
juga kabar buruk bagi yang mengabaikannya.
Al-Qur’an, juga
mengajarkan pada kita untuk berpikir kritis menyikapi apapun, bahkan Al-Qur’an
juga menyuruh kita untuk berfikir kritis terhadap ayat-ayat Al-Qur’an itu
sendiri, apalagi terhadap berita selain dari Al-Qur’an (Q.S. Al-Furqon
[25]:73).
Dan
orang-orang yang apabila diberi peringatan dengan ayat-ayat Tuhan mereka,
mereka tidaklah menghadapinya sebagai orang-orang yang tuli dan buta.
Sebab selama
ini kita sebagai orang islam seakan dinina bobokkan dengan istilah pahala.
Ngaji ngantuk pun tidak apa-apa
yang penting dapat pahala. Maka, orang islam pun masih menuduh itu suatu
kebohongan saat pesawat luar angkasa
yang diawaki oleh Neil Armstrong, Edwin Aldrin, dan Michael
Collins dengan Apollo 11 diluncurkan pada 16 Juli 1969 menggunakan roket Saturn V dan tiba di bulan pada 20 Juli pada tahun yang sama. Padahal Al-Qur’an sendiri sudah menginformasikan
lebih dasyat dari itu, dimana nanti akan terjadi hubungan bisnis antar planet
(Q.S. At-Talaq [65]:12) yang itu hanya bisa dilakukan manusia dengan IPTEK
(Q.S. Al-Rahman [55]:33).
Hai jama'ah
jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan
bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan.
Kawan, Al-Qur’an adalah penerangan bagi manusia dan petunjuk serta pelajaran
bagi orang bertakwa. Jangan bersedih, jangan loyo. Betapa kamu adalah orang
yang tinggi. (Q.S. Ali-Imran [3]:138-139) Tentu saja, tinggi ilmunya, tinggi
pemikirannya, tinggi peradabannya, tinggi derajatnya dll.
(Al Quran)
ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi
orang-orang yang bertakwa. Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu
orang-orang yang beriman.
Rindu
Malam-Malam Ramadhan
Sholat
tarowih dalam Al-Qur’an disinyalir merupakan realisasi
dari ayat 79 suroh Al-Isra’ itu. Jadi, ini bermula ketika Nabi
Muhammad Saw , pada awal ramadhan melakukan sholat sunah di Masjid
kemudian ada beberapa saja sahabat yang bermakmum kepada Nabi. Aktivitas ini terjadi hanya sampai pada
malam ketiga ramadhan kemudian pada malam ke empat Rosul sholat sunah di rumah. Ada yang berpendapat, sang Nabi khawatir shalat sunnah yang dilakukan itu dianggap
suatu kewajiban bagi umatnya.
(Cara menulis essay: Baca)
Sebenarnya
kalau kita mengamati sejarah nabi itu sholatnya di lakukan pada malam hari
bukan setelah Isya’. Kalaupun itu dilakukan ba’da isya’ tentu akan banyak
sahabat yang ma’mum, namun terbukti hanya beberapa saja sahabat yang berma’mum kepada beliau.
Dengan kesimpulan itu maka akan terjadi keselarasan dengan suroh Al-Isra’ ayat 79 itu,
“Dan pada sebahagian malam hari bersholat tahajjudlah kamu sebagai suatu ibadat tambahan bagimu: mudah-mudahan
Tuhanmu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji.”
Dan inilah
yang membuat saya tersenyum setuju saat saya kemarin
melihat salah satu pengumuman yang mengadakan sholat tarowih pada jam 22.00 di Surakarta
Jawa Tengah.
Pemuda-pemuda
di kampung saya biasanya setelah sholat tarowih mereka satu persatu
membaca Al-Qur’an. (Yang selama ini
dipahami sebagai tadarrus itu, padahal
tadarrus artinya mempelajari bukan hanya sekedar membaca). Dengan suara
melalui spieker –spieker masjid. Maka pada malam-malam bulan
Ramadan di kampung saya serasa berada di negeri religius yang begitu kental akan nilai-nilai Islam.
(Cara menulis cerpen: Baca)
Dan sebagian
yang lain, yang mereka sudah beristri, mereka setelah sholat tarowih
langsung pulang kerumah untuk bercengkerama, bercanda dengan istrinya. Dan,
inilah sebenarnya seruan Allah kepada kita semua untuk membahagiakan keluarga
di malam-malam ramadan, setelah siangnya berpuasa, atau mungkin siangnya sedang
i’tikaf di Masjid, lihat konsep ini ;
“dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu; mereka itu adalah
pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasannya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu
dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang
telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu
beri`tikaf dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu
mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat Nya kepada manusia,
supaya mereka bertakwa”. (QS. Al-Baqoroh [2]: 187.)
Fenomena Mudik Lebaran
Hidupnya
malam-malam bulan ramadan di kampung saya selain karena suara-suara bacaan Al-Qur’an itu, faktor lainnya adalah mudiknya orang-orang
ke kampung halaman dari perantauannya. Gejala mudik ini kalau kita telusuri di dalam
Al-Qur’an adalah sebuah fitroh manusia untuk kembali, maka nantinya pula
manusia punya fitroh untuk kembali kepada Allah Swt. Konsep fitroh bisa pembaca
telaah lebih lanjut di Q.S. Ar-Rum
[30]:30.
Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah
menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui
Maka
gejala ini bukan hanya sekedar gejala antropologis semata. Dan, saya sangat
kagum pada teman-teman, yang katanya tetap berpuasa waktu didalam kendaraan
ketika mudik itu meskipun mereka tahu bahwa bolehnya qodlo’ puasa. Sebab
memang,”berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”(Q.S. Al-Baqoroh
[2]:184).
LAILATUL QODR
Budaya religi
yang sangat mengesankan lagi bagi saya di kampung adalah menunggu
turunnya lailatul Qodr . Betapa kami sangat sekali meyakini bahwa malam itu
adalah malam yang lebih baik daripada seribu bulan Q.S. Al-Qodr [87] : 3).
Yakni; Mereka pun di malam-malam yang diyakini bakal menurunkan keberkahan
beri’tikaf di Masjid yakni; malam 21,23,25,27,29, sesuai isyarat dari hadits
itu.
(Cara menulis wacana: Baca)
Dari malam-malam ganjil itu kemudian di kampung saya menghasilkan tradisi-tradisi, misalnya
saja melakukan kenduri di Masjid ataupun mushola-mushola, yaitu mereka membawa
makanan dari
rumah yang dikumpulkan masjid atau mushola itu.
Kenduri
ini merupakan wujud berbagi rezeki kepada sesama, dan terpenting lagi untuk memberi makanan pada orang-orang yang
membutuhkan, juga orang-orang yang beribadah di
Masjid.
Kembali pada
i’tikaf, yakni berdiam diri di Masjid untuk mengingat-ingat keagungan Allah Swt, atau
menghabiskan waktu dengan membaca Al-Qur`an dan mentadabburinya, dalam Al-Qur’an suroh
Al-Muhammad [47]:24,
Maka apakah
mereka tidak memperhatikan Al Quran ataukah hati mereka terkunci?
Kita
diperintahkan untuk mentadabburi Al-Qur’an, yakni merenungi
ayat-ayat suci Al-Qur’an. Misalnya dengan menanyakan pada diri kita sendiri,
“Apakah saya sudah benar-benar beriman?”.
Menanyakan pertanyaan itu pada diri
sendiri adalah penting untuk memperkuat kualitas keimanan kita, juga sebagai
bahan instropeksi diri. Menelaah dan mengingat kembali, bagaimana ayat-ayat
Al-Qur’an berbicara tentang keimanan adalah juga penting, sebab kesibukan
aktivitas duniawi kerap melalaikan pengetahuan yang telah kita pelajari.
MENEGUHKAN IMAN
Mari kita
telongok ayat 136 suroh An-Nisa’. Dalam ayat tersebut orang beriman pun
masih ditekankan untuk tetap beriman. Tentu saja ini sentilan bagi kita untuk
tetap teguh pada ketentuan-ketentuan Allah itu. Bahwa, jangan sampai kita
selaku orang beriman mencari ketentuan-ketentuan selain agama Allah, lihat
Suroh Ali Imron [3] : 85. karena, sesungguhnya agama pada Allah hanyalah Islam
(Q.S. Ali Imron [3]:19). Manusia adalah harga mati untuk tetap hanya
berserah diri kepada Allah semata (Q.S. Ali-Imron [3] : 83). Disinilah
letaknya, bahwa manusia yang berimanpun harus senantiasa kembali pada Allah
“taubat” (Q.S. Az-Zumar [39] : 54). Dalam konsep islam mengucapkan, “saya
beriman” saja sama sekali belum cukup, sebab Allah akan menguji kadar
keimanannya, lihat suroh Al-Ankabut : 2-3. Makanya Allah memberi ciri-ciri
konsep beriman dalam Al-Qur’an pada suroh Al-Anfal ayat ke 2 itu.
“sesunggguhnya orang-orang yang beriman itu
adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hatinya, dan apabila
dianalisakan ayat-ayat Allah bertambahlah imannya, dan hanya kepada Allahlah
mereka bertawakal”.
Merenungkan kembali keimanan kita adalah
penting, sudahkah selama ini iman kita
seperti dalam Al-Qur’an itu? Atau jangan-jangan kita malah
seperti yang dalam Suroh Al-Ankabut [29] : 49 itu!!
Sebenarnya,
Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi
ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang
zalim.
MEMBAYAR
ZAKAT
Ketika
puasa sudah akan berakhir mulai tanggal 20 ramadan, atau mendekati hari raya,
orang-orang di kampung kami sudah mulai membayar zakat di masjid atau mayoritas
membayar zakatnya di mushola-mushola terdekatnya. Mereka biasanya menyerahkan
beras 2.5 Kg atau sejumlah uang yang telah ditetapkan oleh takmir masjid. Panitia pembagian zakat fitrah Zakat ini
mulai membagikan beras kepada masyarakat setempat itu ketika menjelang
takbiran, berdasar pada asnaful atsmaniyah itu. Para remaja-remaja senang bisa membantu
panitia dalam kegiatan pembagian zakat fitrah itu.
Para
ahli tafsir mempunyai pandangan yang berbeda dalam memahami zakat, namun pemahaman yang sentral terhadap zakat adalah proses penyucian diri. Berkaitan
dengan harta misalnya, jika kita mempunyai harta membayar zakat adalah upaya
membersihkan harta kita. Jadi, zakat merupakan ibadah yang berwujudkan aspek
sosial. Ini mengingatkan kita pada Abdullah Ibn Abbas, beliau berpendapat bahwa keimanan memang harus mempunyai dampak
terhadap lingkungan. Tentu, pendapat beliau juga mengingatkan saya terhadap
Al-Qur’an Suroh Al-Mu’minun ayat 1-11 itu. Ciri-ciri keimanan harus berdampak
pada amal soleh. Perwujudan amal soleh adalah kataqwaan terhadap Allah Swt dan
juga keintiman terhadap masyarakat, dan zakat adalah salah satu upaya keintiman
orang beriman dengan masyarakat sekitar. Kepedulian sosial ini juga merupakan
aksi kita jika banyak sekali perintah sholat didalam Al-Qur’an kerap diikuti
dengan perintah berzakat.
Dalam
suroh Al-Maun, Allah durhaka terhadap
orang-orang Sholat namun anti terhadap kepedulian sosial, Allah menyebut mereka
dengan orang-orang yang mendustakan agama. “tahukah
kamu siapa yang mendustakan agama? Yaitu orang yang tidak peduli dengan nasib
anak yatim. Dan tidak pernah dengan sungguh-sungguh
memperjuangkan nasibnya orang miskin. Maka celaka orang-orang yang sembahyang
itu, yaitu mereka yang lupa akan sembahyangnya. Orang-orang yang berbuat riya’.
Dan enggan (menolong) barang berguna”(QS. Al-Maun [107]: 1-7). Pendusta agama, yakni orang yang sholat namun
tanpa ada efeknya, baik terhadap budi pekertinya dan kepedulian lingkungannya.
Tampak jasmaninya melakukan sholat namun rohaninya mempunyai cita-cita
keduniawian, atau pamrih terhadap selain Allah Swt.
MENYAMBUT HARI RAYA IDUL FITRI
Setelah
sebulan kami menjalani puasa Ramadan, kamipun ba’da maghrib itu, mengagungkan
nama Allah, dengan membaca takbir. Biasanya mereka, bacaan takbirnya;
“Allahu
Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar,
Allaahu akbar kabiiraa walhamdulillaahi katsiiraa, wasubhaanallaahi bukrataw -
wa ashillaa...Laa - ilaaha illallallahu walaa na'budu illaa iyyaahu
mukhlishiina lahuddiin walau karihal – kaafiruun…Laa - ilaaha - illallaahu
wahdah, shadaqa wa'dah, wanashara 'abdah, - wa - a'azza - jundah, wahazamal -
ahzaaba wahdah.Laa - ilaaha illallaahu wallaahu akbar. Allaahu akbar
walillaahil - hamd.
Artinya:
Allah Maha
Besar kebesaranNya, Segala puji bagi Allah sebanyak-banyaknya, dan Maha Suci
Allah sepanjang pagi dan sore.Tiada Tuhan selain Allah dan tiada yang kami sembah
kecuali Allah, dengan ikhlas kami beragama kepadanya, walaupun dibenci
orang-orang kafir.Tiada tuhan selain Allah, satu-satunya (Tuhan), Dia memenuhi
janjiNya, Dia menolong hambaNya, Dia mengokohkan tentara-Nya dan menghancurkan
pasukan sekutu sendirian. Tiada tuhan selain Allah, Allah Maha Besar!, Allah
Maha Besar dan milikNya lah segala puji.
Ya, itu merupakan ungkapan seorang hamba
kepada Tuhannya Semesta, sebagai reaksi kekaguman. Hamba itu merasa telah
bersyukur bisa melewati ujian berpuasa sekaligus merasa tidak ingin
ditinggalkan bulan ramadhan yang penuh dengan keagungan itu. “Allahu Akbar”,
adalah ungkapan atas reaksi berbeda dengan ayam yang mengungkapkan “kukuruyuk”
karena memang seperti itu suaranya. Itu juga merupakan pertanda bagi manusia
betapa manusia harus memanfaatkan akalnya untuk berfikir, menganalisa, dan
mengambil pelajaran terhadap apa yang telah dianalisanya.
TAKBIR DENGAN TADABBUR AL-QUR’AN
Alangkah lebih
baiknya kita pada malam itu adalah dengan memperdalam pengetahuan agama kita dengan mentadabburi Al-Qur’an sendirian
atau bersama-sama, sesuai dengan petunjuk Allah,”Wa
litukabbiru Allah ‘ala ma hadakum”, yakni,” hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukn-Nya yang diberikan
kepadamu”)Q.S. Al-Baqoroh [2] : 185.
PEMBEBASAN DARI API NERAKA
Al-hasil, bergembiralah kami yang mempunyai harapan dalam hati, yaitu berharap mendapatkan “pembebasan dari api neraka”, sebagaimana hadits yang
terkenal itu. Pun, dalam Al-Qur’an suroh An-Naziat [79]:40-41 itu Allah
berfirman;
“Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”
SHOLAT IDUL FITRI
Setelah malam takbiran, pagi seusai sholat
subuh kami bersiap-siap untuk menjalankan sholat
idul fitri. Kami berangkat sebelum jam
06.00 menuju di Balai desa. Kami berduyun-duyun membawa tikar ataupun
koran-koran bekas sebagai alas tikar untuk sholat. Memang, panitia juga
menyediakan tikar namun itupun terbatas pada balai desa saja. Padahal,
jama’ah idul fitri bisa membludak kebelakang 200 M. Sungguh saat seperti ini
kami serasa termanifestasikan dari do’a nabi Isa putera Maryam itu
“Ya Tuhan
kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari
turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami yaitu bagi orang-orang yang bersama
kami dan yang datang sesuda kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau; beri
rezkilah kami, dan Engkaulah pemberi rezki Yang Paling Utama” (Q.S. Al-Maidah
[5] :114).
Dan,
kira-kira jam 06.15 kami bersama-sama melakukan sholat sunat dua rokaat sebagai
realisasi dari Al-Qur’an ayat 114 suroh Hud [11] itu.
Kemudian
dilaksanakan khutbah, yakni sebagai evalusi setelah sebulan kami melakukan
puasa ramadan. Tentu, khatib akan menganalisakan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai
bahan renungan, instropeksi “tadabbur”, atau dalam bahasa arab “dubur”
artinya belakang, ma’nanya mengambil pelajaran dari masa yang telah lampau. Dan
Al-Qur’an diturunkan kepada manusia sebagai petunjuk bagi orang-orang yang
beriman. “Maka apakah mereka tidak mentadabburi Al-Qur’an?..(Q.S. An-Nisa’ [4]
: 82).
(Cara memilih dan memutuskan sebuah bisnis: Baca)
Demikianlah
kami menutup serangkaian ibadah pada bulan ramadan. Semoga kita termasuk
pada golongan orang yang beruntung, sebagaimana dalam Al-Qur’an suroh Al-A’la
[87]: 14-19 ;
“sesungguhnya beruntunglah orang yang membersi hkan diri (dengan beriman). Dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia sembahyang. Tetapi kamu (orang-orang kafir) memilih
kehidupan duniawi. Sedang kehidupan akhirot adalah lebih baik dan lebih kekal.
Sesungguhnya ini benar-benar terdapat dalam kitab-kitab yang dahulu (yaitu)
kitab-kitab Ibrohim dan Musa.
(Apa itu bid'ah? baca)