MENEGUHKAN INDONESIA : PATRIOTISME


meneguhkan indonesia


Wacana Marzuki. Tulisan yang tak bertaji ini hanya sengatan dari suatu MAJELIS KENDURI CINTA, Ehma Ainun Nadjib. Sengatan yang tepat mengenai stimulus saya dan refleks menggerakkan tangan untuk mengetik di keyboard komputer dengan tanpa memperhitungkan konsep berpikir dan kerangka tulisan yang jelas. Maaf, jika pembaca tidak menemukan kepuasan, toh tulisan ini bukan alat pemuas, hwhwh! Terpenting, ini adalah wujud patriot saya (artikel terkait, baca)

Ketika saya mendengar Cak Nun bercerita sekelumit tentang bukunya “Indonesia Bagian Dari Desa Saya”, saya kaget. Lho, ada ya bukunya Cak Nun yang berjudul seperti itu, kok saya belum mendengar apalagi membacanya. Trus, hingga detik ini saya menulis, saya masih penasaran isi buku itu apa, dan saya ingin beli dan baca, entah kapan? Di sini jauh dari toko buku lengkap, layaknya Gramedia. Cak Nun (terkait juga) hanya menyampaikan sedikit tentang isi buku itu, bahwa sebelum kita membangun Indonesia nasional, kolektif, dalam skala yang besar ini, yuk kita membangun Indonesia dari dalam diri kita sendiri-sendiri dulu. Bahwa pemimpin itu harus jujur maka kita harus melatih diri kita sendiri untuk jujur. Bahwa pemimpin Indonesia itu harus adil maka kita harus menerapkan adil di internal diri kita. Bahwa Indonesia harus manajemennya benar, kita harus menajemen diri secara benar. Maksudnya, kita membangun Indonesia dalam kehidupan diri kita sendiri pun juga bisa. Sebab dalam buku “Indonesia Bagian Dari Desa Saya” itu makna Indonesia sangat beragam; ada Indonesia secara substansial, Indonesia secara teritorial, Indonesia secara filosofis dan lain sebagainya. Maka minimal kita meng-Indonesia-kan diri kita sebelum menunggu proses zaman yang panjang nan rumit ini, untuk menyaksikan Indonesia dalam rasional kita. 

(Kangen Sri Mulyani, kemana perempuan hebat itu, baca)

Ada 3 pilar yang biasanya dipakai dalam mengurai pilar-pilar negara lantas Cak Nun memberi unsur terpenting lainnya yakni adat dan kebudayaan, juga agama atau spiritual (Maaf, kalau salah mohon dikoreksi). Nah, saya akan mencoba berbicara mengenai unsur-unsur itu sesuai kapasitas saya yang masih kelas Nol Kecil ini.

(kesuksesan anda tak lepas dari cara anda mengelola waktu. Temuka tips mengelola waktu : BACA)

1.   Rakyat

Raktyat adalah pihak yang diatur oleh pihak yang berkuasa (Emha Ainun Nadjib). Semua orang yang tinggal dalam suatu wilayah atau negara, begitu Bahar Rifai mendefinisikan. Biasanya rakyat memiliki karakteristik atau unsur-unsur yang hampir sama yang berkumpul dalam suatu wilayah. Menurut Friederich Hertz, unsur-unsur itu adalah Keinginan dalam mencapai kesatuan nasional, kemerdekaan dan kebebasan tanpa intervensi asing dalam manajemen bangsanya, kemandirian, juga keinginan unggul dari bangsa-bangsa lain. 

(Kegelisahan kerap melanda kehidupan anda. Temukan cara-cara meraih hidup bahagia : BACA)

Berdirinya suatu negara dalam suatu wilayah tertentu memang selain karena keinginan manusia dengan manusia-manusia lainnya yang sama terbesit impian ingin mendirikan negara juga sebab adanya berbagai kesamaan ras, bahasa, agama, ideologi, budaya, dan/atau sejarah. Mereka beranggapan memiliki nenek moyang yang sama: SILSILAH.

(Bagi anda yang baru saja putus dari pacar temukan tips menghadapi patah hati anda : BACA)

Itulah mengapa 28 Oktober 1928 generasi muda berkumpul dan mereka memekikkan sumpah: SUMPAHPEMUDA; bertanah air satu, berbangsa satu dan menjunjung bahasa yang satu: INDONESIA. Batas teritorial itu akan terlihat manakala Pancasila menjadi dimensi yang menstndarkan nilai-nilai yang ada di bangsa Indonesia. 

(Benarkah Candi Borobudur peninggalan Nabi Sulaiman. Baca Argumentasinya di sini)

Betapa banyak orang-orang yang mengatas namakan dirinya: RAKYAT atau WAKIL RAKYAT. Tentu mereka mempunyai tujuan yang tidak sama, ada yang memang beneran dari hati sebagai rakyat namun tak sedikit mereka yang mencari keuntungan pribadi. Dalam konteks ini tentu yang terakhir itu tidak sepenuhnya mengerti makna rakyat serta berbagai dimensi yang melingkupinya

(Benarkah KH. Hasyim Asyari lebih populer ketimbang KH. Ahmad Dahlan di akhirot: BACA)

Rakyat bukanlah konsepsi aritmatik atau statistik namun rakyat adalah konsepsi politik. Rakyat itu tidak harus selalu seluruh penduduk suatu negara itu. Rakyat adalah the common people, orang banyak . Pengertian rakyat berkaitan dengan kepentingan bersama, kepentingan publik yang tentu berbeda dengan kepentingan antar individu. Maka, berbeda makna dalam istilah ini: public interest atau public wants dan private interest atau private wants. Sejak dulu orang memperdebatkan tentang individual privacy dan public needs. Ini analog dengan pengertian  bahwa social preference berbeda dengan hasil penjumlahan atau gabungan dari individual preference. Istilah rakyat memiliki relevansi dengan  hal-hal yang bersifat publik itu.

(Memahami Taqdir Tuhan denga Al-Qur'an : BACA)

Menguatkan Indonesia, meneguhkan Indonesia, memperkokoh Indonesia berarti harus didahului dengan perenungan arti Indonesia dan menyatukan dengan perilaku kita. Dan, sudahkah selama ini kita menjadi rakyat yang baik?

(Jejak Sang Ode : BACA)

2.   Tentara ratyat

Tentara keamanan rakyat (TKR) begitulah awal mula pasukan perang Indonesia diberi julukan, karena mereka bertugas menjaga stabilitas keamanan rakyat. Menjaga kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dari makar, dari rongrongan ekspansi kolonial. Tentara rakyat esensinya adalah menjaga rakyat, dari bahaya apapun. Ketika prajurit negara tidak bisa memberikan keamanan tehadap masyarakat bahkan sebaliknya tentu itu oknum, dan oknum keamanan selalu mesti harus diamankan. 

(Anda punya modal, namun bingung memilih sebuah bisnis? BACA)

Apakah tentara rakyat mesti dari Prajurit rekrutan negara itu?  Menurut saya tidak, sebab saya juga bersedia menjadi rakyat yang militan itu, hehe. Begitu banyak rakyat jelata yang berkeinginan menjadi tentara resmi negara (sekarang TNI) namun begitu nasib tidak mengizinkan menjadi tentara, dan mereka yang gagal mendaftar menjadi tentara, saya yakin juga banyak yang mempertahankan idealismenya dalam mengabdi pada tanah airnya.  

(Mengapa Madiun disebut Kota Gadis? BACA)

Di Indonesia, tentara rakyat terbagi dalam 3 area: darat, laut dan udara. Begitulah Indonesia mempertahankan kedaulatannya yang besar ini, dari Sabang sampai Merauke. Dan, karena kekuatan tentaralah Majapahit ditakuti di wilayah Asia waktu itu. Tentara area laut kerajaan Majapahit waktu itu telah dilengkapi dengan peralatan yang canggih di masanya: MERIAM CETBANG). Kapal-kapalnya masyhur dengan gelar JUNG MAJAPAHIT. Begitu pula, bagaimana kesultanan Turki bisa berekspansi? Tak lain ia punya tentara rakyat yang tangguh. Ottoman mempunyai pasukan elit Yenicheri atau Janissary yang ditakuti eropa berabad-abad mulai dari berdirinya hingga keruntuhannya. Lantas, seberapa besar tentara rakyat Amerika Serikat hingga ia tetap berjuluk POLISI DUNIA hingga kini? Atau, layakkah Amerika disebut sebagai negara super power? Kalau iyya, mengapa Amerika Serikat tidak berani menyerang korea utara yang terang-terangan mengaku punya Nuklir dan balas dendam pada As jika berani-berani menyerang Korea Utara? Dan  bukankah As juga menyerang Irak dengan argumentasi Irak membahayakan? Apakah As hanya negara yang hanya hegemonistik tanpa taji? Saya tidak akan membahas itu, entar di artikel lain kalau sempat nulis.

(Gapai kesuksesan anda: BACA)

Indonesia pernah ditakuti Amerika, ketika Militer Indonesia didukung besar-besaran oleh teknologi terbaru Uni Soviet. Pada tahun 1960, Belanda masih bertahan di Papua. Melihat kekuatan Indonesia yang semakin kuat, Belanda membuat ide memerdekakan Papua namun sebenarnya hanya siasat, supaya Indonesia tidak mengusir Belanda dari Papua. Mendengar berita itu Soekarno membuat gerakan pembebasan Papua dari Belanda. Begitulah Tentara Rakyat berfungsi. Semakin besar kekuatan Tentara Rakyat ia akan semakin berwibawa negara itu di atas bangsa-bangsa lain.

(Anda kebingungun di mana harus mencari tempat informasi lowongan kerja: BACA)

3.   Cendekiawan

Cendekiawan, yakni orang yang membuat ide bendera, membuat lambang Indonesia, orang yang menyusun Undang-Undang Dasar, budayawan, pendidik, pokoknya orang-orang yang mikir-mikir. Fungsi cendekiawan dalam suatu negara adalah memberikan problem solver dan tak ada “perselingkuhan” (Meminjam bahasanya Gus Dur) dengan kekuasaan. Dan, Cendekiawan juga harus bersimpati dengan tumbuh kembangnya intelektualisme di masyarakat. Pengawalan kaum cendekiawan terhadap dinamika intelektualisme di masyarakat sangat dibutuhkan  mengingat masyarakat Indonesia begitu terpasung pemikirannya terhadap citra. Manakala citra sudah menguasai kaum intelektual maka yang terjadi adalah terjebak pada hegemoni orang lain karena tingkah lakunya dipasung citra yang telah dipasang bangsa lain, begitu menurut Kuswaidi Syafi`I (2004). Fenomena demikianlah yang tengah melanda mayoritas kaum intelektual Indonesia. 

(Banyak orang yang menggaungkan kebebasan, namun tidak mengerti batas-batas kebebasan: BACA)

Mendengar kasus korupsi di media yang menjerat para pejabat Indonesia adalah makanan sehari-hari. Mereka yang terjerat kasus korupsi itu tak sedikit yang bergelar Doktor, bahkan Profesor itu adalah bukti integritas dan moralitas kaum intelektual Indonesia sudah tergadaikan. Kaum cendekiawan juga telah banyak yang berlabuh ke dalam pusaran kekuasaan dari mulai yang serius dan tekun dalam dunia pendidikan. Betapa banyak kaum cendekia sibuk dengan jabatan di birokrasi dari jabatan kampus, sehingga tugas “ngampus” makin terabaikan. Kenikmatan kaum cendekia terhadap politik makin membuatnya jauh dari dunianya sebagai Intelektual yang harus terus membangun Indonesia dari dunia keilmuan. Yang terjadi, mereka akan asing dengan akademisi dan dedikasinya pada ilmu dan melalaikan integritas akademiknya. Korupsi merajalela, hilangnya moralitas sudah tak dihiraukan. 

(Belajar yang baik adalah dengan.....BACA)

Kaum cendekiawan adalah selayaknya mempertanggungjawabkan dua hal pokok ini, yakni membawa kembali doktrin agama sebagai pembebas sebab kamu cendekia selalu identik dengan kaum pencerah. Kaum cendekia mesti sudah beraksi dengan daya intelektualnya melawan kegelapan dengan kekuatan sosial-revolutifnya. Bergerak aktif melawan kampanye hitam dan membangun kembali runtuhnya etika politik. Yang kedua adalah menyangkut masalah-masalah nasionalisme, dimana dalam beberapa tahun terakhir kaum cendekia lebih banyak terlibat dalam kasus kejahatan korupsi. Bahkan, seorang rektor juga terlibat dalam urusan penggelapan uang negara. Dengan demikian, kemanakah posisi seorang cendekiawan? 

(Mengenal Sri Mulyani dengan sastra: BACA)

Al-hasil, cendekiawan harus mau turun gunung melawan kebiadaban dengan kapasitas intelektualnya. Dua hal itu adalah tanggungjawab moral yang meski ditunaikan oleh kaum intelektual. Maka, letak inteleknya adalah terdapat pada dedikasinya.

(Perempuan dalam Islam : BACA)

4.   Adat

Secara terminologi kata adat ini memiliki dua pendapat, ada yang berpendapat dari bahasa Arab yang berarti kebiasaan, dan pendapat lain mengatakan berasal dari bahasa Sanskerta “A “, berarti tidak dan “Dato” berarti sesuatu yang bersifat kebendaan. Lepas dari perdebatan itu, para ahli sepakat bahwa kata adat memang muncul dari bidang ilmu hukum yakni pembahasan tentang hukum adat itu sendiri, sebab kerap kemunculan suatu keputusan hukum memang tidak bisa lepas dari hukum adat.

(Ilmu iku kalaku kanti laku : BACA)

Nah, Adat sendiri dipahami dengan pengertian wujud gagasan kebudayaan yang terdiri dari nilai-nilai kebudayaan, norma, kebiasaan, kelembagaan, dan hukum adat yang lazim dilakukan disuatu daerah.  Adat yang hidup dalam suatu masyarakat di Indonesia ini kemudian bisa menjadi sistem hukum yang dikenal dalam lingkungan kehidupan sosial di Indonesia, atau lebih dikenal dengan julukan hukum adat. Hukum ini tidak tertulis namun bisa dipegang kuat oleh masyarakat dan dipertahankan dan karena tidak tertulis hukum ini begitu elastis dan bisa beradaptasi. Hukum adat juga terjadi di beberapa negara-negara Asia lainnya seperti Jepang, India, Tiongkok. 

(Cinta itu bagian dari kehidupan, cerita cinta 2 : BACA)

Seseorang yang hidup dalam suatu masyarakat manakala ia melanggar hukum yang tak terkodifikasi itu, tentu ia juga akan mendapat sanksi (hukum) dan dipihak lain dalam keadaan tak terkodifikasi. Sanksi yang dimaksu adalah reaksi dari pihak lain atas suatu pelanggaran itu.  

(Media adalah penguasa di zaman ini. Mengapa Pers Islam melemah : (BACA)

Hukum adat tumbuh dan dipelihara oleh masyarakat terutama oleh petinggi-petinggi suatu masyarakat dahulunya seperti kepala adat dalam memutuskan perkara-perkara hukum waktu itu. Sekarang hukum adat juga bisa membantu hakim dalam memutuskan perkara-perkara pertentangan kepentingan yang tak bisa diselesaikan secara hukum yang telah terkodifikasi, seperti misalnya sengketa tanah. Sebab pengambilan suatu hukum tertulis pada awalnya juga konsideran terhadap hukum-hukum adat. 

(Zaman kapitalisme: uang dan uang)

Adat atau kebiasaan yang tumbuh kembang di masyarakat secara turun temurun memang bisa menjadi tatanan hukum, namun tentu yang bisa menjadi tatanan hukum itu sendiri adalah kebiasaan yang positif, senafas, seirama dengan kesadaran , diterima, diakui. 

Suatu bangsa yang mempertahankan kekuatan hukum adat akan menjadi sebuah negara yang kuat karena negara itu telah menjadi dirinya sendiri tanpa terbang di atas angin, kesana kemari. Negara itu akan kokoh. Pertanyaannya, sampai kapan adat suatu bangsa bisa bertahan ditengah lautan globalisasi ini?                                                                                               

5.    Kebudayaan

Budaya yang berasal dari kata budi, adalah sesuatu yang dikaitkan dengan akal manusia. Dalam bahasa Inggris kita mengenal Culture, yang konon berasal dari bahasa Latin colere, yang artinya mengerjakan atau mengolah. Melihat kedua bahasan secara etimologi itu maka kayaknya sejalan jika budaya  biasanya didefinisikan dengan suatu cara hidup yang berkembang, dan dimiliki bersama oleh sekelompok orang, dan diwariskan dari generasi ke generasi.

Budaya dalam suatu bangsa berjalan secara turun temurun dan berdinamika sesuai dengan perkembangan akal manusia itu sendiri. Dulu, ketika manusia belum mengenal lampu listrik aktivitas pola pikir manusia pasti tidak sama ketika kehidupan manusia telah mengenal lampu listrik. Pola pikir itu tentu juga akan berpengaruh terhadap cara hidup manusia, sebab bermula dari penemuan lampu oleh Tomas Alva Edison maka bermunculan pula teknologi-teknologi modern lainnya, hingga zaman sekarang perkembangan teknologi informasi berkembang pesat dan dari pesatnya informasi pula kebudayaan suatu daerah bisa dikenal dari suatu negara ke belahan dunia lainnya.

Namun saya tidak akan memperpanjang itu, sebab saya akan berfokus pada bagaimana budaya Indonesia juga akan mempengaruhi kuat lemahnya negara tercinta Indonesia ini.

Sebelumnya, perlu untuk berbicara tentang perbedaan adat dan budaya, supaya pembahasan bisa nyambung dengan permasalahan. Adat itu kebiasaan suatu masyarakat tertentu yang muncul dari nenek moyangnya dan bisa mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat itu jika ada yang melanggarnya, artinya adat itu tidak bisa diubah. Sedangkan budaya itu lebih pada cara hidup manusia yang bisa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Maka budaya itu sendiri terbentuk dari beberasa unsur yang rumit agama, politik, adat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni.

Melville J. Herskovits dan Bronislaw  Malinowski mengemukaan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam suatu masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri, atau biasa disebut dengan Cultural-Determinism. Lantas, bagaimana kita selaku masyarakat Indonesia mengetahui kebudayaan kita sendiri, yang telah dilakukan nenek moyang kita? Pertanyaan ini telah dijawab dengan Pancasila, sebab Presiden Soekarno waktu itu menawarkan Pancasila itu merupakan nilai-nilai dasar yang diwariskan oleh nenek moyang bangsa Indonesia.

Al-hasil, memperkokoh Indonesia dari aspek kebudayaan adalah dengan menerapkan butir-butir Pancasila itu sendiri dalam kehidupan kita.

6.   Agama

Agama atau spiritual adalah faktor penting dalam membangun dan memperkokoh negara Indonesia sebab agama adalah semangat terdalam manusia dari Tuhan. Semua agama mengajarkan kebaikan dalam beretika, membentuk kedamaian, kerukunan, toleransi dan lain-lain. Nilai-nilai agama itu justru lebih kuat dipegang oleh pemeluk suatu agama ketimbang adat atau budaya. Betapa banyak orang menerima suatu adat atau budaya jika selaras dengan pandangan agamanya. Jika, belakangan ini media kerap memberitakan banyaknya kekerasan yang dilakukan oleh manusia atas nama agama. Disini saya katakan, itu adalah ilusi bukan fakta. Betapa banyak informasi yang datang kepada kita adalah hasil komentar-komentar dari ini dan itu, menurut versi ini dan versi itu, maka itu bukan fakta namun opini.

Lantas, mengapa ada pendapat yang mengatakan bahwa mayoritas pelaku kekerasan atas nama agama Islam adalah disebabkan perintah dari pempinan spiritualnya? (saya tegaskan Islam, sebab dunia tengah dilanda islamphobia yang dilancarkan negara-negara anti Islam) Pertama, pimpinan agama itu saya yakin belum yang paham beragama itu sendiri. Menurut saya, sebelum kita berbicara agama terlebih mari kita berbicara keindahan. Kedua, jangan campurkan adukkan tafsir suatu ayat dari sudut pandang politik. Ketiga, banyaknya sekte-sekte dalam suatu agama adalah adanya miss komunikasi.

Begitulah, ajaran agama memang begitu kuat pengaruh ideologinya terhadap pemeluknya, maka mendukung Michael H. Hart penulis bukunya, 100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam sejarah, nomor satu penulis mencantumkan Nabi Muhammad Saw, selaku penyebar agama Islam di Makkah yang kemudian menyebar ke Jazirah Arab dan meluas ke dunia. Dan, Islam kini menjadi agama yang mayoritas di masyarakat Indonesia. 

 (Cerita Surau-Surau di desaku: BACA)

Agama Islam membumi di Indonesia semenjak para WaliSongo menyebarkan agama Islam ke Tanah Jawa. Wali Songo menyebarkan agama Islam menggunakan metode pendekatan ke lapis masyarakat dengan halus tidak menampakkan cara-cara kekerasan. Metode itulah yang mengikat hati masyarakat jawa sehingga perlahan mereka rela meninggalkan agama dahulunya. 

 (Contoh sastra yang mencerahkan : BACA)

Ajaran-ajaran agama Islam sangat mendukung terhadap kekuatan negara Indonesia dan memperbaiki permasalahan-permasalan generasi penerus yang makin jauh dari harapan. Islam sangat mengajarkan taat kepada pemimpin. Islam juga mengajarkan bagaimana memilih pemimpin yang baik. Islam juga mengajarkan bagaimana bernegara, bermasyarakat, beragama yang baik. Saya yakin agama lain juga mengajarkan hal-hal itu.

(Apa sebenarnya fungsi dari sastra?: BACA)

Penutup, seseorang yang berkeinginan menjadi pemimpin baru di Indonesia harus menyatukan 6 unsur itu, sebab hingga sekarang pemimpin di Indonesia belum ada yang mengumpulkan 6 unsur itu. Presiden ke 2 Indonesia baru menerakan unsur ke 2 dan mengesampingkan yang lain. Dan, bagaimana jika anda adalah Presiden berikutnya?

  (Kangen Gus Dur: BACA)

Tag:  MENJADIPEMIMPIN INDONESIA, KRITERIA RAKYAT YANG BAIK, MENJADI TENTARA RAKYAT, ADATNEGARA INDONESIA, ADAT ADALAH, HUKUM ADAT ADALAH, PERBEDAAN ADAT DANKEBUDAYAAN, PERAN AGAMA DALAM NEGARA, PENGARUH AGAMA TERHADAP NEGARA

 

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.