6 GEJALA DITERIMANYA TOBAT SEORANG HAMBA KETIKA BERTOBAT


Taubatan Nasuha

Wacana Marzuki. Taubat merupakan cuatan dari tiga unsur. Pertama, seseorang mengetahui dengan sadar perbuatan yang telah ia lakukan. Sadar bahwa apa yang ia lakukan adalah perbuatan dosa. Unsur ini biasa disebut dengal ilmu. Kedua, keadaan. Setelah ia mengetahui bahwa perbuatan yang telah ia lakukan adalah dosa lantas ia menyesalinya. Ketiga, perbuatan. Berangkat dari kedua unsur diatas lantas timbullah niat yang sungguh-sungguh untuk tidak mengulanginya perbuatan dosa itu dan lebih mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wa Ta`ala.

(Baca: Cara Menulis buku harian)

Manusia memang bukan malaikat, yang selalu ta`at kepada Allah Swt. Malaikat senantiasa terprogram untuk ta`at menjalankan perintah Allah. Ketika malaikat diprogram untuk sujud ia akan senantiasa bersujud. Ketika malaikat diprogram untuk bertasbih ia akan senantiasa bertasbih. Berbeda dengan manusia yang diberi nafsu. Nafsu inilah yang menjadi pendorong manusia menuju kebaikan bahkan sebaliknya. Manusia bisa baik melebihi malaikat namun manusia juga bisa menjadi buruk melebihi syetan. Karena itulah, Allah menyukai hamba-hamba-Nya yang bertaubat. “Inna Allaha yuhibbu al-tawwabiina”,”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat”. (QS. Al-Baqoroh[2]: 222).

Kecintaan Allah pada hamba-hamba-Nya yang niat sungguh-sungguh bertaubat diwujudkan Allah Swt dengan menerima taubat hamba-Nya dan mengampuni dosa-dosa hamba-Nya itu. “wahuwa alladzi yaqbalu al-taubata `an `ibadihi waya`fuw `ani al-sayyiati waya`lamu ma taf`aluuna”,”Dan Dialah yang menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan mema`afkan kesalahan-kesalahan dan mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Asy-Syura[42]: 25). Bukankah ini adalah pintu lebar bagi hamba-hamba Allah untuk menuju surga-Nya?

(Baca: Cara menulis essay)

Taubat itu bukanlah menyadari kesalahan, menyesalinya dan meninggalkan pebuatan dosa itu, lantas beberapa waktu lagi mengulangi perbuatan dosanya. Bukan! Bukan itu yang disebut taubat. Al-qur’an menyebut taubat yang sungguh-sungguh ini dengan sebutan “taubatan nasuha”. Dan Allah hanya menerima taubat yang nasuha ini bukan model taubat sambal, hari ini mengeluh besoknya malah mencari lagi. “Yaa ayyuhaa al-ladzina  aamanuu tuubuu ‘ila Allahi taubatan nasuuhan `asaa robbukum ‘an yukaffiro ‘ankum sayyiatikum wayudkhilkum jannaatin tajrii min tahtiha al-anhaaru”,”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus segala kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai”. (QS. At-Tahrim[66]: 8)

(Baca: Cara menulis cerpen)

Yang terpenting, taubat bukanlah aktivitas yang bisa dikerjakan dengan rencana. “Ah, saya akan bertaubat entar-entar aja”, pernyataan ini tidak boleh. Taubat dilakukan harus segera setelah ia sadar, menyesali, dan meninggalkannya. “Innama al-taubatu `ala Allahi lilladzina ya`maluuna al-suu’a bijahalatin tsumma yatuubuuna min qoriitin fa’ulaaika yatuubu Allahi `alaihim wakaana Allahu `aliiman hakiiman”,”Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”. (QS. An-Nisa`[4]: 17)

Menurut sementara Ahli hikmah, gejala diterima tobat ada 6:

1.     Beranggapan, bahwa dirinya tidak dilindungi dari berbuat dosa

Kita memang harus sadar, bahwa kita bukan terjaga dari dosa “ma`sum”. Sebab kita memang bukan Nabi Muhammad Saw, yang selalu dijaga Allah dari mengerjakan perbuatan dosa. Kita ini manusia biasa yang bisa kapan saja melakukan pembangkangan. Kesadaran ini penting karena ini bisa menjadi penumbuhan kewaspadaan kita dari kelalaian. Selain itu, kesadaran kita terhadap musuh manusia yang selalu menggoda manusia untuk membangkang dari ajaran Rosul Allah itu juga penting. Sekali lagi, kesadaran bahwa kita bukan ma`sum itu adalah benteng bagi kita untuk tidak melakukan perbuatan dosa. Jika anda adalah pejabat tinggi di pemerintahan, kesadaran anda ini semoga bisa membantu anda tidak tercebur dalam samudra sistem yang rusak itu. Konon, di lingkungan itu uang mengalir wira-wiri di depan mata. Wal-hasil,”wala ta’kulu amwalakum bainakum bi al-batil wa tudlu biha ila al hukkami li ta’kulu fariqon min amwali al-nasi bil itsmi wa antum ta`lamun.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 188).

(Baca: Cara menulis Discource)

Sebaliknya, merasa bahwa dirinya anti terjerumus dalam perbuatan dosa adalah sama saja ia sombong. Dan kesombongan itu sendiri adalah awal dari kehancuran. Dan Allah tidak memberi petunjuk orang yang sombong. “kadhalika yathba`u allahu `ala kulli qolbin mutakabbirin jabbaarin”,”Demikianlah Allah mengunci hati setiap orang yang sombong dan berlaku sewenang-wenang.” (QS. A-Mu`min[40]: 35).

Ayat ini begitu ngeri jika direnungi. Tentu ayat ini bisa mengikis kesombongan kita yang kerap jalan-jalan di hati ini. Kesombongan yang merasuki hati ini bisa berakibat fatal sebab bila dipelihara ia bisa menggerogoti keimanan. Sombong terhadap peringatan Allah, kan ini bisa berdampak kehancuran. “wa idza arodna an nuhlika qoryatan amarna mutrofiha fafasaqu fiha fahaqqo `alaiha alqoulu fadammarnaha tadmiro.” (QS. Al-isro’[17]: 16).

Contoh yang paling melegenda adalah cerita tentang kesombongan iblis yang tidak mau bersujud kepada Nabi Adam. Jika argumentasi iblis adalah tidak mau bersujud karena Adam tercipta dari tanah sementara iblis dari api tentu saja cuman alasan saja. Terpenting, dalam menjalankan perintah adalah bukan melihat apa perintahnya namun siapa yang memerintah. Al-hasil, penolakan iblis terhadap perintah Allah adalah  wujud kesombongan. “illa iblisa istakbaro wa kana mina al kafirin”,”Kecuali iblis, ia menyombongkan diri dan ia termasuk golongan yang kafir”. (QS. Sad[38]: 74).

(Baca: Cara memilih dan memutuskan sebuah bisnis)

2.     Hatinya jauh dari kegembiraan dan kesedihan selalu dekat di hatinya

Nomer dua ini bunyi teksnya begini, wa yaro fiqolbihi alfarokha goiban wa al khuznu syahidan (Nashoihu Al-Ibad, Karya Syeikh Muhammad Nawawi Ibnu Umar Al-Jawi). Bisa di bahasa Indonesiakan, “Dia mengetahui dalam hatinya tidak ada kegembiraan hanya ada kesedihan”. Inikan kita bisa menengok diri kita, betapa kegembiraan kerap melalaikan kekhusukan ibadah kita. Mengapa ya? Mungkin kegembiraan ini mengalihkan kefokusan kita terhadap mengingat Allah, atau dzikru Allah. Kita tahu dzikir ini vital dalam melembutkan hati, menenangkan hati seorang mu`min. “alaa bidzikrillahi tathmainnu al-qulubu.” (QS. Al-Ro`du[13]: 28). Wal-hasil, kegembiraan yang melalaikan mengingat Allah berpotensi mengeraskan hati orang yang beriman.

Lalu, pigimane dampak hati yang lalai dari Allah?

Mungkin saya terlalu mendramatisir tentang konsekuensi dari kegembiraan. Bahkan saya sampai pada kesimpulan lalai, yang dalam Al-Qur’an disebut Gofilin itu. Saya kira saya berlebih jika menuju pada kesimpulan Gofilin itu. Namun saya berpendapat bahwa membiarkan lalai sedikit itu secara terus menerus pada akhirnya juga bisa berujung pada kelalaian yang tercantum dalam Al-Qur’an Al-Al-Anbiya’ ayat 1-2 itu. “iqtaroba linnasi khisabuhum wahum fi goflatin mu`ridlun. Ma ya’tihim min dzikrin min robbihim mukhdatsin illastama`uhu wahum yal`abun”,”Telah semakin dekat kepada manusia perhitungan amal mereka, sedang mereka dalam keadaan lalai (dengan dunia), berpaling (dari akhirat). Setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yang baru dari Tuhan, mereka mendengarkannya sambil bermain-main.”

(Baca: Bid`ah dalam Islam)

Bagaimana kita  bisa terjerumus dengan mempermainkan firman-firman Allah itu? Lho kan memang kelengahan diri atau Gofil penyebabnya. Tentu saja lalai itu bermacam-macam penyebabnya. Namun kegembiraan ini juga berpotensi arah lalai itu. Kegembiraan? Maksudnya kita sebagai mu`min dilarang bergembira begitu? Tentu saja, kegembiraan, kesenangan disini artinya lebih condong pada hati yang hedonis, nah itu kan bahaya. Dan kesedihan ini bukan maksudnya kesedihan yang berdampak tertekan itu, bukan itu. Namun kesedihan disini memang suatu sikap keluh kesah butuh terhadap Allah dan hanya berharap pada Allah. Wal-hasil, sikap yang takut dan berharap hanya kepada Allah ini sebenarnya adalah kebahagiaan yang sejati lho.

3.     Mendekati orang-orang yang baik dan menjauhi orang-orang yang jelek, karena takut jatuh ke dalam maksiat.

Teman yang baik itu memang sangat berpengaruh dalam membentuk pribadi kita menjadi lebih baik. Mungkin, kena radiasinya. Sama seperti jika teman sebangku sekolah kita dulu menguap ngantuk secara tak sadar kita pun juga tertular hawa ngantuk. Nyetrum! Saya sedari kecil lebih suka berteman dengan teman yang terlihat cerdas dan unik. Wal-hasil, saya kata orang juga seperti itu hee. 

(Baca: Wacana Filsafat tentang pelacuran di masyarakat)

Ketika sekolah dulu teman-teman saya juga banyak yang menekuni dunia tulis menulis, jurnalistik dan saya secara tak sadar juga terpengaruh oleh mereka. Ya, begitulah teman. Hidup itu pilihan maka berusaha memilih teman yang baik adalah juga pilihan. Nomer 3 dari 5 lagu tombo ati itu kan,”berkumpul dengan orang soleh”. Sebab kalau teman kita soleh secara perlahan kita pasti tertular. Yang diakhawatirkan, orang salehnya yang tertular kejelekan anda.

Bukankah kita juga sering mendengar dari asatidz (Jamak Ustadz), bahwa jika kita berteman dengan penjual minyak wangi kita juga akan ketularan wanginya. Dan bila kita dekat-dekat dengan kobaran api kita juga punya potensi untuk terbakar.

Lantas, mengapa berkumpul dengan orang saleh itu bisa menjadi gejala diterimanya tobat?

 Jawabannya adalah? (sembari garuk-garuk kepala) “apa ya?”. Mungkin karena kita teman kita saleh lantas kita tertular saleh. Trus kalau kita sudah saleh, mengapa kita bertaubat? (Mikir lagi) Ya, karena kita adalah manusia biasa dan tidak bisa terpelihara dari perbuatan jahat. Jika kita berbuat salah maka kita ada yang mengingatkan, yaitu teman kita yang saleh itu. Berbeda kalau teman kita tidak saleh, malah-malah kita didukung untuk berbuat kejahilan itu. Wal-hasil, ketika kita melakukan pembangkangan terhadap Allah Swt, dengan cepat teman kita akan mengingatkan dan dengan segera kita harus meminta ampunan dari Allah Swt. “Wa sari`uu ila magfirotin min robbikum wa jannatin `ardluhaa al-samawati wa al-ardlu u`iddat lilmuttaqiina”,”Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. Ali Imron[3]: 133).

4.     Dia memandang rezeki dari Allah banyak, dia mengambil sebagiannya sekedar memenuhi kebutuhannya. Dan beranggapan bahwa amal salehnya sedikit, sehingga ia berusaha menambahnya terus.

Coba dibaca lagi yang nomer empat ini. Artinya orang yang mengamalkan ini ia berarti telah benar-benar menyerahkan dirinya benar-benar dalam totalitas penghambaan kepada Allah SWt. Iyya to, lha wong ia tidak segan-segan lo menyedekahkan uang jerih payahnya sementara ia hanya mengambil sedikit saja untuk memenuhi kebutuhannya. Ini sulit lo kecuali orang yang telah menenggelamkan dirinya dalam kelemahan illahi. Wah! Ini kan benar-benar orang yang telah beriman. “Alladzina yu’minuna bi al goibi wa yuqimuna al sholata wa mimma rozaqnahum yunfiquna”,”(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, melaksanakan sholat, dan menginfaqkan sebagian rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 4).

Trus, ia selalu merasa dirinya rendah di hadapan Tuhannya, lantas ia tiada henti-hentinya mendekatkan dirinya pada Tuhan dengan senantiasa beramal saleh. Ini kan mengingatkan kita pada firman Allah Swt,”Fa amma alladzina amanu wa `amilu al-sholihati fa yudkhiluhum robbuhum fi rohmatihi dhalika huwa al fauzu al mubinu”,”Maka adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka Tuhan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya (surga). Demikian itulah kemenangan yang nyata. (QS. Al-Jasiyah[45]: 30).

Pertanyaanya, (biar ada korelasi dengan judul) Lha wong udah bagus begini kok harus dimasukkan kategori  “gejala diterima tobat”, kan udah bagus, ngapain juga bertobat?

Begini Boz, menyedekahkan rezki dan senantiasa menambah amal yang saleh ini adalah nasehat. Terlebih ini adalah nasehat bagi penulis sendiri yang masih berlumpuran dosa. Artinya, jika saya berkeinginan untuk tobat saya diterima adalah saya harus melatih diri saya ini untuk menyisakan uang untuk sedekah dan saya juga harus selalu berusaha untuk mengerjakan amal saleh. Dan kemudian mengevaluasinya lantas berusaha memperbaiki. 

(Baca: Menyambut Bulan Suci Ramadhan)

Tobat itu tidak harus identik dengan preman yang tidak mengenal Tuhan lantas bertobat dan menjadi ahli masjid seperti di film-film itu. Namun tobat itu sendiri juga harus diterapkan bagi orang-orang yang beriman. sebagaimana tulisan saya di atas, bahwa manusia diberi hawa nafsu, maka ia punya potensi berbuat maksiat. Al-hasil, ketika sadar ia terjerumus adalah harus dengan segera menunju pengampunan Allah Swt.

5.     Hatinya selalu sibuk dengan macam-macam kewajiban dari Allah, namun tidak ambil pusing menghadapi rezeki, karena sudah dijamin oleh Allah Swt.

Orang yang selalu sibuk dengan takwa pada Allah Swt ini memang di jamin rezkinya oleh Allah. Asyik ni orang seperti ini, kalau bahasa sekarang anti mainstream. Iyya to? Kebanyakan orang sekarang kan sibuk dengan aktivitas yang berorientasi duit-duit dan duit. Mainstreamnya kan, dari kecil udah didik pencari uang. Sekolah saja pandangannya, sekolah yang nantinya bisa mudah dalam karier. Mendidik ketrampilan pun arahnya yang bisa menghasilkan uang lo. Ada sebuah anti mainstream lain di negeri Yahudi mereka mendidik anak-anaknya dengan tujuan memperbesar yahudi, terserah memperbesar dalam aspek apapun.

(Baca: 5 JENJANG UNTUK MENGGAPAI KETAKWAAN YANG SEMPURNA)
Entah lah, jam-jam ini saya begitu semangat membahas anti maintream. Mungkin, kehidupan juga masuk dalam anti maintream. Istilah mainstream baru ku dengar ketika saya udah dewasa ini. Namun kehidupan yang anti mainstream saya kira sudah saya sukai semenjak kecil. Saya mondok dan sekolah berniat menguasai ilmu diantara teman-teman saya yang memuja-muja ijazah. Ah, lebay..

Entahlah, saya lebih menikmati hal-hal yang anti maistream. Ketika banyak teman-teman saya yang bingung karena tidak mempunyai pacar justru saya lebih menikmati kesendirian. Saya rasa saya terlalu melebar kemana-mana. Oke! Saya kembali pada orang-orang yang anti mainstream yang memilih hidupnya sibuk dengan pengabdian pada Allah Swt. Orang-orang yang sibuk dengan ketakwaan pada Allah Swt itu memang tidak hanya identik dengan orang-orang yang berdiam diri di Masjid saja. Lebih jelasnya mari kita renungi QS. Al-Baqoroh ayat 177 ini;

Laisa birro an tuwallu wujuhakum qibala al-masyriqi wa al-magribi wa lakinna al birro man amana billahi wa al-yaumi al-akhiri wa al-malaikati wa al-kitabi wa al-nabiyyina wa ata al-mala `ala khubbihi dzawi al-qurba wa al-yatama wa al-masakini wabna al-sabili wa al-sailina wa fi al-riqobi wa aqoma al-sholata wa ata al-zakata wal mufuna bi ahdihim idza `ahadu wa al-shobirina fi al-ba’sa’I wa al-dloro’I wa khina al-ba’si ulaika al-ladzina shodaqu ulaika humu al-muttaquna

Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin,orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan sholat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menempati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemalaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

(Baca: 6 Modal Membeli Tiket Surga)

6.     Senantiasa memelihara lisan.

Lisan itu berbahaya lo. Banyak kasus terjadi gara-gara tidak bisa menjaga pembicaraan. Mungkin bermula menggunjing kemudian berakibat fitnah. Dan bisa saja terjadi provokasi dan aksi brutal. Makanya, mari kita bareng-bareng belajar menjaga lisan. Jika sulit, mari kita temukan apa kuncinya sehingga bisa menjadi mu`min yang bisa menjaga lisan. Bukankah ada hadits yang berbunyi,”min khusni islami al-mar’I tarkuhu ma la ya`nihi”,”sebagian dari bagusnya islamnya seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tak berguna.”. Menjaga lisan adalah salah satu dari perwujudan meninggalkan sesuatu yang tak berguna. Sebab, lisan itu alat menyebarkan informasi. Maka gunakanlah lisan sebagai corong untuk meyebarkan informasi yang berguna.

Di bawah ini saya akan memaparkan 4 manfaat orang yang menjaga lisannya. Pertama, ia telah mengamalkan sebuah hadits yang berbunyi,”Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah ia berkata yang baik atau diam”. (Bukhori Muslim). Kedua, orang yang menjaga lisannya akan mempunyai kedudukan tinggi dalam agama. Dan, orang lain akan terhindar dari kejahatan lisannya. Hadits berbunyi,”seorang muslim adalah yang orang lain selamat dari kejahatan lisan dan tangannya.” (Bukhori Muslim). Ketiga, ia mendapat jaminan mendapatkan surga. Hadits berbunyi,”Barang siapa menjamin untukku apa yang berada diantara dua rahangnya (mulut) dan apa yang ada diantara dua kakinya (kemaluan) maka aku akan menjamin baginya surga”. (HR. Al-Bukhori). Keempat, akan diangkat derajatnya dan diridhoi oleh Allah. Hadits berbunyi,”Apabila seorang hamba berbicara dengan satu kalimat yang diridhoi Allah, walaupun ia tidak menganggapnya bernilai, maka Allah mengangkat derajatnya”. HR. Al-Bukhori

Pertanyaannya, apa hubungannya dengan gejala diterima tobat?

Jawabannya ya mudah saja to, orang yang menjaga lisannya. Tentu saja ia akan terjaga dari perbuatan dosa. Ini kan mengingatkan kita dengan QS. Al-Furqon[25]: 63 itu to. Bahwa salah satu ciri hamba-hamba Allah yang mulia adalah mengucapkan perkataan yang baik-baik. Bahkan ketika ada orang-orang usil yang mencoba menghinanya ia tetap santun dan mengucapkan “salam”. “wa `ibadu al-rohmani alladzina yamsyuna `ala al-ardli haunan wa idza khotobahumu al-jahiluna qolu salama”,”Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “salam.”

Tags; KEISTIMEWAAN KHOUF DAN ROJA`, WASPADA LENGAH DARI AYAT-AYAT ALLAH, AKIBAT KESOMBONGAN ORANG YANGBERIMAN, MENJADI INSAN YANG SALEH, MENJADI MANUSIA DERMAWAN,

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.