Serial Kang Bari: Jejak Sang Ode


Oleh : Marzuki Bersemangat
Kang Badri, dihari Senin, 17 mei 2010, yang rasa-rasanya sakral ini ia berupaya flashback tentang dirinya.”Benarkah saya terlahir sebagai manusia kampium?”, ucapnya lirih di tengah-tengah keramaian manusia-manusia yang sibuk dengan aktivitas-aktivitas keduniawian. Pertanyaan ini merupakan gunungan optimisme Kang Badri betapa selama ini meyakini dirinya terlahir sebagai manusia kampium sejati. (Catatan; kampium dalam konteks holistic atau universal, tepatnya sosok manusia yang berupaya untuk bisa memberikan warni-warni kebaikan terhadap lingkungannya). Optimisme dalam tataran ini sangat-sangat penting laksana kemudi yang menjadi pengontrol halatuju. Betapa keyakinan berpengaruh besar pada sikap-sikap seseorang dalam keseharian. Yups! Itulah psikiater mengajarkan. Dalam sebuah Yellow book, (Catatan; yang dimaksud adalah kitab kuning, karya-karya cendekiawan abad pertengahan), menceritakan Imam Al-Ghozali merupakan sosok manusia pecinta ilmu, dan dalam bukunya Al-Munqid min Addholal, beliau menuliskan bahwa ia memang telah dibakatkan untuk mencintai ilmu. Menurut Kang Badri, pernyataan tersebut adalah cuatan dari dalam dirinya. Wal-hasil, “wakullu man lam ya’taqid lam yantafi’ “, dan setiap manusia yang sama sekali tidak yakin (berhasil terhadap proyeknya) maka (bersiaplah), tidak mendapatkan manfaat (keberhasilan). Ya tuan-tuan, begitulah yang ditulis oleh Syekh Syarifuddin Yahya Al-Imrithy mengajarkan melalui bait-bait sastra yang mempesona.
Berkisar umur sepeluh tahunan, Kang Badri mulai gemar benar menjelajah dari mushola, lading, lapangan, buku, permainan, perkelahian, persahabatan, percintaan satu menuju titik-titik nabil yang lain. What for? Experience is the best teacher, begitulah kira-kira jawaban yang tepat. Lebih jauh, ada yang bertanya, seberapa pentingkah pengalaman bagi kampium? O, bagi manusia kampium layaknya Kang Badri, berupa-rupa pengalaman adalah data-data penting yang sangat terproteksi sehingga memudahkan saat-saat membutuhkannya, dan dari data pulalah dapat dimengerti ya dan tidaknya kevalidan sebuah data baru yang akan disimpan. Dalam bahasa lain, pengalaman memberikan andil besar dalam mengeluarkan keputusan-keputusan yang harmonis. Ingatkah! Kasus geger dua orang ibu di zaman Nabi Sulaiman AS. Mereka berebut saling mengaku sebagai pemilik bayi atas ibu kandungnya. Percekcokan tak berujung hingga datanglah Nabi Sulaiman AS, yang konon usianya masih sepuluh tahunan. Beliau mengambil bayi itu dan berkata,”begini saja, saya akan membelah bayi itu menjadi dua lantas kuberikan separo-separo kepada kalian berdua. Adilkan?”. Kedua ibu itu tercengang, sesaat kemudian salah satu ibu berbicara menyatakan kesetujuannya atas ide itu. Sedangkan ibu yang satunya malah menangis tersedu-sdu sembari berkata,”Jangan! Janganlah dibelah bayi itu, alangkah baiknya biarlah ibu itu saja yang memeliharanya”. Opst! Hebar benar ibu itu. Nabi Sulaiman AS mendekati ibu yang menangis itu dan diberikanlah bayi itu kepadanya. Mengapa? Karena secara wadak ibu kandung sama sekali tak akan pernah rela melihat anak kandungnya mati dibunuh. Oh, sungguh-sungguh bijaksana keputusan Nabi Sulaiman AS. Mutholaah dari kisah ini, betapa seorang kampium sejati selalu dituntut belajar, belajar dan sekali lagi belajar untuk hidup lebih harmoni. Ah! Cukuplah untuk ini.
14 Juli 1999, Kang Badri memasuki lekuk-lekuk relung pesantren. Dan, disinilah Kang Badri mengerti betapa ilmu-ilmu Allah Swt itu sangat-sangat luas sekali. Diilustrasikan, seandainya air-air dilautan yang luas itu dimanfaatkan sebagai tinta untuk menulis ilmu-ilmu Allah Swt, pastilah habis kering kerontang lautan itu, bahkan didatangkan tambahan sebanyak itu pula akan habis berdaki-daki. (catatan; diintepretasikan dari Al-qur’an surah Al-Kahfi ayat 109). Unggah-ungguh, nutrisi factor-faktor X, buku-buku karya abad pertengahan, terprioritas sedikit-sedikit mengerti Al-Qur’an wal hadits merupakan sebagian perihal yang disuguhkan dalam kehidupan Kang Badri waktu di pesantren. Singkat kata, menurut Kang Badri, setiap jebolan pesantren akan merasa ada sekat-seka t bila mengingat gelar santri yang disandangnya. Toh, terpenting setiap manusia mempunyai masa lalu yang berarti. Santri hanyalah fase menuju pintu gerbang keluasan ilmu-ilmu Allah Swt, kemudian mengambil tugas berat mengarungi samudra yang dalam untuk merengkuh mutiara. Sekali lagi, gelar santri hanyalah proses-proses awal belajar bagi seorang kampium sejati.
17 April 2009, Kang Badri menempati kamar kost kecil berjarak kurang lebih 7 km keselatan dari pesantren. Gambaran sisi-sisi kamar kang badri tertulis dalam catatan hariannya.
Sebuah kamar yang beukuran kurang lebih 4,5m X 5 m. lantai yang hanya berubin “ris”, itu bukan tekel ataupun keramik. Bukan! “ris” itu hanya semen, pasir, air kemudian dihamparkan ke permukaan tanah. Jadilah penutup tanah. Itulah “ris”. Yang supaya tidak dingin di atasnya digelari karpet tipis dari plastik. Karpet yang tidak utuh, karena disana-sini banyak terdapat solasi, sebagai penyambung. Bahkan lantai ini warnanya berbeda. Pojokan utara coklat, sedang sebelah selatan berwarna hijau. Karena warna sambungan antara karpet satu dan lainnya berbeda. Ma’lum. Antara potongan satu dan lainnya jenisnya berbeda . juga warnyanya. Dan ma’lum lagi ya? Ashobah.
Tembok kuno yang cirinya bila ditancapkan paku mudah sekali. Tidak keras. Tembok kamar ini berbeda bahannya, maksud kami tembok yang dari sebelah barat. Berbeda sendiri dari yang lainnya. Yakni terbuat dari triplek. Makanya mudah sekali tersinggung bila anak penghuni kamar sebelah “gemblodhak” menyentuh triplek itu. Karena triplek itu adalah pembatas kamar. Tembok ini hampir penuh dengan tulisan, sebagai bentuk ekspresi dari Jurnalis Persimpang Jalan. Semoga dengan cepat bisa mengirimkan ke Mass Media. Biar ndak dholim. Ingin menulis cerpen ataupun novel yang sarat makna dan membawa pembaca untuk lebih ingat pada-NYA.
Atap kamar ini lumayan ada “pyan” sehingga bisa menaruh kipas angin amatir, harganya Rp.15.000,-an. Makanya dikatakan amatir. Isi ruangan ini yang istimewa hanya sepeda motor Supravit keluaran 2006 pemberian my parent, radio kuno yang mungkin sudah tidak ada pabrik yang memproduksinya. Radio ini mirip radionya mahar dalam film laskar pelangi yag selalu dibawanya sekolah. Kasur empuk tempat tidur, magiccom untuk memasak, lemari untuk menyimpan something, dan tak kalah penting yang harus kusebutkan adalah bolpoin dan buku catatan. (9/7/2009)
Dan bagaimanakah kehidupan keseharian Kang Badri? Opst, dikost-kostan ini, tampaknya Kang Badri tetap jugalah Kang Badri. Maksudnya idealismenya Alhamdulillah tetap terpupuk. Belajar dan belajar, meski warna-warni rintangan atawa halangan ngantri, namun justru itulah buku-buku bacaannya.”Pendirianmu bak pondasi yang mengakar ke perut bumi. Kokoh”, kata seorang kawan pada Kang Badri. Lantas, apa perbedaan pesantren dan kost-kostan ala kang badri? Sama saja. Toh, semua perabot pesantren telah menyatu dalam jiwa Kang Badri. Hanya, kalau-kalau Kang Badri pergi ke Masjid rasa-rasanya ada suara-suara gatal,”Ehm, Pak Kyai”. Ya, segi kalimat memang memuji, namun bisa dipahami berbeda bila intonasi dan raut muka amat-amat paradok.
Dalam pasang surutnya kehidupan kost-kostan, Kang Badri berjumpa dengan tetapa-tetapa suci yang selalu memberi pencerahan-pencerahan idealismenya; Mas Waheb, terima kasih atas kontribusi-kontribusi pemikirannya. ”seenggak-enggaknya kita sudah bergerak meski hanya sebuah gerakan kecil”, ucapnya saat di warung kopi pada Kang Badri, melegitimasi betapa ide merupakan sumbangan yang tak kalah penting dalam kehidupan ini. Mas Zairin, terima kasih atas diskusi-diskusi cerdasnya. “Ya, memang rokok bisa menetralisir bau-bau yang tak sedap saat-saat kita sedang beol, tapi khan zat-zatnya dari beol tetep saja masuk ke hidung”, bantah Zairin kepada Kang Badri ketika mau beol dan membawa rokok. Pak Karim, Sang Insinyur, terima kasih atas motivasi-motivasi hebatnya. “Pendekar yang sebenar-benarnya pendekar tak tampak kependekarannya. Bila ingin melihat kependekarannya, lemparlah ia dengan batu”, ucap Pak Karim, yang selalu Kang Badri ingat dan begitu menancap di otak Kang Badri hingga kini. Mas Fauzi, terima kasih atas penambahan wawasan ilmu-ilmu komputernya, dan lain-lain. Ah sudahlah untuk cerita kost-kostan.
Sekarang, Kang Badri berdiri di sebuah pelataran yang nampak penuh kedamaian dan tentunya berjarak jauh dari merdunya suara-suara santri menghafal bait-bait Al-fiyah. Kini, rasa-rasanya Kang Badri merasakan betapa tegangnya perpolitikan di Indonesia. Rasa yang tampaknya langka di lidah sewaktu dulu dipesantren. Aroma-aroma Sri Mulyani, Susno Duadji ataupun kebijakan-kebijakan Presiden Susilo BY begitu sekali menyengat-nyengat panas disini.
Bagaimanakah kasak-kusuk Komjen Pol. Susno Duadji sekaligus diintip dari lubang-lubang Kang Badri?
Fakta ala Kang Badri, betapa bumi putera geger dengan diungkapnya penyelewengan pajak senilai 25 miliar rupiah. Kampium tersebut adalah Komjen Pol. Susno Duadji. Anehnya, suara-suara keadilan yang dimunculkan bukan pembersihan mafia hukum malahan justru panglima pemberani itu dituding biang keladi pencemaran nama baik institusi kepolisian. Penggelap pajak yang didakwa sang kampium adalah Gayus Tambonan, Dan entah, entah konspirasi apa tersangka menyerahkan diri di Malaysia. Tersangka yang juga oknum kepolisian ini dibawa sore itu juga ke Indonesia. Meski sang kampium dicap keras pengkhianat ia tetap saja berkelekar,”ini baru sepucuk dari bongkahan es yang menggunung”. Bola panas sang kampium kian liar saja di kerajaan. Bahkan pasca menyeret dua jendral, kini memasang daftar baru inisial: Mr.’X”. Heboh. Teknokrat-teknokrat penting membingungkan diri memecahkan teka-teki bola liar ini. Dalam kasak-kusuk proses penyelesaian, sang kampium makin terpojok saja. Apalagi clear-clear inisial Mr. ‘X’ mendarat kepada Syahril Djohan yang lantas menyepak keras-keras serangan balik kepada sang kampium. Jleb. Susno Duadji meningkat menjadi tersangka pernah menerima suap dari PT. Salmah Arwana Lestari. Sontak kepolisian buru-buru menjebloskan sang kampium ke hotel prodeo. Bertubi-tubi team advokasi sang kampium tidak terima,”penahanan Susno Duadji tanpa sama sekali bukti”. Ya, memang ironi.
Opini ala Kang Badri, betapa mulai dari masyarakat onta sampai pada taraf masyarakat kapal udara sang kampium pembawa misi kebenaran selalu saja terbiasa melewati jalan-jalan yang terjal. Bahkan tak jarang jalan-jalan itu berjurang dan mengancam keselamatn sang kampium.
Kang Badri akan menyuguhkan sepenggal saja sejarah besar manusia paling berpengaruh di dunia, yakni Nabi Muhammad Saw. Dan, ayo! Membaca seksama lantas bisalah mengambil hikmah dari secuil sejarah menjelang Nabi beserta kaumnya ke Yastrib. Betapa rencana kepindahan Rasulullah Saw beserta kaum muslimin ke Yatsrib didengar kaum kafir Quraisy. Mereka segera bermufakat dan mengambil keputusan untuk membunuh Rasulullah Saw sebelum beliau berhijrah. Untuk mengatasi kemungkinan pembalasan dari keluarga Rasulullah saw, masing-masing kabilah mengirimkan seorang pemuda pilihan sehingga rencana pembunuhan itu seolah-olah merupakan rencana kaum Quraisy secara keseluruhan.
Namun rencana tersebut gagal sekalipun mereka telah berhasil mengepung rumah kediaman Rasulullah Saw. Secara mendadak para pengepung itu diserang oleh rasa kantuk yang hebat hingga tertidurlah mereka semua. Rasulullah Saw bersama Abu Bakar dan Amir bin Fuhairah (pembantu Abu Bakar) berhail keluar dari Mekkah. Merka tidak langsung kearah selatan. Rasulullah Saw dan Abu Bakar bersembunyi di gua Tsuur sementara Amir bin Fuhairah kembali ke Mekkah untuk menghapus jejak-jejak pelarian mereka.
Meskipun para pengejar dengan dibantu para ahli pencari jejak akhirnya tiba pula di gua tsuur, namun mereka urung memasuki gua karena melihat sarang laba-laba di pintu masuk gua dan juga burung merpati yang tengah mengeram. Menurut mereka, mustahil didalam gua berisi orang yang berhasil masuk kedalam gua tanpa merusak jaring laba-laba dan membuat kepanikan burung merpati yang tengah-tengah mengeram tersebut. Menurut mereka, mustahil didalam gua berisi orang yang berhasil masuk kedalam gua tanpa merusak jarring laba-laba dan membuat kepanikan burung merpati yang tengah mengeram tersebut. Rasulullah Saw dan Abu Bakar kemudian melanjutkan perjalanan mereka hingga akhirnya tiba di Quba, wilayah yang berjarak sekitar 10 kilometer dari Yastrib, pada tanggal 8 Rabiul awal tahun 1 Hijriyah atau 20 september 622 Masehi. Di Quba, Rasulullah Saw dengan dibantu para sahabat mendirikan Masjid Quba yang merupakan Masjid pertama yang didirikan dalam sejarah Islam. Rasulullah Saw dan Abu Bakar serta Ali bin Thalib yang berhasil menyusul segera melanjutkan perjalanan hingga akhirnya mereka tiba dengan selamat di Yatsrib pada hari Jum’at 12 Rabiul awal tahun 1 hijriyah (24 september 622)
Kota Yastrib pun berubah namanya menjadi Madinah (Madinatun Nabiy) yang berarti kota Nabi kaum muslimin Mekkah (kaum muhajirin) yang telah berhasil berhijrah terlebih dulu dan kaum muslimin Madinah (kaum Anshor) dipersaudaraan oleh Rasulullah Saw hingga mereka menjadi satu kesatuan yang kokoh.
Kaum Muslimin di Madinah semakin kuat meski terus mendapat rongrongan dari kaum Yahudi yang bertempat tinggal disana dan juga beberapa kali mengaami beberapa kali pertempuran yang hebat melawan kaum kafir Quraisy, namun atas pertolongan Allah Ta’ala, kaum muslimin dapat tumbuh menjadi kaum yang kuat dan kuat pula menegakkan syariat agama yang telah ditetapkan Allah Saw.
Pahit getirnya perjuangan Rasulullah Saw beserta para sahabatnya telah terbayar dengan kejayaan dan kegemilangan Islam yang terus menyebar hingga meliputi jazirah Arabiyah dan terus menyebar menuju pelosok dunia.
Jadi, apakah pahit getir kampium hanyalah merupakan serpihan jalan terjal yang diharus kan bersabar?
Kang Badri menjawab,”YA!!!”. Lha wong pencuri yang jelas-jelas pengecut sejati saja rela menyamar-nyamar, mengendap-ngendap, menunggu-nunggu alias bersabar dalam perjalanannya. Wal-hasil, “kampium-Chauvinis-idealis dan seabrek profesi lainnya must be patient!”.
Dan,”benarkah saya terlahir sebagai manusia kampium?”, ucap Kang Badri lirih mempertegas dirinya yang sedari tadi tampak tenang di pergumulan kesibukan manusia.”Ah, alangkah baiknya bila manusia berupaya instropeksi”.
Tiba-tiba saja kawan-kawan Kang Badri melemparinya dengan air bekas cucian sembari beramai-ramai berucap,”Seeeeeelamaat uuuulaaang taaaahuuuun kaaaamii uuucaaaapkaaan, hooooeeeee aaaayoooo leeeempar laaaagiiiii”. Dan, secepat bajingan Kang Badri berlari-berlari dan menghilang. Wa Allahu A’lam Bissowab.

Qobla Addhuhri
Bumi Damai Robberriver

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.