ISLAM ADALAH DAMAI


                                                   Oleh : Marzuki ibn Tarmujzi


Manusia telah dilahirkan cerdas sesuai fitrahnya. Sebab manusia bukan dilahirkan dari selembar buku. Manusia tidak dilahirkan dari seorang guru. Namun manusia diciptakan oleh Dzat yang menciptakan seluruh galaksi dan yang menghamparkan bumi yang didalamnya ada jutaan bunga yang berwarna-warni, dan Dia lah yang mengajarkan manusia dari yang tidak tahu menjadi tahu (lihat QS. 71:15-16, 2:29, 23:18, 96:5).
Namun sayangnya manusia itu egois dan sombong dari tanda-tanda kebesaran-Nya. Mayoritas manusia menutup hatinya dari ayat-ayat suci Nya (QS.21:24). Bahkan manusia telah melepaskan ikatan tali sesama manusia itu dan lupa bahwa manusia itu pada mulanya adalah berasal dari umat yang satu dan sebab hatinya pula lantaran kedengkian, manusia saling bercerai berai (QS. 2:213). Yuk, kita tundukkan hati kita dengan membuka lembaran-lembaran suci Nya dan meninggalkan kefasikan (QS. 57:16). Dan, mari bersama-sama berpegang teguh pada tali Allah sekuat-kuatnya dengan hati yang fitrah (QS. 3:103).
Bagaimana mungkin kalau kita sesama manusia itu di ikat oleh tali Allah akan melakukan tindakan teroris dan anarkis? Bagaimana mungkin kalau kita sadar bahwa ayat pertama yang diturunkan oleh Allah kepada Muhammad adalah, “Bacalah”(QS.96:1), perintah membaca segala sesuatu, lalu kita bisa merasa paling benar dengan satu buku, padahal ada ribuan buku ditoko buku?
Al-Qur’an sebagai petunjuk agama Islam (QS. 3:138), memang memerintahkan pemeluknya untuk mengajak manusia lainnya di muka bumi untuk berjalan pada agama Allah yakni Islam (QS. 41:33). Sebab, agama pada Allah hanyalah Islam (QS. 3:19). Namun Al-Qur’an menegaskan bahwa ajakan itu harus dengan ilmu pengetahuan dan tutur kata yang baik serta berdiskusilah dengan argumentasi yang lebih baik (QS. 16:125), bahkan Al-Qur’an memberikan kelonggaran kepada orang-orang kafir itu untuk masuk agama islam atas kesadaran mereka. Bukan dengan jalan paksaan (QS. 2:256). Al-Hasil, “untukmulah agamamu  dan untukkulah agamaku”(QS. 109:6)

BEKERJA KERAS


                                                       Oleh: Marzuki ibn Tarmujzi
Hidup adalah sebuah proses maka jalanilah proses-proses itu dengan sebenar-benarnya (QS. 18:84-85). Berproses menuju perubahan yang lebih baik (QS. 13:11). Lalu, kemanakah arah halatuju proses perubahan itu? Disinilah, awal dari intisari penciptaan manusia. Betapa kita harus membuka kesadaran jiwa kita seluas-luasnya. Mari kita instal jiwa kita dengan memasukkan pemahaman bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Semesta alam, sang pencipta seluruh bintang-bintang  yang di dalamnya ada planet-planet juga bulan-bulan beserta isinya dengan orbit-orbitnya yang tersusun rapi (QS. 71:15-16 , 21:31), adalah manusia dan jin diciptakan semata untuk mengabdi pada-Nya tak lebih dari itu (QS. 51:56). Dimana, dalam kehidupan itu sendiri  Tuhan Semesta alam menciptakan ujian bagi manusia untuk mengetahui kebaikan amal perbuatannya (QS. 67:2). Dan materi dari ujian itu sendiri adalah sebuah ketetapan yang  telah diturunkan kepada Nabi-Nabi Nya (QS. 2:213), kepada kita umat Muhammad  adalah Al-Qur’an, yakni wahyu yang sama sebagai mana juga diturunkan kepada Nuh dan Nabi-Nabi yang kemudiannya, juga wahyu kepada Ibrohim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman dan Zabur kepada Daud (QS. 4:163). Sebab Al-Qur’an adalah peringatan yang bukan hanya sekedar diingat namun juga harus dipikirkan bagi umat Muhammad dan umat sebelumnya (QS. 21:24).
Kawan, mungkin selama ini hati kita terlalu dibutakan dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Uang, uang sekali lagi uang. Okelah bekerja!! Okelah Uang. Namun Yuk!! Kita mulai menata hati dengan membuka kembali lembaran hidup kita dengan berjalan diatas tuntunan yang tegak “shirotol mustaqim” (Lihat QS. 4:68-69).
Saya sendiripun adalah juga manusia yang tentu juga tiap hari beraktifitas sebagaimana manusia lainnya. Hidup sebagai perantau di negeri orang jauh dari kerabat. Hidup dengan berbagai teman dan permasalahan yang plural. Sayapun juga bekerja, jangan bayangkan kerja saya adalah kerja kantoran duduk di depan computer dengan bertelekan AC. Bukan itu kerja saya sekarang ini. Kerja saya sekarang ini begitu menantang adrenalin dan mental. Dan dituntut selalu untuk memupuk keimanan supaya saya dapat tetap tabah dalam menjalankan kerja saya ini. Pembaca yang saya hormati, saya menulis catatan ini adalah hasil resapan dari apa yang saya telah dan sedang saya kerjakan dalam merenungi kehidupan bersama Al-Qur’an. Hidup dengan berlandaskan Al-Qur’an seprti ditarik oleh nur untuk sadar bahwa ada kehidupan setelah mati (QS. 2:185). Dan tiadalah kehidupan di dunia ini hanya kesenangan yang menipu (QS. 3:185). “seperti hujan yang  menyuburkan tanam-tanaman yang mengagumkan para petani kemudian tanaman itu kering dan kamu lihat warnanya menguning kemudian menjadi hancur” (QS. 57:20). Dan kehidupan akhirot adalah lebih baik dan lebih abadi (QS. 87:17).
Saya menanamkan dalam diri saya bahwa bekerja adalah wujud mencari fadhol Allah “kelimpahan dari Allah” yang itu dicari manakala kita selesai menunaikan sholat (QS. 62:10). Maka sholat dan mencari kelimpahan dari Allah adalah laksana dua sisi mata uang yang tak bisa  terpisah . kalau kita sudah sadar bahwa bekerja adalah bentuk penghambaan kepada-Nya, maka hidup akan terasa ringan meski ada tekanan –tekanan dalam pekerjaan itu (QS. 2:112). Wakilkan segala permasalahan hidupmu pada Allah! Dan cukupkan Allah sebagai wakil dalam menata  permasalahan kita (QS. 4:81).
Mari kira renungkan ayat Al-Qur’an suroh Al-Baqoroh [2]:155-157 dibawah ini;
“Sungguh akan kami berikan ujian kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang  yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan,”sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada Nya lah kami dikembalikan”. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”.

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.