Marzuki : Fatalnya Sebuah Perbedaan Persepsi


Pernah saya membaca dalam salah satu blog. Lupa saya URL nya. Ada sebuah cerita tentang dua anak yang bernama Sutono dan Sutopo adiknya. Mendapat dua wasiat dari Bapaknya tapi karena terjadi perbedaan persepsi, sungguh besar perbedaan mereka dalam status sosial setelah besar. Dua wasiat tersebut yang pertama adalah “Nak janganlah kau pernah menagih hutangmu dan jangan pula kau ketika bekerja terkena sinar matahari” Kata Bapak. Dua wasiat tersebut dipegang teguh sampai ia besar. Setelah kedua anak itu besar Sutono kaya dan Sutopo miskin. Bapak mereka sudah lama meninggal hanya tinggal ibunya yang masih hidup. Perbedaan ekonomi yang sangat tajam ternyata menyulut pertanyaan tersendiri bagi ibunya. Ketika dua anaknya berkumpul kesempatan itu tak dilewatkan Ibu yang telah memendam pertanyaan bertahun-tahun. “maaf ya nak, sebenarnya saya sudah lama memendam pertanyaan ini, daripada saya meninggal dengan penasaran, lebih baik kutanyakan sekarang” Kata Ibu “Sutopo sebenarnya apa sih yang membuat kamu miskin, kok jauh dengan kakakmu Sutono?”

“Bu, dulu Bapak pernah berpesan pertama jangan pernah menagih hutang, jadi saya tidak pernah menagih hutang-hutangku sehingga modalku habis dan pesan yang kedua dari Bapak adalah ketika bekerja jangan sampai terkena sinar matahari jadi setiap saya berangkat kerja uang saya habis untuk naik taksi” Jawab Sutopo.

“la….kamu Sutono kok bias kaya”? Tanya Ibu.

“Begini bu, ya sebenarnya sama dengan Topo saya kaya lantaran menuruti pesan dari Bapak bahwa jangan pernah nagih hutang, jadi saya tidak pernah menghutangkan modal dagangku pada orang lain kecuali orang memang dapat kupercaya. Pesan kedua dari Bapak jangan pernah ketika bekerja terkena sinar matahari, maka tokoku kubuka sebelum matahari terbit ba’da Shubuh dan tutup setelah terbenam matahari ba’da Isya’ ,bu”. Jelas Sutono

kisah diatas adalah penggambaran perbedaan persepsi dari sebuah pesan dari sang Bapak kepada anaknya. Pesan yang sama tapi memberi dampak yang sangat tajam dalam perkembangannya. Sebuah persepsi benar ternyata penting. Analisa sebuah pesan, wacana dll diperlukan analisa sebelum kita pegang erat.

Kita boleh fanatik dan menganut aliran apapun. Terlepas hanya sekedar ikut atau memang observasi. Terlebih penting adalah mari kita bangun sebuah persepsi yang benar dalam diri kita. Dimana letak kebenaran? Kebenaran terletak pada hati nurani masing-masing, bukan pada golongan, partai, aliran, organisasi tertentu

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.