Kang Badri Takut Ilmu Tidak Bermanfaat

Entah angin apa yang membawa Kang Badri, ia masuk kesekolah Majlisul Ilmi, didekat diskotik antaberantah yang penuh dengan desah nafas para frustaser dan foya-foyer. Walaupun sebenarnya Kang Badri ragu,”Apakah saya pantas masuk surga ke Majlis ini?”. Tanya Kang Badri pada dirinya. ia telah ,menghabiskan beberapa botol minuman didiskotik tadi, belum beberapa orang yang tadi di hajarnya. Kang Badri memang sebagai security didiskotik itu, yang menghajar para konsuen yang tidak bertanggungjawab; membuat kerusuhan , tidak mau membayar.
Pekerjaan itu yang menjadi penghasilan Kang Badri. Lumayan gaji yang diperolehnya dari pekerjaan itu. gaji itu ia gunakan untuk membantu faqir miskin. Urusan perut ataupun seperangkatnya, Kang Badri ikut teman-temannya masak seadanya dibelakang Supermaket terbesar dikota TARUH HARAPAN. Di tempat itulah Kang Badri tidur, membaca buku, diskusi dan aktivitas lainnya.
Para jama’ah di maljis ilmu itu memandangi Kang Badri dengan pandangan sinis, ma’lum Kang Badri hanya memakai kaos oblong yang sudah hampir 3 mingu belum dicuci dan celana yang dipokainya pun lusuh bak pembersih lantai. Sedangkan para jama’ah seaka seragan; bersarung, baju lengan panjang, bersongkok dan wango. Kang Badri tidak peduli dengan pandangan sinis itu, ia duduk diemperan sambil menyulut sebtang rokok untuk menenagkan hatinya. Ia pandangi para jamaah yang sudah tidak lagi memperdulkannya, mereka duduk tenang mendengarkan kyai Bersorban itu, dan terus pandangannya mencermati petuah suci. Bangunan kuno tapi megah ± 200 500 m2, milik salah satu anggota Hisbullah pada masa lalu.
Kang Badri tiba-tiba tidak berdaya mendengarkan petuah suci Kyai Bersorban itu, dawuhnya seakan membakar dirinya, rokok yang dipegangnya jatuh ketanah tanpa disadari yang ketika Kyai Bersorban itu dawuh:
“banyak orang alim di desa, eksistensinya dianggap oleh masyarakat sama dalil, wujuduhu ka’adamihi. Kenapa??, karena banyak orang laim yang tidak mengamalkan ilmunya dan salahsatunya niat dulu ketika mencari ilmu”.
Semakin dalam Kang Badri merenungi dirinya, bahkan hampir ia jatuh dari tempat duduknya. Dawuh itu sangat menusuk dirinya, banyaknya dosa yang telah dilakukan tapi Kang Badri tetap mencari ilmu kenapa sulit berhenti dari perbuatan dosa, yang padahal seoarang pencari ilmu harus membenahi niat-niat buruk karena keduniawian, seorang tholibharus konsisten terhadap ilmunya. Karena ilmu itu nantinya akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah. Kang Badri tidak sadar bahwa para para jama’ah itu telah buyar dan hanya dirinya yang berada di tempat majlisul ilmi itu, sampai ia tertidur karena kelelahan

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.