Wacana Marzuki: Kumpulan tips, Religiositas Islam, Filsafat, Motivasi, Sejarah, Analisa Politik, dan Kegundahan
Wedding apa Wedang ????
Awal Desember ini hujan mulai mengguyur Jombang beriman. Petang ba’da Isya’ ada undangan yang harus aku penuhi, Walimah. Aku meluncur. Jarak 400 M dari lokasi pernikahan itu berjajar rapi mobil-mobil berkelas.
“pruit…. Pruiiit…..”
Terdengar jelas suara JUKIR sedang mengatur kendaraan tamu yang semakin padat. Polisi lalu lalang menertibkan pengguna jalan. Acara resepsi pernikahan meriah itu memang berada digedung pinggir jalan yang menikung. Ditikungan itu terdapat lampu merah. Lokasi parkir yang tidak tersedia, sehingga parkir ditempatkan di pinggiran jalan. Akibatnya, jalan mengalami kemacetan 500 m dari tikungan itu.
Aku sempat ngobrol dengan para tamu yang belum masuk ke acara resepsi. Mereka terlihat manusia-manusia provider. Aku minder. Aku harus tenang. Kami berkumpul di tempat parkir pinggiran jalan salah satu dari mereka terlihat serius membicarakan suatu tema. Aku pura-pura memainkan HP mendekati orang itu. Kini aku jelas mendengarkan pembicaraan itu.
“Kasihan mereka dipermainkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab”
Aku berlalu dari mereka. Aku masuk ruangan resepsi pernikahan. Beberapa penerima tamu menyalami sembari memberikan kotak. Kupilih tempat duduk tengah karena indah. Tengah itu identik dengan netral. Apalagi drumernya netral oke full
Aku diam mataku melihat kemana-mana, dan otak selalu memberikan komentar. Saat kulihat kwade yang mewah otakku berfikir “uang kok dihambur-hamburkan. Apa ini yang dinamakan sakral? Bukankah sakralnya sebuah pernikahan itu terletak pada rentannya perceraian? Bagaimana kalau resepsi pernikahannya mewah tapi keluarganya tidak bisa menciptakan kerukunan. Ah….
Lamunanku buyar saat tuan rumah menyapaku
“Mas, dari mana?”
“Jogja”
“Lho……..jauh ya?”
“Jogja, Jombang Saja”
“ha……..ha…….bisa saja.”
“Tadi pagi acaranya apa, Pak?”
“Ooooo….. Akad nikah, adat Mas sebenarnya akad sudah dilaksanakan seminggu yang lalu”
Sesaat kemudia ia pergi. Aku merenung lagi. Merenung bagiku adalah seperti membuka internet yang penuh dengan ilmu.
Kehidupan orang jawa yang selalu mengadakan tajdidun nikah (memperbaharui nikah) pada acara walimah bagiku tak ubahnya menyulut rokok yang sudah berasap. Masalahnya, jarak antara akad dan walimah itu dekat, Cuma beberapa hari. Pertama, kesunahan tajdidun nikah adalah untuk mengantisipasi batalnnya nikah. Disengaja ataupun tidak sighot talak (cerai) itu sah. Kedua, adanya fasad (kerusakan) dalam akad maka wajib tajdidun nikah. Bila dua point itu tidak ada salah satunya lebih baik tidak perlu terjadi kembali tajdidun nikah.
6 desember 2009
Bumi kedamaian
Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi
- Esai 001 : Muslim Jaman Now, Bukan Meniru Setya Novanto
- Esai 002 : Hidung Pesek Dan Balancing
- Esai 003 : Menjaga Diri Bukan Membela Diri
- Esai 004 : Indonesia dan Khilafah
- Esai 005 : Fundamentalisme Badar
- Esai 006 : Havana, oh na..na..ah sit! Fuck you trump
- Esai 007 : Menghadap Allah dengan hati yang selamat (1)
- Esai 008 : Menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat (2)
- Esai 009 : 10 Hal Tidak Pantas Melekat Pada Ulama’?
- Esai 010 : Menjauhi Hipokrit, Menjadi Manusia Kongktret
- Esai 011 : Mursyid Membimbing, untuk Jiwa terombang-ambing
- Esai 012 : Halaqoh Cinta Akhir Tahun
- Esai 013 : Menuntut Hak atas Kewajiban?
- Esai 014 : Memahami Posisi Hamba
- Esai 015 : Buta Mata Hati, Renungan di Kaki Bukit Kendeng
- Esai 016 : Munajat Si Satpam Ganteng, Do’a dan Ijabah.
- Esai 017 : Masyarakat Madani
- Esai 018 : Determinasi Memasuki Islam Kaffah
Marzuki Ibn Tarmudzi
Tentang penulis :
Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.