Surat Kecil Untuk Ukhti di Jauh Sana



Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Jombang malam hari raya Idhul Adha ini ramai suara takbir dari Masjid-Masjid, surau-surau dan Jalan-jalan yang melakukan takbir keliling. Bagiku tak ubahnya motivator yang selalu memberikan stimulus untuk tetap sabar dalam mengarungi kehidupan yang penuh dengan kerikil dan batu.

Yaa Ukhti,memang setiap manusia mendambakan kehidupan cinta layaknya dalam novel layla majnun. Aku yakin setiap perempuan berharap kekasihnya setia sampai mati seperti Qois pada Layla. Pun sebaliknya, lelaki walaupun perampok juga seperti itu, ia mendambakan perempuan yang sholihah, perempuan yang mampu menjaga dirinya disaat suami berpergian, perempuan yang tetap setia walaupun suaminya sedang diuji rizqinya.

Namun dalam realitas kehidupan ini semuanya paradok. Banyak Suami akan menikah lagi saat ditinggal Istrinya. Juga tidak sedikit ditemui seorang Istri kawin lagi setelah Suaminya meninggal. Perselingkuhan merajalela, banyaknya terjadi kasus KDRT.

Ukhti, bukan aku mengingkari kisah-kasih Layla and Majnun. Benar dan tidaknya hanya pengarang dan Allah lah yang tahu.namun aku pribadi percaya kisah itu ada. Kepercayaan aku hanya sebatas adanya kisah cinta mereka. Tapi aku tidak percaya kisah cinta mereka sedramatis dalam novel itu. Karena itu hanya karya sastra yang diperindah oleh pengarang melalui mutiara keindahan huruf, kata dan kalimat.
Ukhti, aku yakin masih banyak lelaki yang baik, setia, perhatian, pengertian dan bertanggungjawab. Tapi aku pribadi tidak yakin ada lelaki seperti Qois dalam gambaran novel layla majnun.

Ukhti,

Ukhti, aku pribadi lebih suka membacanovel KCB karya Habiburrohman El-Syirozi,itu lebih realistis dan mendidik. Cinta yang dipaparkan disana sesuai dengan kehidupan nyata. Ana yang digambarkan dalam novel itu juga tidak terlalu idealis dalam amencari jodoh. Lain lagi novel tetralogi Laskar Pelangi karya Andrea Hirata, Dibawah Naungan Ka’bah, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya HAMKA (Haji Abdul Karim Amrullah) itu seperti kita dihanyutkan dalam permainan indahnya cinta yang tidak realistis. Dalam salah satu seminar Andrea Hirata pernah ditanya tentang A-ling, gadis pujaannya dalam Novelnya ia hanya menjawab dengan senyuman bahwa itu hanya imaginasi.

Ukhti, Majnun adalah tipikal seorang hamba yang diperbudak oleh cintanya. Sedangkan Layla adalah tipikal seorang kekasih yang mendamba untuk dicintai. Majnun adalah seorang pencari cinta, sedangkan Layla adalah penunggu cinta. Majnun adalah budak cinta yang menghamba untuk diizinkan mencintai, sedangkan Layla adalah majikan yang tak sabar untuk segera dicintai. Bukankah semua ini cukup menggambarkan hubungan antara seorang hamba dengan Tuhannya? Itu adalah metafora seorang Hamba yang mencintai Tuhan. Tuhan, seperti pernah dikatakannya dalam sebuah hadis Qudsi, adalah Khazanah Tersembunyi. Ia ingin dikenal, maka ia ciptakan semesta dan seisinya. Ia mencipta bukan karena Ia butuh kepada ciptaannya, tapi agar Ia kelak dikenal dan dirindu—serta dicumbu—oleh ciptaannya. Yang pernah dirasakan oleh al-Hallaj dan sufi-sufi sinting lainnya. Dalam kegilaannya, yang hanya sepersekian persen dari kegilaan Majnun. “Semoga Allah selalu merahmati Nizami dengan keluhuran karyanya…”.

Ukhti, janganlah hidup diatas banyang-banyang. Namun hiduplah untuk terus berusaha san selalu berproses yang lebih baik menjadi kekasih yang kita idamkan.
Ukhti, maaf dengan kasarbya kalimatku. Karena aku buklan pujangga yang pandai merangkai kata.
Sahabatmu,
Di Bumi Kedamaian
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.