Tampilkan postingan dengan label Bengkel Motivasi Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bengkel Motivasi Islam. Tampilkan semua postingan

SAYA MENULIS MAKA SAYA ADA



Wacana Marzuki. Mengingat masa kecil adalah hal yang sering terlintas bagi mayoritas orang-orang dewasa. Pun juga saya, ketika ku ingat teman-teman saya di Sekolah Dasar sering bermain sepak bola waktu jam kosong, saya malahan lebih memilih di perpustakaan. Saya suka membaca cerita-cerita heroik macam Jets Star. Saya yang mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan teman-teman lainnya bukan tanpa himpitan. Saya kerap diejek teman-teman karena hal itu. Di Sekolah Dasar saya kerap menjadi ledekan teman-teman dan saya hanya diam saja. Diamku bukan berarti menerima dengan lapang dada atas ledekan itu. Diam-diam saya menyimpan dendam dan itu yang menurutku mempengaruhi kejiwaanku diperjalanan selanjutnya, yakni tak mau kalah dengan teman-teman : SENGGOL SIKAT. 


Tamat dari SD, saya mendaftar di SLTP Tambakberas Jombang. Setahun saja saya bertahan di SLTP itu lantas berpindah di MI-PK yang juga masih satu yayasan juga. Di kelas itulah saya menemukan teman-teman yang luar biasa, yakni rivalitas intelektual yang hebat meski teman-teman saya itu bergaya preman. 

Dua tahun kami menempuh MI-PK kemudian melanjutkan ke jenjang selanjutnya, Madrasah Muallimin yang juga masih satu yayasan. Nah, di Muallimin ini kegilaan saya terhadap buku meningkat sebab fasilitas buku-buku perpustakaan yang 100 kali lipat banyaknya ketika saya masih di SD. Dan di Muallimin pula kutemukan banyak teman-teman yang kutu buku sehingga banyak teman bisa diajak diskusi tentang buku.

Suatu hari saya membaca sebuah phamplet yang diterbitkan oleh teman-teman seangkatan saya. Phamplet itu menarik sebab, pimpinannya adalah rival saya Lukman Hakim. Kedua, dalam phamplet itu teman saya menukil dawuh KH. Abdul Jalil Tulungagung, yang kurang lebih seingat saya bahwa kelemahan santri adalah dalam bidang administrasi dan jurnalistik (mohon dibetulkan). Dan phamplet itu seingat saya yang membuat saya teguh ingin berlatih menulis. 

Sebuah keinginan apapun itu kerap tidak bisa bertahan lama manakala tidak mempunyai ambisi. Dan ambisi saya waktu itu adalah ingin menguasai dunia dengan menulis. Ya saya harus mengakuinya.  Lucu memang, namun begitulah ambisi saya ketika masih ABG. Menguasai dunia bukan berarti saya menjadi raja di dunia namun saya sebagai santri yang telah ditanamkan nilai-nilai keislaman tentunya saya berkeinginan menyebarkan nilai-nilai Islam melalui media tulisan. Di pesantren yang setiap hari dibacakan buku-buku karya ulama' masa lalu juga menjadi inspirasi tersendiri bahwa menjadi santri harus berkarya juga dengan tulisan. Bagiku, pesantren adalah tempat penggodokan intelektual. Sebab di pesantren juga diajarkan bagaimana berfikir harus berdasarkan konsep. Belum lagi berbicara tentang ilmu-ilmu bahasa yang diajarkannya meliputi nahwu, shorof, yang mendidik otak untuk cerdas. 


Semenjak awal saya sudah sadar bahwa menjadi penulis bukan bertujuan mengumpulkan uang. Saya semenjak awal sudah membenahi niat saya bahwa menulis adalah untuk menyebarkan nilai-nilai keluhuran Islam. Demi membangun usaha saya untuk terus bisa menulis saya rela kiriman uang saya untuk kursus komputer di Rona Dua. Kan sudah tak zamannya menulis artikel, essai by pena. Dan, terima kasih Master Adji, salam super Pak Kepala Sekolah. Sudah lama sekali saya tidak silaturohim ke rumah Bapak Aji, di desa apa ya saya lupa. Rutenya adalah utaranya Gg. 5 Tambakrejo Jombang tapi yang gang ke Barat. Diam-diam beliau adalah pembimbing saya. Begitu juga dalam selera rokok : GRENDEL UTAMA. Oh ya, beliau ini juga bagus karya tulisya. Saya pernah ditunjukkan karyanya tentang tutorial belajar microsoft office. Bagus. Bahkan beliau pernah titip tulisan yang diselipkan di ruang phamplet saya sewaktu saya menerbitkan phamplet Bunklon yang terbit hanya sekali, dan tulisan beliau menyentuh hati. 

Saya terus berjalan menapaki dunia tulis menulis. Momen apapun berusaha saya tulis demi melatih keluwesan dalam kalimat. Dalam hal menulis saya banyak belajar dari Pak Dahlan Iskan. Dulu sewaktu saya di Pesantren kebiasaan saya adalah membaca koran  Jawa Pos pada jam-jam istirahat. Pesantren kami berlangganan Jawa Pos yang biasanya dipasang di pinggir halaman. Korannya di pasang dalam bingkai kaca seperti halnya mading. Di Jawa Pos itulah saya menemukan tulisan seseorang yang bagus, detil, penuh ilmu, dan perlu untuk ditiru, yakni tulisannya Pak Dahlan Iskan, yang ternyata adalah CEO Jawa Pos itu sendiri. DAN pada tahun 2008 atau 2009, saya baru di izinkan Allah Swt untuk membeli buku Dahlan Iskan GANTI HATI, yang padahal sudah ku tunggu-tunggu sejak tahun 2007. 


Sebagaimana halnya kalimat yang pernah ditulis Pak Dahlan : "Agar tidak kecewa, janganlah menaruh harapan terlalu tinggi  untuk apapun dan kepada siapapun." Saya juga tidak terlalu berharap banyak terhadap kecintaan saya dalam menulis ketika usia saya sudah mendekati 30 tahun ini. Sekarang saya hanya manusia biasa yang tetap bersyukur kepada Allah yang tak henti-hetinya memberikan rizqi kepadaku. Itu adalah nikmat yang besar sekali. Uang cukup, kesehatan terjaga, cinta di mana-mana, keluarga lengkap dan masih banyak sekali rizqi yang diberikan kepadaku yang aku tak sanggup menghitungnya. 

Meskipun saya bukan orang "besar" namun saya tetap bersemangat dalam menulis sebab menulis adalah cintaku. Saya tidak pernah menyesal terhadap kesalahan masa lalu, misalnya : saya rela tidak masuk sekolah hanya demi menghadiri seminar Jurnalistik di SMA  timur GOR Madiun, yang padahal saya sekolah di Jombang. Dan masih banyak lagi sekolah saya yang kukorbankan hanya karena saya cinta menulis. Saya tidak menyesal karena saya yakin itu semua ada hikmahnya. Dan hingga hari ini saya berusaha untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan masa lalu,"Ya Allah, tolonglah aku untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan masa laluku. 

Alasan saya tetap bertahan untuk menulis adalah sebagai wujud syukur saya karena diberi anugerah oleh Allah Swt bisa menulis, sebab tidak semua orang bisa menulis. Dan, sayup-sayup jelas ketika saya menulis ini mendengar alunan membaca sholawat dengan diiringi hadroh  yang menggetarkan hatiku. "Allahumma sholli 'ala sayyidina Muhammad wa 'ala ali sayyidina Muhammad". 


 Menulis adalah berkarya. Setiap hasil karya kerap diasumsikan untuk mencari uang dan itu tidak salah sebab nilai asumsi terletak pada siapa yang berasumsi. Pun, ketika sekarang saya mempunyai tablet yang bisa ku gunakan untuk mengetik secara bebas waktu, yang berbeda dengan komputer yang sudah lama saya miliki namun harus tergantung listrik, saya mulai berpikir ingin mendulang uang dengan tekun menulis. Ya ambisi untuk mendulang pundi-pundi dolar kerap menghantui. Bagiku, terpenting adalah niat. Berkarya saja karena Allah. Maka, Allah sudah memberikan rezqi kepada saya. 

Allah tidak melarang mencari uang selama itu dengan jalan halal. Namun, kalau menulis untuk mencari uang  ya tidak masalah sih he he. Menulis itu kan alat atau sarana. Jadi, terserah kamunya bagaimana. Cangkul bisa saja kamu gunakan untuk mencari uang namun bisa juga kamu gunakan untuk memelihara lingkungan karena panggilan hati. Bagiku juga begitu, menulis adalah alat atau pedang sebab tulisan mampu memotong bahkan menghancurkan. Atau dalam bahasa yang ekstrim pena adalah keris yang disegani. Apa jadinya dunia tanpa pena. Peradaban dunia dibangun dengan pena semenjak dulu hingga sekarang. Bagaimana Plato mendidik athena dengan tulisan-tulisannya. Bagaimana Karl Mark mempengaruhi masyarakat dengan ide-ide komunismenya menggunakan penanya, Das Capaital Karl Mark. 

Saya berpikir menulis harus dengan keikhlasan sebab begitulah Islam mengajarkan. Berkarya saja maka dunia akan mengikutimu. Itu juga ada hubungannya tentang kegelisahan saya beberapa hari kemarin mengenai bisnis apa yang sebaiknya saya jalankan. Sebab saya sekarang bekerja ada ikatan formal dan saya pengen bisnis sendiri atau usaha berdikari tanpa mempunyai ikatan formal, yang tentunya itu bisa menjadi cadangan sewaktu-waktu kita berhenti dari ikatan itu. Hingga kamis kemarin sewaktu saya curhat pada teman saya di desa Cepoko Panekan Magetan, dimana ia telah sukses dengan usaha percetakannya ia berkata,"wes to, berkarya yang banyak dan bagus lalu tinggal berpikir bagaimana memasarkannya".


Menulis bagi orang-orang jebolan pesantren seperti saya adalah sebagai wujud amal saleh. Dalam sebuah tulisan juga disebutkan bahwa orang yang menulis dengan niat menyebarkan ayat-ayat Tuhan adalah setara dengan seseorang yang beramal jariyah (Ibnul Jauzi).  

Beramal saleh merupakan perintah Allah "عمل الصالحات  ", kita sering menemukan bacaan itu ketika membaca Al-Qur'an. Kata sholeh disitu berbentuk jama' atau plural yang tentunya menulis juga bisa masuk dalam kategori beramal saleh, yang tentu menulis karena menyebarkan ayat-ayat Allah. Apa itu ayat-ayat Allah? Dalam Al-Qur'an ayat-ayat Allah lebih banyak diartikan sebagai tanda-tanda kebesaran Allah. Semisal ayat: 

ومن آياته أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك لآ يات لقوم يتفكرون

Dan di antara tanda-tanda kekusaan Nya adalah Ia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung  dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (QS. Ar-Rum [30]:21).

Itulah juga yang dilakukan oleh para ilmuan-ilmuan Islam yang hidup jauh dari kita semisal Imam Al-Ghazali, yang hidup sebelum abad 10 Masehi namun hingga kini tetap terdengar pemikiran-pemikirannya sebab banyak sekali karya-karya tulisnya. 

Kita sebagai generasi penerus tentunya juga harus meniru jejak mereka yakni menulis. Menulis yang berkualitas dan ikhlas karena Allah dan itulah yang membuat karya-karya ulama' kita bisa langgeng dan tetap dibaca.  

Sebelum saya mengakhiri tulisan ini, saya mengajak pembaca untuk menulis tentang ajakan kepada kebaikan, atau mari sebarkan informasi yang orisinil dilingkunganmu. Kita bisa menjadi produsen berita tanpa ada tekanan dari Abu Rizal Bakri atau Surya Paloh hehe.

9 SYARAT MENJADI SISWA YANG PALING SUKSES : BENGKEL MOTIVASI


Wacana Marzuki Online. Peserta didik atau biasanya disebut siswa adalah suatu anggota masyarakat yang mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran. Pada zaman sekarang kita mengenal siswa lebih dispesifikasikan pada jalur formal,
yang masih dalam jenjang pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah keatas. Entar, akan disebut mahasiswa jika sudah berada pada jenjang universitas.

Di pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah dulu mengembangkan pendidikan sejak zaman Wali Songo, yakni sejak abad 15, pesantren menyebut anak didiknya dengan santri. Menurut KH. Abdurohman Wahid, istilah santri sendiri diambil dari orang Hindu yang dulu menuntut ilmu di sebuah padepokan. Maka, istilah pesantren sendiri adalah tempat sekumpulan santri. Seperti halnya istilah pecinan yang artinya suatu daerah yang banyak terdapat warga cina.

Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu. Meski para ulama` membuat dua hukum berbeda dalam hal hukum mencari ilmu itu. Yakni fardhu `ain dan fardhu kifayah. Fardhu `ain adalah ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap muslim baik laki-laki dan perempuan dan jika tidak mengerjakan akan mendapatkan dosa. Contohnya, sholat lima waktu, puasa romadhon. Sedangkan fardhu kifayah adalah ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan dan jika dalam suatu komunitas atau masyarakat itu sudah ada yang melakukan maka anggota masyarkat yang lain tidak mendapat dosa. Contohnya menjawab salam, sholat jenazah.

Nah, hukum fardhu `ain dalam mencari ilmu itu dalam hal mencari ilmu tentang tata cara melakukan ibadah murni “mahdhoh”, seperti mencari ilmu tentang sholat, cara berpuasa, berzakat. Sedangkan hukum fardhu kifayahnya adalah selain dari ilmu-ilmu tentang ibadah murni itu, atau yang “goiru mahdhoh”. Layaknya ilmu fisika, matematika, dan lain sebagainya. Wal-hasil, islam sebenarnya tidak pernah memisahkan antara ilmu umum maupun ilmu agama. Menurut Prof. Agus Sunyoto penulis buku Atlas Wali Songo, bahwa dikotomisasi atau pemisahan ilmu umum dan agama di Indonesia sekarang adalah upaya Belanda dalam merendahkan idealisme pesantren yang dulunya adalah barisan militansi dalam melawan Belanda. Di mana, pasca penangkapan Pangeran Diponegoro pada 1830, faktanya justru menyulutkan perang para santri-santrinya. Perang santri melawan Belanda itu dulunya juga difatwakan oleh KH. Wahab Hasbullah dan juga dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy`ari. Bahkan, orang yang membunuh Jendral Malabi itu adalah santrinya KH. Hasyim Asy`ari, yang santri itu juga ikut mati syahid konon ingin melihat ledakan itu. Menurut peneliti sejarah, tercatat 112 pemberontakan terhadap belanda yang dilakukan oleh guru-guru tarekat dan para santri sejak abad 18 hingga abad 19.

Wali Songo memang sangat berjasa dalam mengembang pendidikan masyarakat nusantara. Nusantara itu sebutan dulu sebelum istilah Indonesia menjadi populer. Istilah “Indonesia” ini baru populer pada abad ke 18. Konon, pertama kali istilah itu dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantoro melalui tulisannya. Kalau sekarang lagi populer dengan istilah Islam Nusantara tentunya itu merujuk pada Islam yang dulu disebarkan oleh Wali Songo itu. Dimana, Wali Songo menyebarkan Islam memang benar-benar sesuai dengan Al-Qur’an dan yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw.

Ud`u ila sabili robbika bi al-hikmati wa al-mau`idzoti al-hasanah wa jadilhum bi al-lati hiya ahsan (QS. An-Nahl [16]: 125)

Ajaklah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan mauidhoh hasanah dan berdebatlah dengan argumentasi yang baik.

Itu terbukti misalnya dengan, bagaimana Wali Songo memodifikasi cerita mahabharata dan ramayana yang syarat dengan nuansa agama hindu kemudian dalam pewayangan diubah lebih pada nilai-nilai Islam. Contohnya, Droupadi dalam pewayangan adalah istri dari arjuna padahal dalam cerita aslinya dari india adalah istri dari pandawa, dimana poliandri tidak dibenarkan dalam agama Islam. Wali Songo tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyebarkan Islam di Nusantara namun dengan kebijaksanaa. Dulu, masyarakat jawa suka mengadakan kenduri. Tata caranya, mereka berkumpul melingkar, yang ditengahnya telah disiapkan bermacam-macam daging-daging. Entah, ayam, kambing, sapi, atau bahkan daging manusia. Dagingnya ini tentunya sesuai dengan kadar atau jenjangnya. Setelah makan-makan mereka melakukan minum-minuman keras, kemudia melakukan sex masal. Setelah perut dan seksual terpenuhi mereka melakukan semedi. Kemudian Wali Songo membuat tandingan kenduri. Acara makan makannya sama namun hanya menggunakan daging ayam bisa kambing atau bisa sapi. Namun menghilangkan aktivitas MO LIMO itu. Nah, itulah asbabun nuzul dari MO LIMO itu. Masyarakat tertarik sebab pada dasarnya masyarakat memang tidak suka jika harus mencuri anak manusia sebagai makanan. Kedua, dakwah Wali Songo bisa berhasil juga sebab mereka mempunyai struktur sosial yang lebih tinggi. Misalnya, Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel dan Sunan Ampel adalah masih ada hubungan famili dengan kerajaan Majapahit.

Kemerdekaan Indonesia merupakan juga tetesan darah para santri. Mengingat sejarah santri sebenarnya sebagai santri jangan berkecil hati. Sebab santri adalah calon-calon penghuni surga. “man yuridi llahi khoiron yufaqqihu fi al-din”, barang siapa yang dikehendaki Allah untuk menjadi orang baik maka Allah memahamkan kepadanya ilmu-ilmu agama. Nah, berangkat dari situ seorang santri yang menuntut ilmu-ilmu agama di pesantren harus tekun dan optimis memandang masa depan. Dan, usahlah mengikuti mainstream yang mencari ilmu karena ingin mendapat uang. Bangun saja keimanan yang kuat. Allah pasti akan membuatkan jalan untuk akhirat dan dunia akan mengikutimu. Yakinlah!!

Kalau santri itu tekun mempelajari ilmu-ilmu Allah, tentunya otomatis gampang loh kalau sekedar mendapatkan uang saja. Sebaliknya, bersusah payah siang malam menekuni ilmu tapi kalau niatnya cuman mencari uang saja adalah rugi sebesar-besarnya. Bayangkan saja, kita hidup paling cuman gak sampai 200 tahun. Nabi Muhammad saja cuman 63 tahun. Dan konon itu adalah tolak ukur umatnya Nabi Muhammad. Bisa kurang atau lebih sedikit saja. Nah, jika kita pinter-pinter cuman ingin mengumpulkan uang kayaknya rugi kalau waktunya hanya sebentar itu. Atau, bisa-bisa bukan kita yang menikmati uangnya. Terpenting, Al-Qur’an telah mengingatkan kita akhirat itu lebih kekal dan abadi.

Kesimpulan saya, bagi teman-teman yang akan atau sedang menuntut ilmu, niatilah itu dengan tujuan suci karena Allah Swt. Allah pasti membalas jerih payah anda di Surga. Surga Brow! Wal-hasil, berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan bagi orang yang sedang mencari ilmu biar sukses dalam menekuni ilmunya. 9 Syarat Menjadi Siswa Yang Paling Sukses:

1.     Akalnya berkemauan untuk menyingkap hakikat permasalahan.

Di lingkungan pendidikan atau di manapun kita kerap membahas suatu masalah atau diskusi. Entah, itu diskusi formal atau lebih sering diskusi non formal. Yakni, membahas penyelesaikan suatu permasalahan yang tampaknya sangat sulit diselesaikan. Sebagai siswa biasanya dihadapkan pada permasalahan mengerjakan suatu pelajaran matematika. Itu saya alami sendiri. Sampai saya berkesimpulan bahwa matematika adalah ilmu yang saya benci.

Mengapa saya membenci ilmu matematika?

Karena saya belum bisa untuk menyingkap hakikat permasalahan. Maksudnya apa ini? Begini,  semakin saya menekuni matematika dan sering diskusi pada orang-orang mathematis, ternyata matematika adalah ilmu yang mengasyikkan. Karena matematika adalah bagaimana melihat sesuatu yang tak terpola menjadi sesuatu yang terpola. Misalnya, kita melihat betapa rumitnya kemacetan di kota Surabaya. Maka kalau kita lihat secara matematik kemacetan itu hanya terjadi pada jam-jam tertentu dan kita bisa mengetahui penyebabnya. Nah, dengan itu kita bisa menyingkap hakikat suatu permasalahan. Bagi saya, ternyata matematika itu selain karena saya belum bisa mengetahui konstruksi permasalahan. Ternyata, matematika itu sendiri memberikan kunci bagaimana melihat suatu permasalahan yang sulit dipecahkan menjadi mudah untuk dipecahkan.

Wal-hasil, guru-guru matematika seharusnya memberikan wejangan kepada siswa-siswanya bahwa matematika itu adalah ilmu tentang pola. Dari yang tak terpola menjadi terpola. (Wejangan ini saya ambil dari Presiden Jancuker, Sujiwo Tedjo).

2.     Kecerdasannya mampu mengilustrasikan detail ilmu pengetahuan.

Siswa yang mampu mengilustrasikan detail ilmu pengetahuan biasanya lebih ditekankan bagi pelajar yang telah mencapai jenjang lanjutan. Mengilustrasikan detail ilmu pengetahuan itu adalah upaya seorang siswa untuk membuat suatu konstruksi tentang ilmu pengetahuan yang diserapnya. Menggambarnya baik didalam otaknya ataupun menggambarnya dengan sebuah bagan tulisan yang tersusun secara rapi. Sehingga siswa yang mampu membuat konstruksi ini akan mudah menerima suatu ilmu apapun.

Siswa yang mampu membuat konstruksi sejarah kerajaan-kerajaan di Indonesia secara detail, tentunya ia akan sangat lebih mudah menerima informasi sejarah perkembangan masuknya Islam di Nusantara. Atau siswa mungkin akan lebih mudah membuat analisa misalnya tentang? Bagaimana bisa Islam bisa mudah masuk ke Nusantara? Sementara Islam sebenarnya sudah masuk ke Tanah Jawa di era khilafah sebelum Ali bin Abu Tolib, yakni Islam sudah pernah masuk di zaman kerajaan Kalingga. Atau misalnya, kita bisa menemukan makam perempuan muslim, Fatimah binti maimun di Leran Gresik. Ya, apa yang membuat Islam baru berkembang di zaman Wali Songo.

Nah, menggambar apapun itu sangat penting dalam menggapai tujuan. Lha wong pencuri saja sebelum melakukan aksinya biasanya mereka membuat konstruksi tentang calon korbannya……

3.     Daya ingatan yang kuat untuk menghafal segala sesuatu yang pernah tergores dalam benaknya dan yang dapat dipahami dari ilmunya.

Ada beberapa cara menguatkan kekuatan hafalan. Pertama, senantiasa memperharui niat belajar kerena Allah Swt. Mungkin awal belajar dulu niatnya bagus. Niat belajar karena Allah namun waktu berjalan. Problematika kehidupan silih berganti bisa jadi niat belajar yang awalnya karena hanya mencari ridho Allah, akhirnya menyimpang menjadi niat belajar karena ingin dihormati orang. Maka perlunya seorang siswa senantiasa mencurigai dirinya sendiri, jangan-jangan niatnya belajar menyimpang dan siswa harus kembali ke niat awal

Kedua, berdzikir. Berdzikir adalah mengingat Allah. Senantiasa membahayakan diri untuk selalu berdzikir adalah bagus selain mendapat pahala, berdzikir juga baik untuk menumbuh kembangkan fungsi otak. Otak yang selalu difungsikan juga menjaga kekuatan hafalan otak. Sebaliknya, otak yang tidak pernah difungsikan bisa berakibat pikun. Ini bisa terbukti dengan profesor yang semakin tua malah semakin mateng. Ketiga, mengulangi pelajaran setelah belajar. Bagi siswa atau santri yang habis diberikan materi oleh guru sebaiknya mengulangi kembali setelah disampaikan ini penting untuk menambal hal-hal yang biasanya kurang atau belum paham. Keempat, menulisnya kembali di buku.

4.     Antusias yang mengabadikan semangat belajar dan tidak merasa bosan.

Kebosanan adalah watak dasar menusia. Maka seyogyanya sebagai seorang pelajar adalah selalu mencari motivasi untuk selalu menjaga semangat belajar. Mencari motivasi dalam belajar biasanya bisa saya dapatkan dengan mencari referensi lain. Kalau misalnya kita sedang menekuni ilmu-ilmu hukum, kita bisa pergi ke toko buku mencari buku-buku ilmu hukum lain sebagai penyegaran otak. Atau kita bisa mengunjungi sarasehan yang membahas tentang ilmu hukum. Dan disarasehan itu biasanya didatangkan ahli-ahli hukum lain. Nah, dengan saya melihat atau mengikuti sarasehan seperti itu biasanya akan tumbuh motivasi baru.

Mencari motivasi juga bisa kita tumbuhkan dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah. Tentu saja tempat bersejarah yang bisa menggugah otak kita lebih baik. Sebab, pada dasarnya kejenuhan itu perlu kita hilangkan sebentar. Ketika kita mencapai rasa bosan yang memuncak coba hilangkan saja sebentar rutinitas anda, maksudnya rutinitas mempelajari ilmu-ilmu hukum itu entah anda gunakan untuk pergi ke tempat kesukaan anda. Lalu pulang dan mulailah berpikir tentang rutinitas itu.

5.     Membatasi diri pada bahan yang tidak terlalu berat untuk dipelajari.

Belajar itu bertahap. Jika kita masih kelas 2 SD jangan sampai kita mencoba memahami pelajaran kelas 4 SD. Sebab ilmunya belum nyampe`. Mempelajari disiplin ilmu itu ada jenjang-jenjang yang meski diselesaikan. Contohnya yang saya tidak paham tentang konstruksi ilmu kedokteran tentu saja harus mulai dari awal kemudian fase demi fase bisa meningkatkat jenjang ke arah ilmu kesehatan yang lebih tinggi.

Dulu, sewaktu di pesantren ada mitos tentang hal-hal itu. Seperti jangan mempelajari kitab tertentu sebelum mempelajari kitab tertentu. Makanya, pendidikan pesantren juga ada sistem klasikal. Yakni, klasifikasi-klasifikasi kitab untuk jenjang tertentu. Pendidikan pesantren selain menekankan hafalan juga menekankan pemahaman yang mendalam juga dibentuk kelompok-kelompok diskusi.

Saya rasa membatas diri pada bahan yang tidak terlalu berat adalah penting. Selain karena tidak paham juga akan bisa menimbulkan kesalahpahaman jika dipelajari sendiri. Dulu, ajaran Syeikh Siti Jenar itu benar namun karena murid-murinya yang belum bisa menerima ilmu itu sehingga murid Siti Jenar menjadi salah paham.

Lho bagaimana bisa Siti Jenar mengatakan,”Aku adalah Tuhan”, itu dibenarkan?

Karena aku yang sesungguhnya itu Allah. Coba berkatalah,”Aku”. Maka aku yang akan kekal adalah “AkuNya Allah” sedangkan “Aku” yang kamu tujukan pada dirimu sendiri adalah tidak kekal. Paling kalau kamu menunjuk “Aku” pada dirimu sendiri hanya bertahan sebentar, paling 40 tahun, 50 tahun, 60 tahun, atau 70 tahun.  Tapi “Aku” yang kekal adalah AkuNya Allah.

6.     Memperoleh kesempatan yang memungkinkan dicapai intensifikasi belajar dan kuantitas yang sebanyak-banyaknya.

Kalau dalam kitab ta`lim muta`allim kita juga menemukan ini, yakni “Tulu al-zamani”, yakni masa yang panjang. Bahwa belajar itu salah satunya membutuhkan waktu yang sangat panjang. Waktu yang sangat panjang itu tentunya juga harus dimanfaatkan seefektif mungkin. Percuma saja kalau belajar bertahun-tahun tapi pikirannya tidak fokus pada cara-cara penguasaan ilmu. Makanya jangan heran kalau lama di lembaga pendidikan namun setelah keluar ngah ngoh, blo`on, bahlul.

Dalam waktu yang panjang itu, ada jenjang-jenjang yang meski dipatuhi oleh seorang siswa. Dalam waktu yang panjang itu, siswa meski mempunyai intensifikasi waktu. Dalam waktu yang panjang itu, seorang siswa meski bisa manajemen waktu. (Baca : manajemen waktu). Dalam waktu yang panjang itu, seorang siwa meski mempunyai goal-goal dalam menguasai disiplin ilmu.

Dalam pendidikan formal, pemerintah memberikan masa: wajib belajar sembilan tahun. Namun faktanya, waktu 9 tahun itu dianggap rendah dalam penyerapan tenaga kerja. Di pesantren waktu yang dianggap panjang itu biasanya antara 10 hingga 15 tahun. Dalam Islam, menuntut ilmu itu dari buaian hingga liang lahat. Sebab, ilmu Allah itu layaknya lautan yang bila digunakan untuk tinta, jika air lautnya habis maka ilmu Allah belum habis bahkan jika didatangkan air laut lagi.

7.     Terhindar dari rintangan-rintangan yang membuat kendornya belajar, baik berupa keresahan maupun penyakit.

Di dunia ini apa sih yang nggak menimbulkan rasa bosan. Kalau anda menyukai kejahatan coba teruskan, toh kebosanan juga akan menghampiri anda. Atau, penjara yang akan membuat anda jenuh. Semua aktivitas dunia ini menimbulkan rasa jenuh dan hanya konsistensi yang bisa membuat anda berdiri kokoh. Konsistensi dibentuk oleh niat anda.

Begitu juga halnya dalam belajar. Banyak sekali rintangan-rintangan dalam belajar. Maka hanya niat anda yang kokoh yang membuat anda dan saya bisa tetap berdiri kokoh. Ketika kita sudah menemukan cinta dalam belajar, disitulah kita akan lebih mudah dalam belajar. Bagaimana menemukan cinta terhadap ilmu? Caranya adalah dengan tekun mempelajari ilmu maka lama semakin lama akan menemukan kenikmatan. Seperti orang yang betah berjam-jam bermain catur ia tampak apatis terhadap riuh rendah lingkungan.

Dulu, ketika saya kursus bahasa inggris, guru saya Mr. Arif selalu memarahi murid-muridnya yang sering tidak masuk kelas dengan alasan sakit. Beliau berpendapat bahwa murid sakit-sakitan adalah pertanda ia tidak semangat dan serius dalam belajar. Mr. Arif berpendapat seperti itu bukan tanpa alasan. Sebab beliau sendiri sering menemukan murid-muridnya yang awalnya sakit-sakitan namun karena antusias dalam belajar sehingga ia lupa akan sakitnya dan akhirnya sembuh.

8.     Panjang umur dengan tempo belajar yang luas, sedemikian rupa agar dapat belajar sebanyak-banyaknya untuk mencapai tingkat yang sesempurna mungkin.

9.     Beruntung dapat memperoleh guru alim yang murah hati dengan ilmunya, lagi pula telaten dalam memberikan pelajaran.

Peran guru dalam mendidik muridnya itu penting. Maka dalam pendidikan modern pendidikan untuk para guru itu diperhatikan. Yang kemudian muncul istilah kompetensi guru itu. Terlebih adalah guru-guru dalam pendidikan dasar ia lebih penting perannya. Bagaimana guru mengelola dan membimbing karakter anak-anak didiknya secara halus. Berbeda dengan pendidikan dijenjang yang tinggi, guru lebih pada hanya memberikan informasi.

Namun, orang-orang pada zaman dulu, yakni pemikir-pemikir muslim masa lalu, memilih guru itu adalah prioritas. Bahkan mereka melakukan survey terlebih dulu sebelum memutuskan menjadi muridnya. Mereka tidak sembarangan dalam mencari guru. Sekarang? Mencari ilmu hanya mengejar sesuatu yang ………………. 20.30/10/07/2015. Marzuki Attarka. Kali Garung Campurasri Karangjati Ngawi.

Tentang penulis :

Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.