Esai : 18
Cerita Islami, Esai, 4 Januari 2018
Oleh : Marzuki Ibn Tarzmudzi
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw, bersabda :
ما بال أقوام يشرفون المترفين ويستخفون بالعابدين ويعملون
بالقرأن ما وافق أهواءهم وما خالف أهواءهم تركوه[1]
Bagaimana orang-orang itu menganggap
sukses orang yang hidup bermewah-mewah, lalu menyepelekan orang-orang yang
beribadah, dan mengamalkan Al-Qur’an yang cocok dengan hawa nafsunya dan
meninggalkan ayat yang tidak cocok dengan hawa nafsunya.
Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi
“Kulo
kok kadang ningali fenomena-fenomena teng masyarakat meniko kedah ngguyu
piyambak Pakde”
“Masalah nopo Kang?”
“Menopo to tiang-tiang ingkang lahire
katingal mewah-mewah meniko kok dados standar kesuksesan, padahal kito meniko
gesang wonten ing masyarakat mayoritas muslim”
“Sejatose punopo ingkang dados penggalih
panjenengan meniko sampun dipun gumunaken kalian Nabi, Kang”
Pakde Waringin dan Kang Riyadi tampak
ngobrol-ngobrol di serambi Masjid ba`da Isya`. Kelihatannya mereka terpaksa
ngobrol di serambi itu lantaran terjebak hujan sebab biasanya, setelah Isya`
mereka langsung pulang.
Fakta di masyarakat, seseorang lebih di
anggap sukses kalau hidupnya mewah. “Eh, lihat tu artis, sukses banget dia,
rumahnya gede bertingkat, mobilnya berderet,
pakaiannya bermerek, aksesoris badannya elit, harga tasnya se-M, minum kopinya
ke negara tetangga, ngerayain Ultah aja live di tv, belanjanya ke Jepang, menu
makanannya asing, wisatanya ke negeri jauh, ada kasus sepele aja nyewa
pengacara kondang. Begitulah fakta masyarakat yang terjadi. Seseorang dianggap
sukses barometernya adalah kemewahan. Kenapa alat ukur sukses itu bukan
dedikasinya, moralnya, uletnya, pantang menyerahnya.
Di lain sisi, ada sarjana yang
bertahun-tahun hanya jadi sales panci, hidup pas-pasan, berbakti kepada orang
tua, anak-anaknya sholeh, dan di rumah punya jiwa sosial tinggi, orang tidak
menganggapnya sukses. Bahkan ada yang berceloteh : “Orang itu dulu ketika
kuliah salah ngambil jurusan”. Aneh, jadi orang seperti itu dituduh salah
jurusan. Komentarnya seakan lebih tahu tentang hidupnya.
“Dados wonten zaman Nabi, fenomena
mekaten njih kedadosan?”, pitakene Kang Riyadi.
“Malahan keheranane Nabi taksih wonten
lintune, menopo to tiang-tiang ingkang tekun ngibadahe dumateng Allah Swt,
justru dipun remehaken”
Ada orang yang tekun beribadah di masjid,
ia bilang : “Pengangguran, tidak punya daya kreatif, kolot, bukan jaman now,
ngga’ mecing, dan bla.. bla.. bla.. bla.
Disepelekan, ada orang tekun ibadah disepelekan. Ada teman sekantor yang
kelihatan khusu` bercetus : “Lho itu kenapa sih? Udah ngerasa deket mati ya?”.
Padahal orang yang ngejek itu, anaknya juga disuruh mengajai lo, dan marah
besar kalo anaknya ngg` berangkat mengaji. Ada teman sekampus yang mau jum’atan
ia katakan: “lagi galau ya?”. Pigimane sih, ada orang berbuat baik dikatakan
lagi sedih.
“Nopo taksih wonten lintune?”, pitakene
Kang Riyadi
“Menopoto tiang-tiang meniko ngamalaken
Al-Qur’an, hananging dipun pilihi ayat-ayat ingkang cocok kalian hawa nepsune”
Sabda Nabi ini sangat relevan dalam
kehidupan dimasyarakat. Dan pastinya, ini adalah pukulan bagi kita saya
terutama. Jelas-jelas melihat lawan jenis dengan memandang itu dilarang tapi mengapa
masih dilakukan. Mengapa merokok yang jelas-jelas itu tidak baik untuk
kesehatan tapi masih dijalankan. Bukankah syarat sesuatu boleh dikonsumsi harus
halal dan toyyib, “kuluu mimma fi al-ardli halalan toyyiban”,[2] bagus untuk kesehatan dan lain-lain.
Mengamalkan ayat-ayat Al-Qur`an sesuai
dengan kehendak hawa nafsunya, itu seperti iman pada sebagian ayat dan kufur
terhadap ayat yang lain.
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan
kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada
yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta
bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang
demikian (iman atau kafir),[3]
“Lajeng, fenomena mekaten meniko sebabe nopo
Pakde”, pitakenane Kang Riyadi
“Wahan”
Kegelisan Kang Riyadi melihat kondisi
masyarakat muslim di Indonesia. Seakan barometer masyarakat dalam menjustice
sesuatu bukan berdasar Al-Qur`an. Seperti ukuran kesuksesan ditinjau dari
bergelimpangan harta. Jadi hafal Al-Qur`an kalau belum punya kelimpahan harta
belum dikata sukses. Seharusnya, sebagai muslim tujuan akhir kesuksesan adalah
di akhirat kelak. Dan ketika dunia barometernya adalah akhlaq yang luhur dan
kemanfaatannya terhadap sesama.
“Wahan niku, kedonyan lan wedi mati”
Thus, istilah wahan dikenalkan oleh Nabi
Muhammad Saw, yakni khubbu al-dunya wa karohiyatu al-mauti, adalah cinta dunia
dan takut mati. Ketika virus wahan sudah mewabah ke seantero umat yang terjadi
adalah fenomena-fenomena tadi.
Islam tidak mengkritik sikap muslim yang
bergelimpangan harta. Tapi ini adalah pukulan bagi pecinta dunia. Emang beda?
Bergelimpangan harta dan tidak mencintai dunia itu layaknya juru parkir yang
dirinya dikelilingi kendaraan namun dirinya sama sekali tidak pecinta
kendaraan, sebab ketika kendaraan tadi diambil oleh yang punya ia rileks aja.
“Obate virus niki nopo Pakde”
“Virus niki saget sitik-sitik ical, lamun
kito purun ziaroh kubur lan gelem mikir-mikir bilih kito sedoyo bade sowan
tumuju Allah Swt”[4]
Ziaroh kubur pada awalnya sempat dilarang
oleh Nabi, sebab dikhawatirkan menjerumuskan keimanan para sahabat. Namun
ketika Nabi melihat kondisi keimanan para sahabat semakin kuat, ziarah kubur
diperbolehkan oleh Nabi. Ziarah kubur diharapkan Nabi supaya menjadi bahan
renungan bagi muslim bahwa suatu waktu juga akan menyusul ke kuburan. Pergi ke
kuburan jika bertujuan meminta pertolongan kepada yang dikubur adalah musyrik.
Dan Allah tidak mengampuni dosa musyrik[5]. “Kecuali
orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu
kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”[6]
“Oo njih Pakde, kok akhir-akhir niki
enten fatwa babagan keharaman merayakan tahun baru Masehi, mungguwing
panjenengan pripun Pakde”
“Hukum haram lan halal meniko sampun
jelas Kang, al-haromu bayyinun wal halalu bayyinun, ingkang haram niku
babagan ingkang dipun larang kalian syariat. Misale miras, madon, maling lan
lintu-lintune. Lajeng, yen babagan budaya selama mboten nabrak syariat Islam
mboten haram”
Merayakan tahun baru masehi menurut Prof.
Dr. Mahfud MD sama hal dengan menonton sepak bola, dimana didalamnya tidak ada
ritual. Bermain sepak bola juga bukan dari qoum muslim, tapi itu diperbolehkan
sebab didalamnya hanya perayaan suka-suka aja.
Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan
supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah
diri.[7]
Tagged
#Tahun baru 2018, # menjadi muslim
kaffah, #Nabi pun heran
[1] Hadits
ini saya cuplik dari Syarah Al-Hikam, hlm 7,
[2] QS.
Al-Baqoroh [2]: 168
Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah
kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah
musuh yang nyata bagimu.
[3] QS.
An-Nisa` [4]: 150
Sesungguhnya orang-orang yang kafir
kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan
kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: "Kami beriman kepada
yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta
bermaksud (dengan Perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang
demikian (iman atau kafir),
[4] Hadits :
kafa al-mautu bil al-mauidloh. Cukuplah
mati menjadi petuah.
[5] QS.
An-Nisa` [4]: 48
Sesungguhnya Allah tidak
akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan
Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.
[6] QS.
Al-Furqon [25]: 70
Kecuali orang-orang yang
bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka
diganti Allah dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang
[7] QS.
Al-Ahqaf [46]: 15
وَوَصَّيْنَا الْإِنسٰنَ بِوٰلِدَيْهِ إِحْسٰنًا ۖ حَمَلَتْهُ أُمُّهُۥ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا ۖ وَحَمْلُهُۥ وَفِصٰلُهُۥ ثَلٰثُونَ شَهْرًا ۚ حَتَّىٰٓ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُۥ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِىٓ أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِىٓ أَنْعَمْتَ عَلَىَّ وَعَلَىٰ وٰلِدَىَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صٰلِحًا تَرْضَىٰهُ وَأَصْلِحْ لِى فِى ذُرِّيَّتِىٓ ۖ إِنِّى تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّى مِنَ الْمُسْلِمِينَ ﴿الأحقاف:١٥