Oleh: Marzuki ibn Tarmujzi
Hidup adalah sebuah proses maka
jalanilah proses-proses itu dengan sebenar-benarnya (QS. 18:84-85). Berproses menuju
perubahan yang lebih baik (QS. 13:11). Lalu, kemanakah arah halatuju proses perubahan
itu? Disinilah, awal dari intisari penciptaan manusia. Betapa kita harus
membuka kesadaran jiwa kita seluas-luasnya. Mari kita instal jiwa kita dengan memasukkan
pemahaman bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan Semesta alam, sang pencipta
seluruh bintang-bintang yang di dalamnya
ada planet-planet juga bulan-bulan beserta isinya dengan orbit-orbitnya yang
tersusun rapi (QS. 71:15-16 , 21:31), adalah manusia dan jin diciptakan semata
untuk mengabdi pada-Nya tak lebih dari itu (QS. 51:56). Dimana, dalam kehidupan
itu sendiri Tuhan Semesta alam
menciptakan ujian bagi manusia untuk mengetahui kebaikan amal perbuatannya (QS.
67:2). Dan materi dari ujian itu sendiri adalah sebuah ketetapan yang telah diturunkan kepada Nabi-Nabi Nya (QS.
2:213), kepada kita umat Muhammad adalah
Al-Qur’an, yakni wahyu yang sama sebagai mana juga diturunkan kepada Nuh dan
Nabi-Nabi yang kemudiannya, juga wahyu kepada Ibrohim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub
dan anak cucunya, ‘Isa, Ayyub, Yunus, Harun dan Sulaiman dan Zabur kepada Daud
(QS. 4:163). Sebab Al-Qur’an adalah peringatan yang bukan hanya sekedar diingat
namun juga harus dipikirkan bagi umat Muhammad dan umat sebelumnya (QS. 21:24).
Kawan, mungkin selama ini hati
kita terlalu dibutakan dengan bekerja, bekerja dan bekerja. Uang, uang sekali
lagi uang. Okelah bekerja!! Okelah Uang. Namun Yuk!! Kita mulai menata hati
dengan membuka kembali lembaran hidup kita dengan berjalan diatas tuntunan yang
tegak “shirotol mustaqim” (Lihat QS. 4:68-69).
Saya sendiripun adalah juga
manusia yang tentu juga tiap hari beraktifitas sebagaimana manusia lainnya. Hidup
sebagai perantau di negeri orang jauh dari kerabat. Hidup dengan berbagai teman
dan permasalahan yang plural. Sayapun juga bekerja, jangan bayangkan kerja saya
adalah kerja kantoran duduk di depan computer dengan bertelekan AC. Bukan itu
kerja saya sekarang ini. Kerja saya sekarang ini begitu menantang adrenalin dan
mental. Dan dituntut selalu untuk memupuk keimanan supaya saya dapat tetap
tabah dalam menjalankan kerja saya ini. Pembaca yang saya hormati, saya menulis
catatan ini adalah hasil resapan dari apa yang saya telah dan sedang saya
kerjakan dalam merenungi kehidupan bersama Al-Qur’an. Hidup dengan berlandaskan
Al-Qur’an seprti ditarik oleh nur untuk sadar bahwa ada kehidupan setelah mati
(QS. 2:185). Dan tiadalah kehidupan di dunia ini hanya kesenangan yang menipu
(QS. 3:185). “seperti hujan yang menyuburkan
tanam-tanaman yang mengagumkan para petani kemudian tanaman itu kering dan kamu
lihat warnanya menguning kemudian menjadi hancur” (QS. 57:20). Dan kehidupan
akhirot adalah lebih baik dan lebih abadi (QS. 87:17).
Saya menanamkan dalam diri saya
bahwa bekerja adalah wujud mencari fadhol Allah “kelimpahan dari Allah” yang itu
dicari manakala kita selesai menunaikan sholat (QS. 62:10). Maka sholat dan
mencari kelimpahan dari Allah adalah laksana dua sisi mata uang yang tak bisa terpisah . kalau kita sudah sadar bahwa
bekerja adalah bentuk penghambaan kepada-Nya, maka hidup akan terasa ringan
meski ada tekanan –tekanan dalam pekerjaan itu (QS. 2:112). Wakilkan segala
permasalahan hidupmu pada Allah! Dan cukupkan Allah sebagai wakil dalam menata permasalahan kita (QS. 4:81).
Mari kira renungkan ayat Al-Qur’an
suroh Al-Baqoroh [2]:155-157 dibawah ini;
“Sungguh akan kami berikan ujian
kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan
buah-buahan. Dan berikanlah berita kepada orang-orang yang sabar, (yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan,”sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya
kepada Nya lah kami dikembalikan”. Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang
sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.