Wacana Marzuki Online. Peserta didik atau biasanya disebut siswa adalah suatu anggota
masyarakat yang mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran. Pada
zaman sekarang kita mengenal siswa lebih dispesifikasikan pada jalur formal,
yang masih dalam jenjang pendidikan dasar, menengah pertama dan menengah
keatas. Entar, akan disebut mahasiswa jika sudah berada pada jenjang
universitas.
Di pesantren sebagai lembaga pendidikan yang telah dulu mengembangkan
pendidikan sejak zaman Wali Songo, yakni sejak abad 15, pesantren menyebut anak
didiknya dengan santri. Menurut KH. Abdurohman Wahid, istilah santri sendiri
diambil dari orang Hindu yang dulu menuntut ilmu di sebuah padepokan. Maka,
istilah pesantren sendiri adalah tempat sekumpulan santri. Seperti halnya
istilah pecinan yang artinya suatu daerah yang banyak terdapat warga cina.
Islam mewajibkan pemeluknya untuk menuntut ilmu. Meski para ulama`
membuat dua hukum berbeda dalam hal hukum mencari ilmu itu. Yakni fardhu `ain
dan fardhu kifayah. Fardhu `ain adalah ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap
muslim baik laki-laki dan perempuan dan jika tidak mengerjakan akan mendapatkan
dosa. Contohnya, sholat lima waktu, puasa romadhon. Sedangkan fardhu kifayah
adalah ibadah yang harus dikerjakan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun
perempuan dan jika dalam suatu komunitas atau masyarakat itu sudah ada yang
melakukan maka anggota masyarkat yang lain tidak mendapat dosa. Contohnya
menjawab salam, sholat jenazah.
Nah, hukum fardhu `ain dalam mencari ilmu itu dalam hal mencari ilmu
tentang tata cara melakukan ibadah murni “mahdhoh”, seperti mencari ilmu
tentang sholat, cara berpuasa, berzakat. Sedangkan hukum fardhu kifayahnya
adalah selain dari ilmu-ilmu tentang ibadah murni itu, atau yang “goiru
mahdhoh”. Layaknya ilmu fisika, matematika, dan lain sebagainya. Wal-hasil,
islam sebenarnya tidak pernah memisahkan antara ilmu umum maupun ilmu agama.
Menurut Prof. Agus Sunyoto penulis buku Atlas Wali Songo, bahwa dikotomisasi
atau pemisahan ilmu umum dan agama di Indonesia sekarang adalah upaya Belanda
dalam merendahkan idealisme pesantren yang dulunya adalah barisan militansi
dalam melawan Belanda. Di mana, pasca penangkapan Pangeran Diponegoro pada
1830, faktanya justru menyulutkan perang para santri-santrinya. Perang santri
melawan Belanda itu dulunya juga difatwakan oleh KH. Wahab Hasbullah dan juga
dikumandangkan oleh KH. Hasyim Asy`ari. Bahkan, orang yang membunuh Jendral
Malabi itu adalah santrinya KH. Hasyim Asy`ari, yang santri itu juga ikut mati
syahid konon ingin melihat ledakan itu. Menurut peneliti sejarah, tercatat 112 pemberontakan
terhadap belanda yang dilakukan oleh guru-guru tarekat dan para santri sejak
abad 18 hingga abad 19.
Wali Songo memang sangat berjasa dalam mengembang pendidikan masyarakat
nusantara. Nusantara itu sebutan dulu sebelum istilah Indonesia menjadi
populer. Istilah “Indonesia” ini baru populer pada abad ke 18. Konon, pertama
kali istilah itu dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantoro melalui tulisannya. Kalau
sekarang lagi populer dengan istilah Islam Nusantara tentunya itu merujuk pada
Islam yang dulu disebarkan oleh Wali Songo itu. Dimana, Wali Songo menyebarkan
Islam memang benar-benar sesuai dengan Al-Qur’an dan yang dicontohkan Nabi
Muhammad Saw.
Ud`u ila sabili
robbika bi al-hikmati wa al-mau`idzoti al-hasanah wa jadilhum bi
al-lati hiya ahsan (QS. An-Nahl [16]: 125)
Ajaklah ke jalan
Tuhanmu dengan hikmah dan mauidhoh hasanah dan berdebatlah dengan argumentasi
yang baik.
Itu terbukti misalnya dengan, bagaimana Wali Songo memodifikasi cerita
mahabharata dan ramayana yang syarat dengan nuansa agama hindu kemudian dalam
pewayangan diubah lebih pada nilai-nilai Islam. Contohnya, Droupadi dalam
pewayangan adalah istri dari arjuna padahal dalam cerita aslinya dari india
adalah istri dari pandawa, dimana poliandri tidak dibenarkan dalam agama Islam.
Wali Songo tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menyebarkan Islam di
Nusantara namun dengan kebijaksanaa. Dulu, masyarakat jawa suka mengadakan
kenduri. Tata caranya, mereka berkumpul melingkar, yang ditengahnya telah
disiapkan bermacam-macam daging-daging. Entah, ayam, kambing, sapi, atau bahkan
daging manusia. Dagingnya ini tentunya sesuai dengan kadar atau jenjangnya.
Setelah makan-makan mereka melakukan minum-minuman keras, kemudia melakukan sex
masal. Setelah perut dan seksual terpenuhi mereka melakukan semedi. Kemudian
Wali Songo membuat tandingan kenduri. Acara makan makannya sama namun hanya
menggunakan daging ayam bisa kambing atau bisa sapi. Namun menghilangkan
aktivitas MO LIMO itu. Nah, itulah asbabun nuzul dari MO LIMO itu. Masyarakat
tertarik sebab pada dasarnya masyarakat memang tidak suka jika harus mencuri
anak manusia sebagai makanan. Kedua, dakwah Wali Songo bisa berhasil juga sebab
mereka mempunyai struktur sosial yang lebih tinggi. Misalnya, Sunan Bonang
adalah putra Sunan Ampel dan Sunan Ampel adalah masih ada hubungan famili
dengan kerajaan Majapahit.
Kemerdekaan Indonesia merupakan juga tetesan darah para santri. Mengingat
sejarah santri sebenarnya sebagai santri jangan berkecil hati. Sebab santri
adalah calon-calon penghuni surga. “man yuridi llahi khoiron yufaqqihu fi
al-din”, barang siapa yang dikehendaki Allah untuk menjadi orang baik
maka Allah memahamkan kepadanya ilmu-ilmu agama. Nah, berangkat dari situ
seorang santri yang menuntut ilmu-ilmu agama di pesantren harus tekun dan
optimis memandang masa depan. Dan, usahlah mengikuti mainstream yang mencari ilmu karena ingin mendapat uang. Bangun
saja keimanan yang kuat. Allah pasti akan membuatkan jalan untuk akhirat dan
dunia akan mengikutimu. Yakinlah!!
Kalau santri itu tekun mempelajari ilmu-ilmu Allah, tentunya otomatis
gampang loh kalau sekedar mendapatkan uang saja. Sebaliknya, bersusah payah
siang malam menekuni ilmu tapi kalau niatnya cuman mencari uang saja adalah
rugi sebesar-besarnya. Bayangkan saja, kita hidup paling cuman gak sampai 200
tahun. Nabi Muhammad saja cuman 63 tahun. Dan konon itu adalah tolak ukur
umatnya Nabi Muhammad. Bisa kurang atau lebih sedikit saja. Nah, jika kita
pinter-pinter cuman ingin mengumpulkan uang kayaknya rugi kalau waktunya hanya
sebentar itu. Atau, bisa-bisa bukan kita yang menikmati uangnya. Terpenting,
Al-Qur’an telah mengingatkan kita akhirat itu lebih kekal dan abadi.
Kesimpulan saya, bagi teman-teman yang akan atau sedang menuntut ilmu,
niatilah itu dengan tujuan suci karena Allah Swt. Allah pasti membalas jerih
payah anda di Surga. Surga Brow! Wal-hasil, berikut ini adalah hal-hal yang
harus diperhatikan bagi orang yang sedang mencari ilmu biar sukses dalam
menekuni ilmunya. 9 Syarat Menjadi Siswa Yang Paling Sukses:
1.
Akalnya berkemauan
untuk menyingkap hakikat permasalahan.
Di lingkungan pendidikan atau di manapun kita kerap membahas suatu
masalah atau diskusi. Entah, itu diskusi formal atau lebih sering diskusi non
formal. Yakni, membahas penyelesaikan suatu permasalahan yang tampaknya sangat
sulit diselesaikan. Sebagai siswa biasanya dihadapkan pada permasalahan
mengerjakan suatu pelajaran matematika. Itu saya alami sendiri. Sampai saya
berkesimpulan bahwa matematika adalah ilmu yang saya benci.
Mengapa saya membenci ilmu matematika?
Karena saya belum bisa untuk menyingkap hakikat permasalahan. Maksudnya
apa ini? Begini, semakin saya menekuni
matematika dan sering diskusi pada orang-orang mathematis, ternyata matematika
adalah ilmu yang mengasyikkan. Karena matematika adalah bagaimana melihat
sesuatu yang tak terpola menjadi sesuatu yang terpola. Misalnya, kita melihat
betapa rumitnya kemacetan di kota Surabaya. Maka kalau kita lihat secara
matematik kemacetan itu hanya terjadi pada jam-jam tertentu dan kita bisa
mengetahui penyebabnya. Nah, dengan itu kita bisa menyingkap hakikat suatu
permasalahan. Bagi saya, ternyata matematika itu selain karena saya belum bisa
mengetahui konstruksi permasalahan. Ternyata, matematika itu sendiri memberikan
kunci bagaimana melihat suatu permasalahan yang sulit dipecahkan menjadi mudah
untuk dipecahkan.
Wal-hasil, guru-guru matematika seharusnya memberikan wejangan kepada
siswa-siswanya bahwa matematika itu adalah ilmu tentang pola. Dari yang tak
terpola menjadi terpola. (Wejangan ini saya ambil dari Presiden Jancuker,
Sujiwo Tedjo).
2.
Kecerdasannya mampu
mengilustrasikan detail ilmu pengetahuan.
Siswa yang mampu mengilustrasikan detail ilmu pengetahuan biasanya lebih
ditekankan bagi pelajar yang telah mencapai jenjang lanjutan. Mengilustrasikan detail
ilmu pengetahuan itu adalah upaya seorang siswa untuk membuat suatu konstruksi
tentang ilmu pengetahuan yang diserapnya. Menggambarnya baik didalam otaknya
ataupun menggambarnya dengan sebuah bagan tulisan yang tersusun secara rapi.
Sehingga siswa yang mampu membuat konstruksi ini akan mudah menerima suatu ilmu
apapun.
Siswa yang mampu membuat konstruksi sejarah kerajaan-kerajaan di
Indonesia secara detail, tentunya ia akan sangat lebih mudah menerima informasi
sejarah perkembangan masuknya Islam di Nusantara. Atau siswa mungkin akan lebih
mudah membuat analisa misalnya tentang? Bagaimana bisa Islam bisa mudah masuk
ke Nusantara? Sementara Islam sebenarnya sudah masuk ke Tanah Jawa di era
khilafah sebelum Ali bin Abu Tolib, yakni Islam sudah pernah masuk di zaman
kerajaan Kalingga. Atau misalnya, kita bisa menemukan makam perempuan muslim,
Fatimah binti maimun di Leran Gresik. Ya, apa yang membuat Islam baru
berkembang di zaman Wali Songo.
Nah, menggambar apapun itu sangat penting dalam menggapai tujuan. Lha
wong pencuri saja sebelum melakukan aksinya biasanya mereka membuat konstruksi
tentang calon korbannya……
3.
Daya ingatan yang
kuat untuk menghafal segala sesuatu yang pernah tergores dalam benaknya dan
yang dapat dipahami dari ilmunya.
Ada beberapa cara menguatkan kekuatan hafalan. Pertama, senantiasa
memperharui niat belajar kerena Allah Swt. Mungkin awal belajar dulu niatnya
bagus. Niat belajar karena Allah namun waktu berjalan. Problematika kehidupan
silih berganti bisa jadi niat belajar yang awalnya karena hanya mencari ridho
Allah, akhirnya menyimpang menjadi niat belajar karena ingin dihormati orang. Maka
perlunya seorang siswa senantiasa mencurigai dirinya sendiri, jangan-jangan
niatnya belajar menyimpang dan siswa harus kembali ke niat awal
Kedua, berdzikir. Berdzikir adalah mengingat Allah. Senantiasa membahayakan
diri untuk selalu berdzikir adalah bagus selain mendapat pahala, berdzikir juga
baik untuk menumbuh kembangkan fungsi otak. Otak yang selalu difungsikan juga
menjaga kekuatan hafalan otak. Sebaliknya, otak yang tidak pernah difungsikan
bisa berakibat pikun. Ini bisa terbukti dengan profesor yang semakin tua malah
semakin mateng. Ketiga, mengulangi pelajaran setelah belajar. Bagi siswa atau
santri yang habis diberikan materi oleh guru sebaiknya mengulangi kembali
setelah disampaikan ini penting untuk menambal hal-hal yang biasanya kurang
atau belum paham. Keempat, menulisnya kembali di buku.
4.
Antusias yang
mengabadikan semangat belajar dan tidak merasa bosan.
Kebosanan adalah watak dasar menusia. Maka seyogyanya sebagai seorang
pelajar adalah selalu mencari motivasi untuk selalu menjaga semangat belajar. Mencari
motivasi dalam belajar biasanya bisa saya dapatkan dengan mencari referensi
lain. Kalau misalnya kita sedang menekuni ilmu-ilmu hukum, kita bisa pergi ke
toko buku mencari buku-buku ilmu hukum lain sebagai penyegaran otak. Atau kita
bisa mengunjungi sarasehan yang membahas tentang ilmu hukum. Dan disarasehan
itu biasanya didatangkan ahli-ahli hukum lain. Nah, dengan saya melihat atau
mengikuti sarasehan seperti itu biasanya akan tumbuh motivasi baru.
Mencari motivasi juga bisa kita tumbuhkan dengan mengunjungi
tempat-tempat bersejarah. Tentu saja tempat bersejarah yang bisa menggugah otak
kita lebih baik. Sebab, pada dasarnya kejenuhan itu perlu kita hilangkan
sebentar. Ketika kita mencapai rasa bosan yang memuncak coba hilangkan saja
sebentar rutinitas anda, maksudnya rutinitas mempelajari ilmu-ilmu hukum itu
entah anda gunakan untuk pergi ke tempat kesukaan anda. Lalu pulang dan
mulailah berpikir tentang rutinitas itu.
5.
Membatasi diri pada
bahan yang tidak terlalu berat untuk dipelajari.
Belajar itu bertahap. Jika kita masih kelas 2 SD jangan sampai kita
mencoba memahami pelajaran kelas 4 SD. Sebab ilmunya belum nyampe`. Mempelajari
disiplin ilmu itu ada jenjang-jenjang yang meski diselesaikan. Contohnya yang
saya tidak paham tentang konstruksi ilmu kedokteran tentu saja harus mulai dari
awal kemudian fase demi fase bisa meningkatkat jenjang ke arah ilmu kesehatan
yang lebih tinggi.
Dulu, sewaktu di pesantren ada mitos tentang hal-hal itu. Seperti jangan
mempelajari kitab tertentu sebelum mempelajari kitab tertentu. Makanya,
pendidikan pesantren juga ada sistem klasikal. Yakni, klasifikasi-klasifikasi
kitab untuk jenjang tertentu. Pendidikan pesantren selain menekankan hafalan
juga menekankan pemahaman yang mendalam juga dibentuk kelompok-kelompok
diskusi.
Saya rasa membatas diri pada bahan yang tidak terlalu berat adalah
penting. Selain karena tidak paham juga akan bisa menimbulkan kesalahpahaman
jika dipelajari sendiri. Dulu, ajaran Syeikh Siti Jenar itu benar namun karena
murid-murinya yang belum bisa menerima ilmu itu sehingga murid Siti Jenar
menjadi salah paham.
Lho bagaimana bisa Siti Jenar mengatakan,”Aku adalah Tuhan”, itu
dibenarkan?
Karena aku yang sesungguhnya itu Allah. Coba berkatalah,”Aku”. Maka aku
yang akan kekal adalah “AkuNya Allah” sedangkan “Aku” yang kamu tujukan pada
dirimu sendiri adalah tidak kekal. Paling kalau kamu menunjuk “Aku” pada dirimu
sendiri hanya bertahan sebentar, paling 40 tahun, 50 tahun, 60 tahun, atau 70
tahun. Tapi “Aku” yang kekal adalah
AkuNya Allah.
6.
Memperoleh kesempatan
yang memungkinkan dicapai intensifikasi belajar dan kuantitas yang
sebanyak-banyaknya.
Kalau dalam kitab ta`lim muta`allim kita juga menemukan ini, yakni “Tulu
al-zamani”, yakni masa yang panjang. Bahwa belajar itu salah satunya
membutuhkan waktu yang sangat panjang. Waktu yang sangat panjang itu tentunya
juga harus dimanfaatkan seefektif mungkin. Percuma saja kalau belajar
bertahun-tahun tapi pikirannya tidak fokus pada cara-cara penguasaan ilmu.
Makanya jangan heran kalau lama di lembaga pendidikan namun setelah keluar ngah
ngoh, blo`on, bahlul.
Dalam waktu yang panjang itu, ada jenjang-jenjang yang meski dipatuhi
oleh seorang siswa. Dalam waktu yang panjang itu, siswa meski mempunyai
intensifikasi waktu. Dalam waktu yang panjang itu, seorang siswa meski bisa
manajemen waktu. (Baca : manajemen waktu).
Dalam waktu yang panjang itu, seorang siwa meski mempunyai goal-goal dalam
menguasai disiplin ilmu.
Dalam pendidikan formal, pemerintah memberikan masa: wajib belajar
sembilan tahun. Namun faktanya, waktu 9 tahun itu dianggap rendah dalam
penyerapan tenaga kerja. Di pesantren waktu yang dianggap panjang itu biasanya
antara 10 hingga 15 tahun. Dalam Islam, menuntut ilmu itu dari buaian hingga
liang lahat. Sebab, ilmu Allah itu layaknya lautan yang bila digunakan untuk
tinta, jika air lautnya habis maka ilmu Allah belum habis bahkan jika
didatangkan air laut lagi.
7.
Terhindar dari
rintangan-rintangan yang membuat kendornya belajar, baik berupa keresahan
maupun penyakit.
Di dunia ini apa sih yang nggak menimbulkan rasa bosan. Kalau anda
menyukai kejahatan coba teruskan, toh kebosanan juga akan menghampiri anda.
Atau, penjara yang akan membuat anda jenuh. Semua aktivitas dunia ini
menimbulkan rasa jenuh dan hanya konsistensi yang bisa membuat anda berdiri
kokoh. Konsistensi dibentuk oleh niat anda.
Begitu juga halnya dalam belajar. Banyak sekali rintangan-rintangan
dalam belajar. Maka hanya niat anda yang kokoh yang membuat anda dan saya bisa
tetap berdiri kokoh. Ketika kita sudah menemukan cinta dalam belajar, disitulah
kita akan lebih mudah dalam belajar. Bagaimana menemukan cinta terhadap ilmu?
Caranya adalah dengan tekun mempelajari ilmu maka lama semakin lama akan
menemukan kenikmatan. Seperti orang yang betah berjam-jam bermain catur ia
tampak apatis terhadap riuh rendah lingkungan.
Dulu, ketika saya kursus bahasa inggris, guru saya Mr. Arif selalu
memarahi murid-muridnya yang sering tidak masuk kelas dengan alasan sakit.
Beliau berpendapat bahwa murid sakit-sakitan adalah pertanda ia tidak semangat
dan serius dalam belajar. Mr. Arif berpendapat seperti itu bukan tanpa alasan.
Sebab beliau sendiri sering menemukan murid-muridnya yang awalnya sakit-sakitan
namun karena antusias dalam belajar sehingga ia lupa akan sakitnya dan akhirnya
sembuh.
8.
Panjang umur dengan
tempo belajar yang luas, sedemikian rupa agar dapat belajar sebanyak-banyaknya
untuk mencapai tingkat yang sesempurna mungkin.
9.
Beruntung dapat memperoleh
guru alim yang murah hati dengan ilmunya, lagi pula telaten dalam memberikan
pelajaran.
Peran guru dalam mendidik muridnya itu penting. Maka dalam pendidikan
modern pendidikan untuk para guru itu diperhatikan. Yang kemudian muncul
istilah kompetensi guru itu. Terlebih adalah guru-guru dalam pendidikan dasar
ia lebih penting perannya. Bagaimana guru mengelola dan membimbing karakter
anak-anak didiknya secara halus. Berbeda dengan pendidikan dijenjang yang
tinggi, guru lebih pada hanya memberikan informasi.
Namun, orang-orang pada zaman dulu, yakni pemikir-pemikir muslim masa
lalu, memilih guru itu adalah prioritas. Bahkan mereka melakukan survey
terlebih dulu sebelum memutuskan menjadi muridnya. Mereka tidak sembarangan
dalam mencari guru. Sekarang? Mencari ilmu hanya mengejar sesuatu yang ……………….
20.30/10/07/2015. Marzuki Attarka. Kali Garung Campurasri Karangjati Ngawi.