Esai - 04
4 Desember 2017
4 Desember 2017
Oleh : Marzuki Ibn Tarmudzi
Ngopi
dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi
Pakde Waringin tampak sekali
sumringah. Sebab calon lurah yang digadang-gadangnya sejak itu akhirnya
terpilih. Ia begitu keukeuh dengan kandidatnya. Maka, ia ngotot ketika ada yang
ngebom atau memberinya sejumlah uang untuk memilih calon yang lain. Tegas ia
katakan,
“Uang begituan nggak barokah!”
Begitulah memang Pakde Waringin
ketika punya prinsip. Kokoh. Sama hal, ketika Ustadz Ziyad mengajaknya diskusi
tentang ide penegakan khilafah di negara Indonesia. Pakde Waringin lantang
mengatakan,
“Kau pikir Indonesia ini bukan negara
khilafah?”
Ustadz Ziyad pun bingung. Sebab, ia
berpikir negara khilafah itu negara yang berdasar syariat Islam. Sebuah negara
yang total memanifestasikan Al-Qur’an dan Hadits dalam sistem negara. Tentu,
jika itu yang difahaminya ia tidak bisa membenarkan pendapat Pakde Waringin
itu. Maka, Ustadz Ziyad pun dengan hati-hati menjawab,
“Belum, Indonesia belum fis silmi
kaffah”
“Lalu, apakah kekhalifahan ottoman
itu adalah ejawantah dari ayat Al-Baqoroh 208 itu, Hai orang-orang yang
beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut
langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.”, Pakde
Waringin menimpali.
Pakde Waringin memahami ayat itu
bukan dibelokkan dalam pembentukan sistem negara. Ia memahami ayat itu sesuai
dengan asbabun nuzul ayat, dimana khitobnya adalah Abdullah ibnu Salam, dimana
ia, Asad ibnu Ubaid, dan Sa’labah yang konon pernah meminta izin kepada
Rasulullah Saw, untuk melakukan kebaktian pada hari sabtu dan membaca kitab
Taurat di malam hari. Jadi, Kecenderungan pemahaman ayat itu lebih pada
ketaatan pribadi pada agama bukan pada pembentukan sistem negara. Meskipun mungkin,
orang semacam Ustadz Ziyad berpendapat bahwa pembentukan khilafah itu bertujuan
lii’lai kalimatillah, menegakkan Kalimah Allah.
“Kamu jangan memonopoli pemahaman kata
khilafah, Ustadz”, Pakde Waringin
menambahi.
Pakde Waringin sama sekali tidak
menolak ide khilafah. Lha wong manusia diciptakan di bumi memang sebagai
kholifah. Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka bumi." (QS. Al-Baqoroh
[2]: 30). Kholfun, artinya belakang. Kholifatullah artinya membuntuti
Allah Swt, membuntuti secara nilai supaya manusia kembali kepada Allah.
Membuntuti Allah, pastinya mengikuti Nabi Muhammad Saw, sebab Nabi yang diberi
kabar oleh Allah Swt.
Dan Indonesia tidak ada masalah
dengan khilafah sebab Pancasila itu produk Islam. Bung Karno mencamtumkan,”Ketuhanan
Yang Maha esa”, pastinya itu adalah mengambil dari Al-Qur’an,”Qul Huwa
Allahu Ahad”,”Katakanlah Tuhan itu Esa.
يأيها الذين أمنوا ادخلوا فى السلم كافة ولاتتبعوا خطوات الشيطن اٍنه لكم
عدو مبين
Hai
orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan
janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh
yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqoroh [2]: 208)
واٍذ قال ربك للملىٍكة اٍنى جاعل فى الأرض خليفة قالوا أتجعل فيها من
يفسد فيها ويسفك الدمآء ونحن نسبح بحمدك ونقدس لك قال اٍنى أعلم ما لا تعلمون
Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada Para Malaikat: "Sesungguhnya aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa
Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah, Padahal Kami Senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya
aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al-Baqoroh [2]: 30).
(Ya Allah, hambamu berusaha
menyampaikan ayat-ayat Mu. Saksikanlah!)
Judul terkait :
# Islam Dan Khilafah, # Pandangan
muslim tentang khilafah, # Khilafah Indonesia
BACA
JUGA YANG LAIN:
Kunci Hidup Bahagia