Esai : 14
Cerita Islami, Esai Dakwah, Kamis, 28
Desember 2017
Author : Marzuki Ibn Tarmudzi
أرح نفسك من التدبير، فما قام به غيرك عنك لاتقم به لنفسك
“Istirahatkanlah
dirimu dari tadbiir (melakukan pengaturan-pengaturan)! Maka apa-apa yang
selainmu (Allah) telah melakukan untukmu, janganlah engkau (turut) mengurusinya
untuk dirimu” (Al-Hikam[1]
Pasal 4)
Ngopi dan Ngaji : Mendaki Jalan Suluk
Siang itu warung Bude Warsini tidak
biasanya ada orang cangkruk dengan pakaian necis. Melihat dari model pakaian
dipastikan mereka bukan orang kampung Kaligarung. Mereka berjaket hitam, celana
levi’s bersepatu ala militer laiknya agen mossad yang bikin merinding orang
yang melihatnya. Jumlah mereka hanya tiga orang. Bude Warsini yang biasanya
duduk di kursi depan warung itupun tak tampak. Sesaat kemudian Pakde Waringin
dan Kang Riyadi mampir ke Warung sehabis
pulang dari sawah. Dan, baru kelihatan bude Warsini keluar dari balik etalase
warungnya.
“Orang Indonesia itu sulit diajak
maju seperti Korea Selatan, Cina, atau Amerika”
Terdengar sekali orasi semangat itu
terucap dari dari salah satu diantara mereka yang kelihatan lebih senior. Sementara
kedua temannya hanya melihatnya sembari menikmati makanan ringan di warung itu. Kedua teman itu sama sekali tidak ada upaya
untuk membantahnya.
“Negara-negara yang besar nan digdaya
itu, bukan datang secara tiba-tiba laiknya merpati yang keluar dari topi pesulap.
Mereka the founding father telah membikin peta masa depan secara detil,
bagaimana mereka merancang supaya terciptanya negara yang super power?”
Pakde Waringin dan Paklik Sumantri
sekali-kali melirik mereka bertiga. Ingin sekali menanyai mereka dari mana dan
mau kemana, tapi tampaknya mereka sedang intens sekali cakap-cakapnya.
Namun, tampak di seragam di balik jaket mereka bertuliskan : Badan Riset dan
Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan. Entahlah, apa tujuan mereka ke
kampung Kaligarung, untuk survey atau sekedar cuci mata.
“Bahkan ada doktrin tasawuf yang mengatakan, manusia itu tidak
perlu membikin rancangan masa depan secara matang, toh Tuhan sudah punya
rancangan sendiri. Membikin planning yang detil itu kata mereka bisa
membikin menggerutu kepada Tuhan, sebab faktanya sangat sedikit rancangan
manusia yang sesuai dengan fakta. Bagi orang-orang yang punya doktrin seperti
itu, fenomena itu dijadikan legitimasi, pembenaran”
“Berarti seperti phobia terhadap
kenyataan ya”, komentar temannya
“Bukan phobia, tapi memang alergi
terhadap planning, dikuawatirkan mendahului kehendak Tuhan”
“Saya juga heran dengan orang-orang
yang sok suci itu, padahal kalau dipertemukan antara sholat dan kelakuannya itu
sangat paradoks”, komentar teman satunya.
“Hahahaw...”
Mendengar ucapan orang-orang itu Kang
Riyadi tiba-tiba mendekati mereka dan menyalami mereka. Orang-orang yang tampak
necis itupun menyambutnya dengan hangat. Melihat sikap Kang Riyadi, Pakde
Waringin malah menghempaskan badannya di angkruk[[2]]
depan warung itu, sama sekali tidak respon dengan ucapan mereka. Bagi Pakde
Waringin, menghadapi ucapan orang-orang seperti itu hanya berucap : Allahummahdi
qoumi fainnahum laa ya’lamun.[[3]]
“Punten[4]
bapak-bapak, tujuannya pada kemana ini tadi bapak-bapak”, tanya Kang Riyadi
sembari duduk kursi di lingkaran meja obrolan mereka.
Baca Artikel Lain:
“Ini tadi mau lihat-lihat kondisi peternakan
ikan di kampung sini Pak”, jawab salah satu dari mereka dengan seringai sinis.
“Bapak-bapak itu kalau bicara di
warung itu harus bisa membedakan hal-hal yang bisa di bicarakan di publik dan
privasi. Yang disebut orang cerdas itu bukan yang retorikanya mempesona, tapi
etikanya yang mempesona”
Mendengar ucapan dari Kang Riyadi,
mereka tampak kaget dan malu. Meski pedas namun Kang Riyadi masih memposisikan
mereka sebagai tamu yang layak dihormati. Maka, Kang Riyadi tetap membikin
mereka senyaman mungkin duduk di warung itu. Lalu Kang Riyadi mengajak mereka
mampir ke rumahnya, dan mengajak meneruskan tema obrolan mereka. Sebagai orang
yang berpendidikan mereka juga tampak menghormati bila lawannya orang yang
santun.
“Maaf lo ya, Pak. Tapi kan memang
begitu to kondisi bangsa ini. Yang satu kelompok mau berpikir maju tapi
kelompok yang satunya sulit meski hanya diajak berpikir maju”, ucap salah satu
dari mereka yang kelihatan necis itu
“Maju itu apa to, Pak?”, tanya Kang
Riyadi
“Maju itu ya seperti Korea Utara itu
lo, Pak. Negara yang pembangunannya maju, di lihat dari segi pendapatan
perkapita tinggi, sekitar 50 juta jiwa dengan PDB US$ 1,2 triliun, sehingga
mencatat pendapatan perkapita mencapai US$ 24 ribu di tahun 2012. Dan tingkat
pengangguran di angka 3,8%. Pendidikan di sana maju, jam pengajarannya sangat
panjang. Dari pagi sampai jam 9 malam, sehingga angka kenakalan remaja sangat
minim karena mereka langsung tidur seusai belajar. Teknologinya maju, robotika
telah telah menjadi penelitian dan pengembangan yang utama. Dari segi ekonomi,
korea selatan memiliki ekonomi pasar dan menempati urutan kelima besar
berdasarkan PDB. Ekspor-ekspornya memukau impornya nomor sebelas. Transportasinya
memukau. Maksud saya maju itu seperti itu. Paradoks sekali dengan negeri ini,
ngeri-ngeri sedap”
“Waduh, saya sebagai orang Islam
skala prioritasnya berbeda dalam memaknai kemajuan”
“Beda gimana, Pak?”
“Ya dalam Islam, keselamatan akhirat
itu lebih utama daripada kemajuan duniawi seperti yang kamu gambarkan di Korsel
itu. Kalau kamu berpikir Indonesia tidak bisa seperti Korea, memang Indonesia
tujuannya bukan seperti Korea. Dalam Islam duniawi itu hanya jangan lupa gitu
aja”[5]
“Berarti Islam itu yang membikin
negara Indonesia ini mundur ya, ini maaf Pak, sekali lagi maaf”
“Mundur dan maju itu hanya persepsi
Pak. Kau tengoklah itu kereta Api, sulit kan memutuskan itu maju atau mundur.
Dalam Islam, suatu negeri yang digambarkan dalam Al-Qur’an adalah baldatun
toyyibatun wa robbun gofuur.[6] Yakni
suatu negeri yang gemah ripah loh ginawi, toto tentrem karto raharjo dan Allah
sangat ridho terhadap penduduk negeri itu. Kalau seperti Korea itu mungkin baru
sampai pada level gemah ripah loh ginawi, toto tentrem karto raharjo. Belum
sampai pada Wa Robbun Gofuur.
“Caranya?”
“Mengajak penduduk ini beriman dan
bertaqwa dengan sungguh-sungguh, Allah pasti melimpahkan berkah dari langit dan
bumi.[7]
Manusia hanya perlu fokus terhadap keimanan dan ketaqwaan saja, tidak perlu
mengurusi berkah turun, yang justru malah membikin beban manusia[8]”
“Lantas, bagaimana pendapat bapak
tentang sinisme orang modern tentang
ajaran tasawuf itu statis?”
“Yang statis apanya?”
Baca Artikel lain:
“Ya itu, katanya tidak boleh
menganalisa suatu persoalan, sehingga bisa dipastikan dampak-dampaknya,
akibat-akibatnya kedepan[9].
Kalau itu tidak boleh, ini bahaya dong terhadap
kinerja BNPB[10]
misalnya, mereka tidak mau mitigasi[11]”
“Ow, itu tadbiir! Yang dilarang dalam
Islam itu memastikannya, bukan planning. Perencanaan itu harus sebagai
wujud dari ikhtiar, usaha manusia. Sedangkan memastikan suatu perkara itu tugas
Allah Ta’ala”
“Thus, yang tak boleh itu memastikan
ya?”
“Justru, ketika kamu memastikan
sesuatu, maka kamu akan sulit menerima data baru. Sebab kamu sudah yakin dengan
data lamamu itu”
Mereka bertiga duduk berjejer sembari
menikmati kopi. Mereka senang dengan ajakan tukar pikiran itu.
Kang Riyadi melanjutkan : “Dan boleh
kamu merencanakan dan memastikan tapi bertujuan untuk mendekatkan diri kepada
Allah. contohnya, kamu tidur jam sepuluh malam supaya nanti subuh bisa bangun,
sebab kamu tahu kalau begadang tidak bisa bangun subuh”
“Oiyya Pak, saya sebenarnya juga
orang Islam, tapi mengapa ya, dalam menjalankan agama kok seperti tidak bisa
mendapatkan manisnya iman. Apa ya kiat-kiat supaya dapat merasakan
manisnya iman?”
“Nabi Saw. bersabda : Tiga sifat yang
jika ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman: (1) Allah dan
Rosul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang,
tidaklah mencintainya melainkan karena Allah, (3) ia membenci untuk kembali
kepada kekafiran- setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia benci
apabila dilempar
kedalam api.”[12]
(Ya Allah jadikanlah hambamu sebagai hamba
yang sholeh, dan segeralah kirim kepada hamba ini istri yang sholehah pula,
yang bisa menjadi teman hamba dalam mengabdi kepada MU)
Incoming search:
# Kajian
Al-Hikam Pasal 4 # Suluk # Menjadi muslim yang soleh # manisnya Iman # Kampung
Kaligarung Karangjati Ngawi Jawa Timur
[1] Ibnu
Atoillah Asy-Syakandary, Al-Hikam, Surabaya, Al-Hidayah.
[2] Angkruk
adalah kursi panjang yang terbuat dari
bambu.
[3] Ya Allah
tunjukkanlah kaumku karena mereka tidak tahu
[4] Punten :
Permisi
[5] QS. Al-Qosos
[28]: 77
وَابْتَغِ فِيمَآ ءَاتَىٰكَ اللَّـهُ الدَّارَ الْءَاخِرَةَ ۖ وَلَا تَنسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِن كَمَآ أَحْسَنَ اللَّـهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّـهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
﴿القصص:٧٧
Dan carilah pada apa
yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
[6] QS.
Saba` [34]: 15
لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِى مَسْكَنِهِمْ ءَايَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَن يَمِينٍ
وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا۟ مِن رِّزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا۟ لَهُۥ ۚ بَلْدَةٌ
طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ ﴿سبإ:١٥
Sesungguhnya bagi kaum
Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka Yaitu dua buah
kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan):
"Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah
kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan
yang Maha Pengampun".
[7] QS.
A’rof [7]: 96
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَاتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا
عَلَيْهِم بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالْأَرْضِ وَلٰكِن كَذَّبُوا۟
فَأَخَذْنٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ ﴿الأعراف:٩٦
Jikalau Sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, Maka Kami
siksa mereka disebabkan perbuatannya.
[8] Al-Hikam
pasal 4
أرح نفسك من التدبير، فما قام به غيرك عنك لاتقم به لنفسك
“Istirahatkanlah dirimu dari tadbiir (melakukan
pengaturan-pengaturan)! Maka apa-apa yang selainmu (Allah) telah melakukan
untukmu, janganlah engkau (turut) mengurusinya untuk dirimu”
[9]
Diadaptasi dari definisi tadbiir oleh Syeikh Zaruq, yakni menganalisa persoalan dan memastikan
akibat-akibatnya.
[10] Badan
Nasional Penanggulangan Bencana.
[11] Upaya
meminimalisir dampak bencana.
[12] Dari
Anas bin Malik, Nabi Saw. bersabda:
ثلاث من كن فيه وجد
بهن حلاوة الايمان : أن يكون الله ورسوله احب اليه مما سواهما، وأن يحب المرأ لا
يحبه الا لله، وأن يكره أن يعود في الكفر بعد أن أنقذه الله منه، كما يكره أن يقذف
في النار
Tiga sifat yang jika
ada pada diri seseorang, ia akan meraih manisnya iman: (1) Allah dan Rosul-Nya
lebih ia cintai dari selain keduanya, (2) ia mencintai seseorang, tidaklah
mencintainya melainkan karena Allah, (3) ia membenci untuk kembali kepada
kekafiran- setelah Allah menyelamatkannya darinya sebagaimana ia benci apabila dilempar
kedalam api.