By: Marzuki
Ibn Tarmudzi
WACANAMARZUKI. Islam
merupakan agama yang memerintahkan pemeluknya untuk senantiasa beramal. Ada
banyak macam amal dalam Islam, diantaranya adalah berpuasa. Puasa ini merupakan
bentuk ibadah seorang hamba langsung dengan Allah. Maka ibadah puasa tiada yang
tahu kecuali hamba itu sendiri dan Sang Kholiq. Dalam
ibadah sholat kita bisa saja melihat seseorang melakukan sholat namun puasa,
siapa yang tahu kalau orang yang
ngakunya berpuasa itu ketika berwudhu sembari meneguk air?
Islam
mengajarkan berpuasa supaya pemeluknya mampu melakukan ketaqwaan. Dan dalam
Islam puasa itu banyak sekali macamnya, diantaranya; yang sunah ada puasa
dawud, puasa senin kemis, puasa arofah, puasa syawal dan puasa wajib, yakni
ramadan.
Melakukan
amal puasa adalah bentuk ibadah mahdoh yang tentu harus sesuai dengan ketentuan
dalam hukum Islam. Yang tentu tujuannya harus lillahi Ta’ala. Bukan berpuasa
karena ingin sehat meski ada riwayat mengatakan,“صوموا تصحوا”,”berpuasalah maka
kamu akan sehat”. Dan diperkuat dengan
hasil penelitian bahwa seseorang
yang berpuasa bisa membikin tubuh lebih sehat karena orang yang melakukan amal puasa ia lebih teratur pola makannya. Sama hal, meski banyak penelitian yang mengatakan bahwa sholat bisa
membikin tubuh lebih sehat, namun sebagai hamba Allah kita tetap harus
melakukan ibadah tersebut karena Allah. Jika niat ibadah karena Allah maka
hikmah yang lain pasti ikut. Namun bila amal kita karena selain Allah maka ia
tidak mendapatkan pahala dari Allah melainkan apa yang diniatkan itu.
Ada
kualifikasi dalam berpuasa yakni puasanya orang umum, khusus dan khowasil
khowas. Pertama puasanya orang umum, ini biasanya dilakukan oleh orang-orang
pemula. Orang-orang ini biasanya hanya terfokus pada menahan dari makan minum,
menahan nafsu birahi. Kedua, puasanya orang khusus, ini dilakukan oleh mereka
yang sudah mengendalikan hawa nafsu dan hatinya pun juga berpuasa. Ketiga
khowasil khowas adalah puasanya para kekasih-kekasih Allah. Lantas,
bagaimanakah supaya kita bisa naik levelnya? Caranya adalah senantiasa kita
berdzikir kepada Allah dan juga kita harus faham bahwa esensi puasa memang
bukan hanya menahan haus, lapar, nafsu birahi namun juga hati kita harus tunduk
kepada Allah. Jangan berhenti selalu perang melawan hawa nafsu. Maka, disitulah supaya kita menjadi hamba
yang benar-benar bertaqwa sesuai dengan firman Allah di Suroh Al-Baqoroh ayat
186;
$ygr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6øn=tæ ãP$uÅ_Á9$# $yJx. |=ÏGä. n?tã úïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)Gs? ÇÊÑÌÈ
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,
Memang tidak
mudah untuk menjadi muttaqin. Kalau begitu, apakah orang yang berpuasa bisa
dikatakan belum tentu mencapai sebagai orang yang bertaqwa? Selama orang itu
berpuasa karena menjalankan perintah Allah tentu bisa dikatakan muttaqin meski
kita harus faham bahwa level ketaqwaan setiap orang bisa berbeda ada yang 24
karat namun ada juga yang sekarat.
Dalam
menjalankan puasa banyak sekali hikmah yang bisa didapat seorang hamba. Puasa
merupakan melatih kesabaran sebab seseorang yang biasanya makan jam 12 siang ia
harus sabar menunggu hingga adzan maghrib. Hikmah lainnya puasa juga
mengajarkan kepada kita untuk menunda kesenangan. Bagaimana ia harus menunggu
bedug maghrib ketika menginginkan istrinya. Puasa juga melatih kita untuk
berempati terhadap orang-orang miskin sebab puasa mengajarkan kita menahan
lapar dan juga haus. Puasa juga mengajarkan kepada orang-orang yang sedang
puasa, bahwa bahagia tidak harus selalu kenyang. Namun bagi orang yang berpuasa
bisa merasakan kebahagiaan yang hakiki bersama Allah. Itulah yang dinamakan state
of mind , bahwa sebenarnya bahagia dan sedih itu terletak pada pola pikir
manusia menyikapi kehidupan. Begitu banyak orang tua yang rela hidup sengsara
bekerja, kemudian hasilnya ditabung sedikit demi sedikit berharap anaknya bisa
sekolah di PTN namun orang tua tersebut sama sekali tidak merasakan penderitaan
namun malah bergairah hidup sebab dihatinya ada cinta dan di otaknya muncul
ide-ide karena ada semangat. Maka, materi memang bukan sumber kebahagiaan meski
tiap orang membutuhkan materi sebab tiap orang butuh makan. Hidup di zaman
modern yang penuh kompetisi seorang manusia haruslah punya pola pikir yang
positif. Manusia harus sadar bahwa kita adalah makhluk yang terbatas, jika
hanya mengandalkan logika dalam mengarungi kehidupan ini tentu saja bisa
berakibat tidak baik. Banyak hal dilingkungan kita yang secara logika cocok
namun faktanya sebaliknya. Banyak sarjana kelantungan tidak punya penghasilan
namun di lain sisi kita banyak melihat orang yang hanya tamatan SLTP bisa sukses.
Begitu banyak anak orang kaya yang mestinya dengan modal besar bisa menjadi
pengusaha kaya, faktanya banyak juga anak orang miskin karena uletnya bisa
menjadi pengusaha ternama. Tentu banyak hal-hal di luar sana yang membikin kita
berpikir mengenai fenomena-fenomena itu. Dan begitulah seharusnya, manusia
diberi otak oleh Allah, adalah supaya bisa merenungkan kejadian-kejadian supaya
bisa lebih dekat dengan penciptanya.
“la’llakum tattaquun”,”supaya
kalian menjadi orang yang bertaqwa”. Begitulah berfirman Allah, untuk orang
beriman yang diwajibkan berpuasa. Puasa memang perintah dari Allah supaya
manusia bisa bertaqwa kepada Allah. Sekali lagi, dalam puasa manusia didik
untuk tabah sebab manusia yang harus menjalankan aktivitasnya, yang guru harus mengajar,
yang petani harus mencari nafkah di sawah, yang sopir harus berkendara, yang
kuli bangunan harus bekerja keras mengaduk semen, yang pedagang harus melayani
pelanggannya dan profesi-profesi lainnya. Mereka oleh Allah diwajibkan untuk
menahan lapar, dahaga, menahan hawa nafsu indrawi, maka mereka dituntut untuk
tabah. Tabah dalam bahasa Al-Qur’an
adalah sabar. Di situlah, Allah menguji hambanya maka bekerja tidak bisa dibuat
alasan hamba untuk tidak berpuasa. Lantas, apakah bisa manfaat ketabahan adalah supaya manusia bisa memandang kedepan, sesuai dengan
firman Allah di QS. Al-Hasyr [59]: 18 itu,
$pkr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# ©!$# öÝàZtFø9ur Ó§øÿtR $¨B ôMtB£s% 7tóÏ9 ( (#qà)¨?$#ur ©!$# 4 ¨bÎ) ©!$# 7Î7yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÑÈ
Hai orang-orang yang
beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa
yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Sebelumnya
perlu saya hadirkan tafsir Ibnu Katsir terlebih dahulu;
(يا أيها الذين امنوا اتقوا الله)
Orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah.
(Al-Hasyr: 18)
Perintah untuk bertaqwa kepada Allah Swt, yang pengertiannya mencakup
mengerjakan apa yang diperintahkan oleh-Nya dan meninggalkan apa yang dilarang
oleh-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Firman Allah;
(ولتنظر نفس ما قدت لغد)
Dan hendaklah setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), (Al-Hasyr: 18)
Yakni hitung-hitunglah diri kalian sebelum kalian dimintai
pertanggungjawaban, dan perhatikanlah apa yang kamu tabungbuat diri kalian
berupa amal-amal salehuntuk bekal hari kalian dikembalikan, yaitu hari
dihadapkan kalian kepada Tuhan kalian. (Tafsir Ibnu Katsir)
(واتقوا الله)
dan bertawalah kepada Allah.
(Al-Hasyr: 18)
mengukuhkan
kalimat perintah taqwa yang sebelumnya. (Tafsir Ibnu Katsir)
(إن الله خبير بما تعملون)
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Al-Hasyr: 18)
Artinya, ketahuilah oleh kalian bahwa Allah mengetahui semua amal
perbuatan dan keadaan kalian, tiada sesuatu pun dari kalian yang tersembunyi
bagi-Nya dan tiada sesuatu pun –baik yang besar maupun yang kecil- dari urusan
mereka yang luput dari pengetahuan-Nya. (Tafsir Ibnu Katsir)
Allah memerintahkan hambanya supaya bersabar sebab dengan kesabaran itu
pula seorang hamba bisa beramal dengan maksimal untuk hari esoknya. Baik esok
kehidupan di dunia juga esok di kehidupan akhirat nanti. Layaknya anak sekolah
yang sabar belajar maka ia akan menemukan kemudahan di ujian sekolah namun juga
masa depan setelah sekolah. Kesabaran merupakan kunci keberhasilan seseorang
dalam menggapai apa yang ingin diraihnya. Jika orang yang berpuasa tidak sabar
menahan dahaganya maka ia akan gagal puasanya. Sama hal seorang petani yang
tidak sabar menghadapi hama yang menyerang tanamannya maka ia akan gagal panen.
Seorang artis yang tidak sabar menghadapi celaan dari hater nya ia juga bisa
gagal menjadi public figur yang baik. Seorang pejabat yang tidak sabar terhadap
keluhan rakyatnya ia bisa diturunkan oleh rakyatnya. Seorang insinyur bangunan
yang tidak sabar menghadapi permasalahan yang dihadapinya tentu ia juga akan
gagal terhadap proyek garapannya. Al-hasil, seorang manusia yang diciptakan
Allah untuk mengabdi kepadanya kemudian tidak bisa sabar menerima aturan
dari-Nya, pasti ia mendapatkan apa yang telah dijanjikan-Nya. Allah Swt,
berfirman di QS. Ali Imron [3]: 200,
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä (#rçÉ9ô¹$# (#rãÎ/$|¹ur (#qäÜÎ/#uur (#qà)¨?$#ur ©!$# öNä3ª=yès9 cqßsÎ=øÿè? ÇËÉÉÈ
Hai
orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan
tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah,
supaya kamu beruntung.
Al-hasan Al-Basri mengatakan bahwa mereka diperintahkan untuk bersabar dalam menjalankan agama mereka yang diridhoi
oleh Allah, yaitu agama Islam. Janganlah mereka meninggalkannya baik dalam
keadaan suka maupun duka dan dalam keadaan miskin maupun kaya, hingga mereka
mati dalam keadaan memeluk agama Islam. Hendaklah mereka bersabar serta teguh menghadapi musuh-musuh yang menyembunyikan
agama mereka. (Tafsir Ibnu Katsir)
Ayat ini memerintahkan kepada umat Islam untuk tabah dalam menjalankan
perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya. Di atas sudah dijelaskan
bahwa kesabaran bisa memudahkan meraih cita-cita dunia dan akhirat. Namun muslim
meski tahu bahwa sukses dunia adalah sebagai jalan sambung kepada Allah, sebab
ibarat backpacker dunia hanyalah persinggahan sementara
sedangkan akhirat adalah tempat tujuan. Lantas, bagaimanakah jika seorang hamba
hanya fokus pada kesuksesan nanti kehidupan di akhirat sedangkan ia mengabaikan
kehidupan dunia? Allah berfirman dalam Al-Qur’an suroh Al-Qoshosh [28]: 77,
Æ÷tGö/$#ur !$yJÏù 9t?#uä ª!$# u#¤$!$# notÅzFy$# ( wur [Ys? y7t7ÅÁtR ÆÏB $u÷R9$# ( `Å¡ômr&ur !$yJ2 z`|¡ômr& ª!$# øs9Î) ( wur Æ÷ö7s? y$|¡xÿø9$# Îû ÇÚöF{$# ( ¨bÎ) ©!$# w =Ïtä tûïÏÅ¡øÿßJø9$# ÇÐÐÈ
Dan carilah
pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat,
dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat
baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Ayat di atas
adalah esensi kesuksesan manusia sebagai hamba Allah. Ia harus mampu
mengarahkan pribadinya untuk taat kepada Allah, membangun sesama manusia
lainnya, namun juga mengarahkan pribadinya untuk membangun kehidupan di dunia
ini, salah satunya dengan mengembangkan ilmu dan potensinya. Misal seorang
sarjana pertanian ia senantiasa melakukan percobaan membuat bibit unggul supaya
pertanian bisa maju. Misal ia seorang penulis maka ia selalu berpikir tentang
ide-ide sesuai kapasitas ilmunya lantas ia menulis dan menyebarkan
tulisan-tulisannya supaya banyak orang bisa menikmati tulisannya, entah ia
sebar di blog, medsos atau media lainnya. Tentu saja seperti saya sendiri ini
juga berangkat dari pikir yang seperti itu. Bagi saya, zaman yang serba
internet ini adalah kesempatan bagi orang-orang yang suka menulis untuk
menyebarkan pemikiran-pemikiran kebaikan.
Kembali
kepada esensi puasa sebagai wujud dedikasi hamba pada sang kholiq, agar hamba
menjadi muttaqin. Dalam menjalankan ibadah puasa seorang hamba lebih tersugesti
untuk instropeksi diri akibat ada upaya menahan dari pemenuhan diri dari
kehidupan sehari-hari. Instropeksi diri atau “ihtisab” merupakan
suatu keharusan bagi muslim untuk meningkatkan ketaqwaannya. Sama hal, ketika
seorang pelajar ingin meningkatkan kadar keilmuannya maka ia harus selalu ihtisab
dengan cara menggali kembali apa yang sudah dipelajarinya dan menggali hal-hal
yang belum dipelajarinya. Bagi seorang pengusaha, ihtisab harus
dilakukan agar usahanya bisa tetap terkontrol. Bagi seorang penulis, ihtisabnya
adalah membaca dan menganalisa tulisan-tulisan senior supaya bisa berkembang
kualitas tulisannya. Bagi seorang petani, ihtisabnya adalah
memantau perkembangan tanamannya supaya tetap terkondisikan bila ada serangan
hama. Biasa juga disebut dengan mawas diri, adalah suatu keharusan bagi
orang-orang yang ingin meningkatkan kualitas hidup. Maka, hamba tersebut bisa
mendapat seperti yang disebutkan hadits yang terkenal itu;
من صام رمضان إيمانا واحتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
“barang siapa
yang puasa ramadhan dengan iman dan ihtisab maka orang itu diampuni dosanya
yang telah lalu”
Dalam
khazanah tasawuf kita mengenal tentang istilah uzlah, yakni upaya seorang hamba
menikmati kesendiriannya supaya bisa bermesraan dengan Allah Swt. Maka tak heran
kita mendengar orang-orang yang menyendiri hidupnya di dalam gua, dalam hutan,
lereng-lereng gunung atau karena kayanya menikmati kesendiriaan di apartemen
megah di perumahan mewah, atau di tempat-tempat lain yang jauh dari hiruk pikuk
manusia supaya bisa lebih bermesraan dengan Robb nya. Lalu, apakah uzlah itu
harus dipraktekkan di tempat-tempat seperti itu? Tentu saja tidak. Puasa adalah
juga wujud uzlah, karena dalam puasa hamba yang senantiasa melakukan ihtisab
merupakan kemesraan seorang hamba dengan Allah Swt, dan uzlah itu sendiri pada
intinya adalah upaya penyendirian dengan Sang Kholiq.
Puasa adalah
ibadah yang istimewa bahkan ada hadits menyebutkan bahwa puasa yang memberi
pahala itu langsung Allah Swt sendiri, sebab puasa memang benar-benar hanya
orang itu dan Allah Swt yang tahu. Puasa merupakan bentuk olah rohani yang
baik, maka tak heran banyak orang-orang yang berpuasa bertujuan ingin
mendapatkan ilmu gaib. Lantas, mengapa puasa bisa berpengaruh terhadap
psikologis dan spiritual seseorang? sekali lagi, karena seseorang yang berpuasa
menghindari pemenuhan kebutuhan sehari-hari maka ia menjadi peka, nah kepekaan
ini menjadikan seseorang menjadi mudah menerima sugesti-sugesti dari luar, baik
yang putih maupun yang hitam. Jika niat puasanya melenceng dari ketentuan Islam
maka ia mendapat ilmu hitam dan jika ia sesuai aturan dalam Islam tentu
mendapatkan ilmu putih.
Puasa memang
bukan hanya dalam islam saja. Sejak zaman dulu kala dan diberbagai sudut bangsa
mana pun puasa memang sudah dikenal sebagai olah rohani. Ada puasa pati geni,
puasa ngrowot, ada puasa yang berbuka kemudian lanjut puasanya sampai pagi dan
banyak sekali macamnya. Namun di dalam Islam puasa itu harus sesuai dengan yang
dicontohkan Nabi Muhammad Saw. Dalam Islam, esensi puasa bukan menahan lapar,
dahaga namun puasa dalam Islam adalah ketundukannya kepada Allah. Maka, Nabi
Muhammad Saw mencohtohkan menyegerakan berbuka atau aftor, yang
makna aslinya adalah kembali fitri sebab fitrohnya manusia adalah membutuhkan
makan. Dan, nabi juga mencohtohkan mengakhirkan sahur. Semakin mendekati subuh
sahur itu semakin baik. Dalam berbuka puasa Sang Nabi mencohtohkan dengan
mendahulukan memakan kurma. Sebab kurma itu manis dan rasa manis bisa
memulihkan energi.
Alhasil,
puasa dalam Islam adalah bentuk pengabdian seorang hamba kepada Allah yang
harus dilakukan dengan ikhlas. Jika seorang hamba tidak ikhlas dalam beribadah
, misal karena ingin mendapatkan wanita cantik, ingin mendapatkan kedudukan,
atau hal-hal keduniawian lainnya. Maka hamba tidak mendapatkan pahala dari
Allah Swt, kecuali mungkin ia mendapatkan apa yang diniatkan itu. Dalam QS. Al-baqoroh [2]: 262, Allah hanya
memberikan pahala kepada orang yang beramal dengan ikhlas,
tûïÏ%©!$# tbqà)ÏÿZã öNßgs9ºuqøBr& Îû È@Î6y «!$# §NèO w tbqãèÎ7÷Gã !$tB (#qà)xÿRr& $xYtB Iwur ]r& öNçl°; öNèdãô_r& yYÏã öNÎgÎn/u wur ì$öqyz óOÎgøn=tæ wur öNèd cqçRtóst ÇËÏËÈ
Orang-orang
yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa
yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan
mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih
hati.
Melatih
keikhlasan dalam berpuasa tentu juga harus dibarengi keikhlasan dalam amal-amal
yang lain di setiap aspek aktivitas sehari-hari. Seorang hamba harus tawakal
ketika mempunyai tujuan, bersyukur ketika mendapatkan anugrah, dan senantiasa
instropeksi terhadap perbuatan yang telah dilakukan. (09:45/13/09/2017)
Ya Allah,
tulisan ini adalah persembahanku untuk umat karena Engkau, Robb.
Judul
terkait; Puasa Membuat Badan Sehat, Manfaat Puasa, Fakta Ilmiah Puasa,
Sejarah Puasa Umat-Umat, Puasa Membuat Badan Sehat, Manfaat Puasa, Fakta Ilmiah
Puasa, Sejarah Puasa Umat-Umat, Puasa Membuat Badan Sehat, Manfaat Puasa, Fakta
Ilmiah Puasa, Sejarah Puasa Umat-Umat, Puasa Membuat Badan Sehat, Manfaat
Puasa, Fakta Ilmiah Puasa, Sejarah Puasa Umat-Umat.