Mencoba berbicara tentang banyaknya caleg yang frustasi akibat tidak bisa menerima kekalahan dalam pileg (baca: pilihan legislatif) kemarin. Ini bukti akibat betapa rendahnya mental bangsa kita. Saya mendengar tadi siang di Radio, bahwa jumlah pasien di RSJ Solo meningkat 40 %. Sungguh meningkat drastis. Banyaknya caleg yang frustasi ini karena tidak adanya pertimbangan yang matang dalam menentukan langkah dan ini namanya sikap posotif yang kurang perencanaan yang detil. Pun patut pula bagi mereka tidak menjadi caleg. Seumpama ia menjadi legislatif maka banyak program yang tidak terealisasi secara optimal dikarenakan kurangnya mental sebagai pemimpin. Frustasi sendiri sebenarnya adalah ketidakterimaan atas suatu hal karena merasa tak sanggup mencapainya dan pemimpin kita tidak pantas mempunyai watak seperti itu.
“Halah………….. ngapain pergi ke TPS, wong ndak dapat apa-apa” ucapan ini sering kita dengar ditengah-tengah masyarakat dan masih banyak sekali ucapan yang senada. Pesimisme masyarakat yang beranggapan percuma memilih pemimpin yang tidak bisa membawa aspirasi mereka. Pula ini reaksi dari rendahnya mental masyarakat kita. Optimismisme masyarakat indonesia mulai terkikis yang padahal adalah negara yang demokratis. Pemimpin adalah ditangan rakyat bukan rakyat ditangan pemimpin. Bisa ditebak masyarakat kita tidak mau di pimpin oleh manusia sendiri dan itu cuatan dari ketidak percayaan terhadap diri sendiri.
Sistem money politic telah mengakar di masyarakat kita. Disebuah masyarakat pedesaan atau perkotaan ketika mereka memilih Lurah tak lepas dari memberi uang kepada warga ini contoh miniatur negara kita. Kalau memang itu sebagai ganti uang lelah kenapa harus ada massage “Bapak nanti kalau pilih saya sandalnya dicopot saja ya..”.
Wacana Marzuki: Kumpulan tips, Religiositas Islam, Filsafat, Motivasi, Sejarah, Analisa Politik, dan Kegundahan
Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi
- Esai 001 : Muslim Jaman Now, Bukan Meniru Setya Novanto
- Esai 002 : Hidung Pesek Dan Balancing
- Esai 003 : Menjaga Diri Bukan Membela Diri
- Esai 004 : Indonesia dan Khilafah
- Esai 005 : Fundamentalisme Badar
- Esai 006 : Havana, oh na..na..ah sit! Fuck you trump
- Esai 007 : Menghadap Allah dengan hati yang selamat (1)
- Esai 008 : Menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat (2)
- Esai 009 : 10 Hal Tidak Pantas Melekat Pada Ulama’?
- Esai 010 : Menjauhi Hipokrit, Menjadi Manusia Kongktret
- Esai 011 : Mursyid Membimbing, untuk Jiwa terombang-ambing
- Esai 012 : Halaqoh Cinta Akhir Tahun
- Esai 013 : Menuntut Hak atas Kewajiban?
- Esai 014 : Memahami Posisi Hamba
- Esai 015 : Buta Mata Hati, Renungan di Kaki Bukit Kendeng
- Esai 016 : Munajat Si Satpam Ganteng, Do’a dan Ijabah.
- Esai 017 : Masyarakat Madani
- Esai 018 : Determinasi Memasuki Islam Kaffah
Marzuki Ibn Tarmudzi
Tentang penulis :
Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.