Kang Badri, termakan lagi emosinya. Terbakar oleh suara-suara yang berlawanan dengan nafsunya, yang ingin selalu sejalur dengan keinginannya. Intuisi-intuisi Kang Badri yang meledak, pada akhirnya muncul cuatan-cuatan suara yang bernada berontak diotaknya.
Kang Badri ternyata naksir Nur Aini anak satu komunitas di meja judinya, Nur Aini lumayan cantik dari segi behaviornya, maka tidak heran Kang Badri menaksirnya, dan ternyata Kang Badri kali ini sudah kapok dengan sakit hatinya, pada gadis-gadis terdahulunya. Dalam komunitas judinya ternyata Nur Aini naksir dengan Bos pemilik kasino itu. wah…… Kang Badri harus mundur, mumpung belum terlanjur.
Ditengah umurnya yang selalu bertambah tua ini, Kang Badri sering patah hati. Kang Badri, Kang Badri ada-ada saja kau ini. Sudah banyak cewek yang membuat Kang Badri kecewa; Sinta, Rita, Fani dari Jombang, Mikha, Vista, Win Xp dari Ngawi, Supra, Mio dari Milang dan Tiens dari Kediri. Kang Badri tak habis pikir begitu banyaknya cewek yang membuatnya sakit.
Kayaknya Kang Badri kali ini sudah berkomitment untuk tidak lagi menambatkan hatinya pada seseorang cewek sampai S2. semoga Kang Badri diberi kekuatan oleh Allah, supaya tidak tergoda oleh cewek.
Ingatlah Kang Badri, bahwa kekecewaan yang sebenar-benarnya kekeewaan adalah manakala engkau lalai berdhikir kepada Allah, yang disebabkan banyak ativitas dunia meliputimu, karena fisikmu kau gunakan untuk sibuk mencari, sedang hatimu hampa, kenapa, eh….. kenapa Kang Badri??
Bukankah Allah sudah menjadikan makhluknya berpasang-pasang, ada siang ada malam, ada pagi dengan sore, ada software ada juga hardware. Ah… Kang Badri Kau selalu berfikir sesuatu yang tidak masuk akal. Pakai Kang Badri, sesuatu yang paling mulia pemberiannya: Otak. Emangnya cinta harus memiliki? Bila ya, emangnya kamu memiliki hidupmu, raganu, jiwamu yang selama ini kamu merasa memiliki. Bukankah semua dari NYA dan akan kembali pada NYA??
Wacana Marzuki: Kumpulan tips, Religiositas Islam, Filsafat, Motivasi, Sejarah, Analisa Politik, dan Kegundahan
Ngopi dan Ngaji : Berguru kepada Sang Nabi
- Esai 001 : Muslim Jaman Now, Bukan Meniru Setya Novanto
- Esai 002 : Hidung Pesek Dan Balancing
- Esai 003 : Menjaga Diri Bukan Membela Diri
- Esai 004 : Indonesia dan Khilafah
- Esai 005 : Fundamentalisme Badar
- Esai 006 : Havana, oh na..na..ah sit! Fuck you trump
- Esai 007 : Menghadap Allah dengan hati yang selamat (1)
- Esai 008 : Menghadap kepada Allah dengan hati yang selamat (2)
- Esai 009 : 10 Hal Tidak Pantas Melekat Pada Ulama’?
- Esai 010 : Menjauhi Hipokrit, Menjadi Manusia Kongktret
- Esai 011 : Mursyid Membimbing, untuk Jiwa terombang-ambing
- Esai 012 : Halaqoh Cinta Akhir Tahun
- Esai 013 : Menuntut Hak atas Kewajiban?
- Esai 014 : Memahami Posisi Hamba
- Esai 015 : Buta Mata Hati, Renungan di Kaki Bukit Kendeng
- Esai 016 : Munajat Si Satpam Ganteng, Do’a dan Ijabah.
- Esai 017 : Masyarakat Madani
- Esai 018 : Determinasi Memasuki Islam Kaffah
Marzuki Ibn Tarmudzi
Tentang penulis :
Marzuki Ibn Tarmudzi, pernah mencicipi sedikit segarnya lautan ilmu di Pondok Pesantren Bahrul ‘Ulum Tambakberas Jombang, Jawa Timur. Hobinya yang suka nyorat-nyoret kertas ini dimulai semenjak nyantri. Kini, hobinya itu dituangkan di berbagai media online, itung-itung sebagai aksi dari ; “بلغوا عني ولو أية “,” sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat ”.