Oleh:
Marzuki ibn Tarmujzi
Awalnya kita semua adalah
bodoh. Kemudian kalau kita mau membuka kesadaran diri kita maka kita akan
menemukan sebuah kebenaran. Dan, kebenaran yang saya temukan adalah pada agama
Islam. Betapa Islam mengajarkan keseimbangan
antara sisi vertikal seperti sholat, puasa serta sisi horizontal seperti zakat, shodaqoh, peduli dengan sesama,
orang miskin, anak yatim. Maka Al-Qur’an menyebut sebagai “pendusta agama”,
bagi orang yang menjalankan sholat namun apatis pada kondisi anak yatim dan
membiarkan saja orang-orang miskin kelaparan (QS. Al-Ma’un [107]:1-7).
Tahukah kamu (orang)
yang mendustakan agama? Itulah
orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi
orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari
shalatnya. orang-orang
yang berbuat riya dan
enggan (menolong dengan) barang
Semua gerak merupakan
perwujudan dari penghambaan kita pada tuhan Semesta alam. Sebab manusia
beragama seharusnya memang harus berjalan diatas petunjuk dan dari petunjuk
itulah manusia bisa berkomunikasi dengan Tuhan
melalui hatinya. Ketika kita membaca “bismillahirrohmanirrohim”, bahwa “arrohman”
adalah kasih saying Allah pada seluruh makhluknya dan “Arrohim” adalah kasih saying
Allah pada orang-orang mu’min di akhirot nanti. Maka ketika kita sudah faham
akan “arrohman”, kasih sayang kita pada sesama makhluk Tuhan, sungguh indahnya,
harmonisnya kehidupan ini.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an
suroh Al-Baqoroh ayat 177; Bahwa, “Bukanlah
menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu kebaktian, akan tetapi
sesungguhnya kebaktian itu ialah beriman kepada Allah, Hari Kemudian,
malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang
memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan)
hamba sahaya, mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam
kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang
benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertaqwa”.
Disinilah, sesungguhnya kehidupan beragama adalah kehidupan yang saling
menguatkan antara sisi yang satu dengan sisi yang lain. Dimana Allah memang
menciptakan dualisme antara si kaya dan si miskin (QS. Az-Zuhruf [43]:32),
Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Rabbmu? Kami telah menentukan
antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah
meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar
sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Rabbmu lebih
baik dari apa yang mereka kumpulkan.
Maka adalah tugas orang-orang kaya untuk menguatkan tatanan ekonomi
marhaenisme. Sebab, islam benci pada kapitalisme (QS. Al-Hasyr [59]: 7). Islam
sangat menjunjung kaum marhaen (QS. Al-Ma’un [107]:1-7). Islam sangat
menghargai pluralisme (QS. Hujrot [49]:13). Islam sangat menjunjung persatuan
dan perdamaian (QS. Ali Imron [3]:103). Islam menganjurkan kerakyatan dalam
musyawarah (QS. Ali Imron [3]:159). Islam menyuruh pada keadilan sosial bagi
seluruh lapisan rakyat (QS. An-Nahl [16]:90). Islam membenci segala bentuk
penindasan pada kaum lemah (QS. An-Nisa’ [4]:75). Islam mengajarkan pemeluknya
untuk menjadi perwira (QS. Al-Baqoroh [2]:273).
Akhirnya, janganlah kita berhenti berproses dalam meningkatkan
ketaqwaan kita pada Allah Swt. Awalnya kita belum melakukan sholat mari kita
dirikan sholat dengan tepat waktu. Lalu kita terus berproses sehingga kita bisa
menemukan keseimbangan dalam kehidupan ini, keseimbangan antara hubungan dengan
Allah pemlik semesta raya ini juga keseimbangan hidup dengan makhluknya.